Leanna terbangun di sebuah kamar besar yang indah. Bagaikan seperti mimpi dia bisa tidur di kamar luas dengan kasur yang empuk dan nyaman. Berbanding terbalik dengan kamar kontrakannya selama ini. Beberapa kali Leanna mengerjapkan matanya seolah tak percaya bahwa semua ini bukan mimpi.
Masih sambil menguap dan mengusap mata serta rambut yang terlihat kusut, Leanna keluar dari kamar menuju kamar mandi di seberang ruang kamarnya. Namun seketika saja tubuh Leanna berubah kaku dan matanya membulat sempurna. Leanna langsung berdiri mematung beberapa saat di depan pintu kamar mandi. Sosok yang kini berdiri di hadapan Leanna jelas membuatnya terkejut setengah mati.
“Whaaaa!!!” Teriakan Leanna terdengat keras dan menggaung hingga membuat orang yang berdiri di depannya itu sampai menutup telinga.
“Ke-ke ... kenapa Dokter ada di sini?” tanya Leanna terbata-bata saat melihat sosok Reynald kini berdiri di depan pintu kamar mandi mengenakan kaos dan celana panjang training. Dengan rambut setengah basah yang sedang berusaha dia keringkan membuat pesona pria itu begitu menggoda. Apalagi saat mata Leanna tanpa sengaja menatap wajah Reynald yang semakin tampan dengan beberapa helai rambut basah yang jatuh dikeningnya.
“Ini kan, rumah saya,” jawab Reynald singkat dan tanpa ekspresi. Dia sudah terbiasa kalau tiba-tiba menemukan seorang wanita di rumahnya dan semua itu pasti ulah kakeknya yang selalu ingin cucu lelaki satu-satunya ini memiliki pendamping.
“Ru-rumah??? Ja-jadi cu-cucu ... kakek ... itu ... Dok-dokter?” kata Leanna tergagap. Matanya masih tak lepas memandangi sosok Reynald yang masih berdiri di hadapannya dengan raut wajah datar.
“Minggir! Saya mau lewat!” Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Reynald tanpa memedulikan keterkejutan Leanna. Pria itu pergi begitu saja melewati Leanna tanpa meliriknya sedikit pun dan membuat wanita itu menoleh jengkel karena diabaikan.
Beberapa saat kemudian Leanna dan Reynald sudah duduk saling berhadapan di meja makan. Di samping mereka ada Kakek Antony yang tersenyum lucu memandang keterkejutan Leanna yang sampai sekarang masih melihat pria di depannya dengan tatapan tak percaya. Sedangkan dokter tampan itu malah fokus pada kopi hitam dan ponsel pintarnya, tak peduli pada kehebohan di sekelilingnya.
“Jadi kamu sudah pernah bertemu dengan cucuku ya, Leanna? Bagaimana? Seperti yang Kakek bilang, kan? Dia tampan sekali, kan?” gurau Kakek menggoda Leanna yang masih diam mematung.
Tampan sih memang, tapi ... kok dingin mirip kulkas gitu ya. Mana tanpa ekspresi lagi, sungut Leanna dalam hati. Namun matanya tak lepas memperhatikan setiap gerak-gerik dokter tampan di seberang mejanya.
“Nah ... Rey! Bagaimana menurutmu? Dia manis, kan?” tanya Kakek sambil melirik Reynald yang sedang menuang salad ke piringnya.
Nah kan ... drama Kakek mulai lagi. Sebenarnya Kakek ketemu perempuan ini di mana sih? Tumben seleranya bukan high class lagi.
Reynald meletakkan sendoknya dan menatap Kakek dengan serius. “Apa maksud Kakek sebenarnya?” tanya Reynald yang mulai mengerti arah pembicaraan kakeknya.
“Leanna ini penyelamat Kakek tempo hari itu, loh! Kakek sudah cerita itu padamu, kan? Kalau tidak ada dia, Kakek bisa sekarat.”
“Lalu, apa mau Kakek sebenarnya?” tanya Reynald tanpa basa basi. Lelah juga menghadapi situasi seperti ini puluhan kali.
“Kamu tahu kan Nak, aku sudah membebaskanmu sebagai penerus Savero Group dan membiarkanmu meraih cita-citamu sebagai dokter.” Ada jeda sesaat sebelum Kakek Antony melanjutkan ucapannya. “Di usiamu yang sudah lebih dari cukup untuk menikah ini kamu masih saja sendirian. Bahkan kamu juga sudah menolak puluhan wanita yang kakek jodohkan padamu. Siapa tahu kamu bisa menikah dengan wanita pilihan Kakek yang ini,” kata Kakek sambil melirik Leanna.
