Share

4. Rumah Baru Yang Istimewa

Di pagi buta Leanna terbangun. Tidurnya benar-benar tidak nyenyak. Setelah semalam dia dan Stella sedikit berbincang mengenai kepindahan Stella ke rumah barunya, membuat Leanna banyak berpikir. Dia tidak bisa terus menerus bergantung pada temannya itu. Bahkan ketika Stella menanyakan tempat tinggal baru Leanna, dia hanya menjawab akan tinggal di mess kantornya yang jelas-jelas tidak ada.

"Benar kamu akan tinggal di mess kantor?" tanya Stella ragu sambil menatap Leanna.

"Iya benar. Jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja," kata Leanna meyakinkan Stella sekali lagi.

"Baiklah kalau begitu. Tapi kalau kau butuh bantuan, jangan sungkan meneleponku ya! Dan ingat ... kamu harus datang di pernikahanku akhir minggu ini!" kata Stella pada akhirnya.

Pada akhirnya, dengan diam-diam Leanna pergi meninggalkan rumah Stella di pagi buta yang dingin, setelah meninggalkan selembar catatan kecil di pintu kulkas. Dengan membawa beberapa kopernya, Leanna segera pergi ke kantor. Seingatnya di ruang wardrobe ada beberapa sofa nyaman yang bisa dia gunakan untuk tidur. Mungkin sampai dia menemukan tempat tinggal baru, dia akan menginap di kantornya.

Saat tiba di stasiun TV VO-Channel, Leanna segera meletakkan kopernya di loker karyawan miliknya sebelum karyawan lainnya berdatangan. Kemudian mulai melakukan pekerjaannya menyiapkan dan merapikan beberapa pakaian yang akan digunakan untuk acara hari ini yang menurut seniornya adalah hari ulang tahun stasiun TV VO-Channel.

"Hai, Leanna!" sapaan ringan itu terdengar familiar saat Leanna menuju ruang make up.

"Hai, Arvian. Selamat pagi!" sapanya ramah saat pria itu tiba di hadapannya.

"Mau sarapan bersamaku tidak?"

"Hmm ... mungkin lain kali, ya. Aku benar-benar sibuk sekarang. Maaf, ya!" tolak Leanna halus.

"Begitu, ya. Ponselmu mana? Coba kupinjam!" Seperti tak kehabisan akal, Arvian menyodorkan tangannya meminta ponsel milik Leanna.

"Untuk apa? Pulsaku habis!" sahut Leanna.

"Aku bukan mau minta pulsa. Sudah cepat sini, aku pinjam sebentar!" kata Arvian sedikit tak sabar dan Leanna pun akhirnya menyerahkan ponselnya. Kemudian pria itu dengan cepat mengetikkan sesuatu di ponsel Leanna. "Simpan baik-baik ya nomor ponselku! Jangan kamu hapus! Aku akan menghubungimu kapan-kapan," ucap Arvian sambil menatap layar ponselnya sendiri kemudian menyimpan nomor ponsel Leanna yang telah masuk di ponselnya.

"Dasar! Itu pencurian nomor telepon namanya. Kenapa tidak bilang saja mau minta nomorku!"

"Memangnya kalau aku minta langsung, kamu mau kasih?"

"Ya, tidak juga siiih," sahut Leanna sambil nyengir kuda. "Sudah, ah! Aku mau kerja lagi. Sampai nanti!"

"Oke, yang semangat ya kerjanya!" kata Arvian ceria sambil bergaya ala kiss bye yang menggemaskan.

Di karenakan hari ini merupakan hari besar stasiun TV VO-Channel, maka hari ini managemen, seluruh staf beserta tim kreatif telah mempersiapkan beberapa acara yang seru dan spesial dari pagi hingga puncak acara yang spektakuler di tengah malam nanti. Hal ini sudah pasti membuat Leanna harus berlarian ke sana kemari mengurus beberapa pakaian para pembawa acara dan pengisi acara yang akan tampil. Bahkan sampai hari telah beranjak sore, Leanna masih sibuk berkutat dengan fitting pakaian beberapa penyanyi yang mengisi acara untuk tengah malam nanti. Beberapa artis pengisi acara pun kini tengah melakukan gladi bersih untuk mengsukseskan acara spektakuler tersebut, termasuk Arvian.

Di waktu yang sama, di rumah sakit Savero, Kakek Antony yang beberapa hari lalu ditolong Leanna sudah pulih dan sudah boleh pulang. Kondisi tubuh kakek itu telah membaik terlihat bagaimana cara pria itu tersenyum.