Leanna yang sedang makan otomatis langsung tersedak mendengan ucapan Kakek Tony barusan. “A-APA?! Menikah? Apa maksud Kakek?!” teriak Leanna setelah batuknya reda.
“Aku belum ingin menikah!” sahut Reynald dingin.
“Rey ... umurmu sudah 32 tahun dan Kakek kan butuh pewaris untuk kerajaan bisnis Kakek. Apa harus Kakek yang menikah lagi dan membuat anak? Umur Kakek hampir seabad, masa kamu tega sih, Rey?”
Lalu … drama Kakek pun dimulai.
“Kamu kan tahu sendiri Kakek sudah sering sakit-sakitan. Atau begini saja, tak perlu langsung menikah. Kalian tunangan saja dulu ya-ya-ya ....”
“Kakek! Jadi ini maksud Kakek memintaku tinggal di sini? Kalau tahu begini aku tak akan mau ikut dengan Kakek kemarin,” kata Leanna sambil mengerucutkan bibirnya.
“Loh, Kakek kan kemarin sudah bilang padamu untuk jadi cucu Kakek saja,” kata Kakek tak mau kalah. “dan kamu sudah tak bisa pergi dari sini begitu saja!” ancam Kakek sambil tersenyum penuh misteri.
“Aku berangkat dulu, Kek!” kata Reynald tiba-tiba bangkit dari kursinya dan tak memedulikan perdebatan di antara Kakek dan Leanna.
“Rey, tolong pikirkan permintaan Kakek, ya! Ini permintaan terakhir Kakek deh! Harus dengan Leanna tapi ya!” teriak Kakek dari meja makan saat dokter tampan itu meninggalkan ruang makan.
“Aku juga mau berangkat! Dah Kakek!” kata Leanna segera berlari mengambil tasnya di sofa ruang tengah. “Haduh ... aku kan tidak tahu jalan ke kantorku lewat mana!” kata Leanna sambil menepuk pipinya saat berada di halaman luas depan rumah megah milik Kakek.
Leanna pun menghampiri salah satu petugas keamanan yang berjaga didekat gerbang rumah Kakek. Namanya Beno dan dengan senang hati pemuda itu menjelaskan arah tujuan Leanna.
“Dari sini Mbaknya jalan lurus saja sepanjang jalan ini sampai habis. Di depan sana nanti ketemu jalan raya yang besar lalu belok kiri, lurus sedikit sekitar lima menit nanti ada halte busway. Nah tinggal naik busway aja, transit dulu sih, tapi nanti langsung sampai depan kantor.”
“Oke ... terima kasih ya, Ben! Dan selamat bertugas!” kata Leanna dengan gaya tangan di tepi alisnya ala hormatnya para prajurit.
Ternyata yang dimaksud Beno dengan 'sepanjang jalan ini' adalah benar-benar jalan yang panjang. Dari rumah Kakek ke jalan raya kalau jalan kaki bisa memakan waktu sekitar sepuluh menit belum sampai halte busway-nya itu. Untungnya taman di tepi trotoar indah sekali jadi tidak membuat Leanna jenuh menempuh jalan panjang itu.
Tiba-tiba dari arah rumah Kakek sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam mengkilat melaju kencang melewati Leanna begitu saja. Walaupun kaca mobil itu terlihat gelap, tetapi Leanna tahu kalau itu adalah mobil Reynald. Karena di jalan besar ini hanya ada rumah Kakek saja yang dibangun tepat di sudut jalan buntu tanpa ada rumah lain di sisi kiri kanannya.
“Huh ... Kakek itu benar-benar! Menikah? Yang benar saja! Walaupun cucunya si dokter tampan itu, tapi ya masa tiba-tiba disuruh langsung nikah. Mending diterima, lah ini ditolak mentah-mentah. Bikin malu aja iiih!” gerutu Leanna jengkel plus keki.
****
Di dalam ruang kerjanya, Reynald tengah berpikir tentang perkataan kakeknya tadi pagi. Beberapa berkas yang berserakan terlupakan begitu saja di hadapannya. Fokusnya berubah untuk sejenak. Memang sih, perempuan itu terlihat manis dan lain sekali tipenya dari semua wanita yang pernah Kakek jodohkan padaku. Tapi apa benar ini pilihan yang tepat bagi Kakek. Bukan! Apa dia memang perempuan yang tepat untukku? Apalagi kemarin Ardant memberiku data hasil cek up Kakek terakhir kali. Memang kondisinya sedang tidak bagus. Aarrgh ... ini sungguh membuatku frustrasi!!! Pria itu terlalu sibuk dengan pikirannya hingga sebuah ketukan di pintu ruangannya membuat Reynald tersadar. Reynald mengangkat kepalanya dan menemukan sosok sahabatnya sudah berdiri di depan pintu ruang prakteknya. “Hei ... kenapa wajahmu seperti itu? Kali ini siapa lagi wanita yang Kakek jodohkan padamu?” kata Ardant yang sudah hapal di luar kepala arti dari mimik wajah sahabatnya saat ini. “Bagaimana kamu tahu?” tanya Reynal
“Pagi, Leanna!” sapa Arvian ceria saat tiba di studio 2 dan mendapati Leanna sedang bekerja di sana.“Pagi juga. Tumben jam segini sudah datang?”“Iya. Sekarang aku jadi host program ‘Musik Hitz’. Keren, kan?” kata Arvian narsis.“Dasar narsis. Sudah ah, aku mau kembali bekerja. Dah … Arvian!” pamit Leanna, tetapi dengan cepat Arvian menarik lengan gadis itu. “Ada apa lagi?”“Nanti siang kita makan sama-sama, ya! Jangan lupa tunggu aku di sini!”“Baiklah,” jawab Leanna sambil tersenyum sebelum akhirnya pergi kembali bekerja.Untungnya hari ini jadwal acara yang Leanna pegang tak begitu banyak sehingga dia bisa bersantai sejenak sambil menunggu Arvian selesai membawakan program musiknya. Sesekali Leanna membantu Nindy menyiapkan pakaian untuk para kontestan acara pencarian bakat menyanyi nanti malam. Hingga tak lama kemudian dering suara ponsel Leanna berbunyi dan nama Arvian tertera di layar ponselnya.“Aku sudah selesai. Kamu di mana sekarang?”“Aku masih di ruang wardrobe. Tunggu se
Sudah tiga hari ini Leanna tidak masuk kerja. Semenjak kejadian di rumah sakit, Leanna tak melihat sedikit pun penampakan Reynald di rumah. Mungkin pria itu sangat sibuk dengan pekerjaannya hingga tak pernah pulang.Suasana di rumah Kakek pun sangat sepi sekali karena Kakek sedang sibuk mengurus beberapa bisnisnya dan baru akan pulang ketika dini hari. Leanna merasa bosan hingga membuatnya tak bisa tidur malam ini.Pelan-pelan Leanna berjalan menuju dapur untuk membuat kopi kesukaannya. Sambil sesekali menyeret kakinya yang masih sedikit sakit, Leanna memanaskan air dan mengambil bubuk kopi. Setengah berjinjit, Leanna berusaha mengambil cangkir kopi di rak paling atas. Karena keseimbangan kakinya belum baik, Leanna pun oleng. Untung seseorang menangkap pinggangnya dan membantunya berdiri dengan benar.“Kenapa tidak panggil Bu Tia saja?” kata Reynald yang terlihat masih mengenakan pakaian rapi walau terlihat sedikit kusut. Nampaknya pria itu baru saja pulang dari rumah sakit karena aro
Pagi sekali Leanna terbangun dalam kebingungan, karena seingatnya dia tertidur di sofa ruang santai saat sedang menyelesaikan gaun yang dibuatnya. Sekarang Leanna justru sudah berada di kamarnya.“Apa aku berjalan sambil tertidur, ya?” gumam Leanna pelan kemudian segera bangkit untuk bersiap-siap berangkat kerja.Setengah jam kemudian Leanna sudah ada di dapur membantu Bu Tia menyiapkan sarapan. Sekalipun Bu Tia menyuruhnya duduk saja namun wanita itu lebih suka ikut membantunya memasak dan menyiapkan peralatan makan. Hingga tak lama kemudian Reynald dan Fiona telah duduk bergabung mengelilingi meja makan.“Kalian mau minum apa? Kopi atau teh?” tanya Leanna sambil menyiapkan cangkir kopi atau teh.“Kopi,” jawab Reynald dan Fiona bersamaan. Dengan sigap Leanna menuang kopi ke dalam dua buah cangkir putih lalu memberikannya pada Reynald dan Fiona.“Selamat pagi cucuku semua!” sapa Kakek saat tiba di ruang makan kemudian duduk di kursinya. Pagi ini Kakek terlihat lelah tak seperti biasan