"Apa kamu sudah menemukan di mana gadis itu tinggal, Nic?" tanya Kakek Antony pada sekretaris kepercayaannya.

"Sudah, Presdir. Beberapa hari ini gadis itu menginap di ruang staf wardrobe VO-Channel. Beberapa hari lalu, dia telah dikeluarkan dari rumah kontrakkannya karena menunggak pembayaran. Saya rasa gadis itu memang tidak punya tempat tinggal lain di kota ini."

"Orang tuanya di mana?"

"Orang tuanya tinggal di kaki bukit sebagai petani. Mereka punya kebun buah dan sayuran di desanya."

"Malang betul anak itu. Baiklah, antar aku pulang dulu, lalu kita pergi ke VO-Channel," ucap Kakek Antony sambil berjalan menuju pintu keluar rumah sakit Savero, salah satu rumah sakit terbesar di kota ini yang dimiliki keluarga Maheswara. Beberapa ajudan dan sang sekretaris, Nico berjalan mendampingi kakek tua itu menuju mobil mewahnya yang telah menanti di depan lobi gedung rumah sakit.

Sementara itu, di stasiun TV VO-Channel, Leanna masih sibuk membawakan kostum para pembawa acara ke ruangannya masing-masing. Karena terlalu sibuk dia nyaris tidak sempat makan.

"Leanna! Temani aku makan, ya. Aku lapar sekali!" Tiba-tiba saja Arvian yang kebetulan lewat langsung menyeretnya menuju kafetaria.

"Ya ampun, Arvian. Kenapa menarikku begini?"

"Habis kalau kuminta baik-baik, kamu selalu menolak. Aku kan, ingin lebih dekat denganmu!"

"Masalahnya kamu ini artis dan penyanyi terkenal, semua wanita memujamu bahkan sampai hafal semua lagu romantismu itu. Aku mana berani dekat denganmu. Nanti para penggemarmu bisa memusuhiku!" jelas Leanna saat mereka sudah duduk di salah satu meja bundar di kafetaria.

"Loh, kenapa mereka harus memusuhimu? Kamu cantik dan mengobrol denganmu sangat menyenangkan. Jadi, tak masalah buatku!"

"Iya kamu sih tak masalah. Tapi coba lihat sekelilingmu!" Leanna melirik ke sekelilingnya dengan hati-hati, kemudian menunduk dan berbicara dengan suara rendah yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua. "Banyak wanita menatapku seakan ingin melumatku habis hanya karena aku ada di dekatmu. Apalagi sekarang kamu menarik lenganku begitu saja. Fix, mereka seakan ingin menerkam dan mencabik-cabik tubuhku sampai hancur. Hiiiii ... menyeramkan!"

"Sudah, tenang saja. Mereka takkan berani mengusikmu selagi masih ada aku. Sekarang ayo kita makan! Aku benar-benar lapar," sahut Arvian cuek dan malah fokus pada makanan pesanan mereka yang telah terhidang rapi di hadapannya.

Selesai makan, mereka kembali pada pekerjaan mereka masing-masing. Hingga tiba saatnya puncak acara ulang tahun stasiun TV VO-Channel berlangsung pada malam harinya. Para pembawa acara membuka acara dengan meriah disusul pertunjukan tari dan beberapa lagu dari beberapa penyanyi papan atas. Usai acara pembuka, pembawa acara mengumumkan akan ada kata sambutan dari sang Presiden Direktur VO-Channel yang sengaja menyempatkan diri untuk menghadiri acara tersebut. Begitu melihat sang Presdir naik ke atas panggung, mata Leanna membelalak seakan tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Presdir tersebut adalah Kakek Antony Rahendra Maheswara, kakek yang kemarin ditolong oleh Leanna.

"Selamat berbahagia rekan-rekan sekalian. Terima kasih sudah berusaha yang terbaik untuk memajukan stasiun TV kebanggaan kita ini. Saya benar-benar bersyukur bisa hadir di tengah kalian dan terima kasih juga untuk malaikat kecil saya yang telah membantu saya melewati masa-masa kritis. Silakan bersenang-senang semuanya. Terima kasih.

Acara malam ini berlangsung dengan amat meriah. Terlebih ketika Arvian tampil untuk membawakan beberapa lagu balad-nya yang membuat semua penonton wanita berteriak histeris memujanya. Semua acara berjalan dengan baik dan setelah acara tersebut usai, Kakek Antony memanggil Leanna ke ruang kerjanya. Leanna yang masih tak percaya kalau Kakek Antony adalah Presdirnya menjadi gugup ketika berhadapan dengan pria itu.

"Kau pasti kaget ya, Nak?" tanya Kakek Antony membuka percakapan saat Leanna hanya bisa mematung di kursinya.

"Iya .... Sa ... saya ... benar-benar kaget."

"Tak perlu sungkan begitu! Mana keceriaanmu tempo hari itu?"

"Ah ... itu ... karena Kakek tak memberitahuku kalau Kakek Presdir di sini."

"Untuk apa aku memberitahumu hal tak penting itu. Aku kan hanya seorang Kakek tua saja." Kakek Antony terkekeh pelan melihat kekikukkan Leanna.

"Tapi kan, tetap saja Kakek adalah pimpinanku di sini. Apalagi aku benar-benar berterima kasih karena Kakek telah memberiku pekerjaan di sini."

"Tak perlu risaukan itu. Anggap saja seorang Kakek yang mencoba membantu cucunya," kata Kakek Antony sambil tersenyum.

"Cucu? Ah, aku jadi malu kalau Kakek sampai menganggapku seperti itu. Padahal aku bukan siapa-siapa," balas Leanna sambil tersipu.

"Oh ya, satu lagi Leanna! Maksud Kakek memanggilmu kemari adalah untuk mengajakmu tinggal di rumah Kakek. Nanti Kakek kenalkan pada cucu Kakek yang tampan dan hebat itu."

"Tinggal dengan Kakek? Ah ,tak perlu sampai seperti itu, Kek! Aku dapat pekerjaan saja sudah berhutang budi pada Kakek. Mana mungkin orang seperti aku bisa tinggal di rumah orang hebat seperti Kakek?" kata Leanna merendah.

"Sudahlah Leanna, Kakek tahu kalau selama ini kamu tinggal di sini. Lebih baik kamu jadi cucu Kakek dan tinggal dengan Kakek saja," kata Kakek Antony sambil menepuk pundak Leanna saat pria tua itu berdiri di samping Leanna, kemudian memanggil sekretarisnya. "Nico ... tolong bawakan semua barang Leanna ke mobil! Dia akan ikut pulang dengan kita malam ini."

"Tapi Kek, aku ...."

"Leanna ... aku berhutang nyawa padamu. Setidaknya hanya ini yang bisa aku lakukan untuk membantumu. Jadi jangan menolak ya, Nak!" ucap Kakek Antony lembut. Kemudian Kakek Antony mengajak Leanna menuju mobilnya dan mereka pulang bersama menuju kediaman Kakek Antony.

Belum habis keterkejutan Leanna tentang siapa Kakek Antony, sekarang pun Leanna tengah dikejutkan oleh megah dan mewahnya rumah Kakek Antony. Namun rumah yang megah dan mewah tersebut terlihat amat sepi. Yang terlihat hanya beberapa petugas keamanan yang berjaga di gerbang rumah Kakek juga beberapa pelayan yang sibuk merapikan rumah. Bahkan suara jangkrik pun jadi jelas terdengar memecah kesunyian malam.

"Kakek, katanya Kakek tinggal dengan cucu Kakek. Kok rumah ini sepi sekali, ya?" celetuk Leanna polos.

"Cucu Kakek itu orang yang sibuk sekali, bahkan sampai jarang pulang ke sini. Dia lebih sering pulang ke apartemennya yang terletak di dekat rumah sakit. Makanya Kakek kesepian. Padahal dari kecil Kakek yang merawat mereka."

"Terus anak Kakek di mana?"

"Anak Kakek sudah meninggal. Kecelakaan pesawat," jelas Kakek dengan raut wajah yang langsung berubah mendung. Sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa yang empuk, Kakek pun menyeruput teh yang baru saja diantarkan oleh salah satu pelayannya. "Maka dari itu, sedari kecil cucu Kakek tak pernah mendapatkan kasih sayang orang tuanya. Jadi sikap mereka agak sedikit dingin. Kamu jangan terkejut jika mereka begitu, ya!" gurau Kakek.

"Tenang saja, Kek. Aku sudah terbiasa dengan orang-orang seperti itu," kata Leanna sambil tersenyum manis.

"Sudah malam, Nak. Kamu pasti lelah. Istirahatlah, kamarmu di lantai dua di sudut bangunan."

"Baiklah. Kakek juga istirahat, ya. Selamat malam, Kek!"

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status