Leanna bangun terlalu pagi di akhir pekan yang cukup tenang. Wanita itu membuka pintu kaca balkonnya dan menghirup udara pagi yang segar. Tercium beberapa aroma bunga yang bermekaran dari taman belakang dan dia tak pernah bosan menghabiskan waktu luangnya untuk sekadar bersantai di kursi balkon kamar tersebut. Sayangnya dering telepon yang mengalunkan lagu favorit Leanna berhasil menyabotase kegiatannya menikmati udara segar dan ketenangan di balkon tersebut. Leanna langsung menekan tombol terima dengan segera begitu tahu siapa yang meneleponnya. “Pagi, Leanna. Apa kabarmu pagi ini?” tanya Arvian lembut. “Aku baik. Kenapa meneleponku sepagi ini? Memangnya kamu tidak ada syuting?” “Ini aku sudah di lokasi syuting. Hari ini aku syuting mini drama dan suasananya sangat membosankan. Andai saja kamu ada di sini Leanna,” keluh Arvian. “Memang yang jadi lawan mainmu sekarang siapa?” “Soraya. Dari dia datang sampai break syuting, dia selalu saja mengikutiku dan membuatku jengkel. Jadi ak
Ketika sampai di gedung tempat acara pernikahan Stella dilangsungkan, tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut Leanna maupun Reynald. Sekalipun Leanna berusaha mencairkan suasana, tetapi selalu ditanggapi dengan datar dan dingin oleh pria itu. “Dokter, aku mau ke ruang pengantin wanita dulu, ya. Apa Dokter mau ikut?” “Tidak. Saya tunggu di dalam saja.” “Oke.” Keduanya pun berpisah arah. Reynald memilih langsung masuk ke dalam ballroom sedangkan Leanna segera menuju ruang pengantin wanita untuk menemui Stella. “Wow!!! Lihatlah dirimu ... kamu cantik sekali Stella,” puji Leanna tulus sambil menghampiri sang pengantin yang terlihat cantik dengan gaun putih yang berhiaskan sentuhan ornamen bunga berwarna biru sesuai tema pernikahannya. “Akhirnya kamu datang juga. Lihat yang lain sudah menunggumu!” kata Stella sambil menunjuk teman-temannya yang mengenakan pakaian dengan warna dan bahan yang sama dengan yang dikenakan Leanna. Beberapa teman dekat masa sekolahnya dulu kini ada di h
Pagi-pagi sekali Leanna sudah siap untuk berangkat kerja. Sengaja dia berangkat lebih awal sebelum Kakek dan Reynald bangun. Semalam Leanna benar-benar tak bisa tidur karena jantungnya tetap berdebar kencang mengingat kejadian di pesta pernikahan Stella. Entah kenapa akhir-akhir ini dokter itu selalu bisa membuat jantungnya berdetak gila. Kalau Leanna melihat pria itu pagi ini, bisa-bisa jantungnya melompat keluar dari rongganya.Sebelum berangkat, Leanna sengaja menitipkan pesan pada Bu Tia supaya Kakek tidak menunggunya saat sarapan dan sekarang dia tengah memasuki ruang tim wardrobe stasiun TV VO-Channel.“Pagi, Leanna,” sapa Nindy yang tengah sibuk memasukkan beberapa pakaian ke dalam tas besar untuk keperluan syuting.“Pagi juga. Apa yang kamu lakukan? Kenapa semuanya dimasukkan ke dalam tas? Memangnya kita mau ke mana?”“Apa kamu lupa kalau mulai hari ini kita bertanggung jawab menyiapkan wardrobe untuk syuting drama. Drama kedokteran yang Arvian bintangi dengan Safira dan Soray
“Apa yang kamu lakukan, Safira? Sengaja membuatnya kesulitan?” tanya Reynald yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Leanna dengan raut wajah dingin. Pria itu sudah tidak tahan lagi melihat kelakuan Safira yang terus membuat Leanna harus beberapa kali berlari keluar masuk parkiran-lobi untuk memenuhi permintaannya.“Loh kan, memang itu sudah jadi tugasnya? Memangnya aku salah?” balas Safira ketus.“Ini. Suruh saja asistenmu yang mengambilkannya!” kata Reynald sambil mengembalikan kunci mobil Safira. Kemudian pria itu menggandeng tangan Leanna pergi meninggalkan lobi dan membuat Safira semakin jengkel.“Hei, Dokter! Kita mau ke mana, sih? Aku kan, belum selesai kerja!” ucap Leanna berusaha menghentikan laju jalan Reynald yang nyaris membuatnya terseret.“Ini sudah jam dua siang. Sudah lewat jam makan siang dan kamu belum makan, kan? Mau penyakitmu kumat lagi?” ceramah Reynald dengan wajah tanpa ekspresi.“Tapi ....”“Yang lain juga pasti sedang istirahat makan siang. Ayo!” Mendengar k