Share

6. Kejar Sampai Dapat

Di dalam ruang kerjanya, Reynald tengah berpikir tentang perkataan kakeknya tadi pagi. Beberapa berkas yang berserakan terlupakan begitu saja di hadapannya. Fokusnya berubah untuk sejenak.

Memang sih, perempuan itu terlihat manis dan lain sekali tipenya dari semua wanita yang pernah Kakek jodohkan padaku. Tapi apa benar ini pilihan yang tepat bagi Kakek. Bukan! Apa dia memang perempuan yang tepat untukku? Apalagi kemarin Ardant memberiku data hasil cek up Kakek terakhir kali. Memang kondisinya sedang tidak bagus. Aarrgh ... ini sungguh membuatku frustrasi!!!

Pria itu terlalu sibuk dengan pikirannya hingga sebuah ketukan di pintu ruangannya membuat Reynald tersadar. Reynald mengangkat kepalanya dan menemukan sosok sahabatnya sudah berdiri di depan pintu ruang prakteknya.

“Hei ... kenapa wajahmu seperti itu? Kali ini siapa lagi wanita yang Kakek jodohkan padamu?” kata Ardant yang sudah hapal di luar kepala arti dari mimik wajah sahabatnya saat ini.

“Bagaimana kamu tahu?” tanya Reynald sambil menatap sahabatnya heran.

“Sudah tak terhitung banyaknya aku melihat wajahmu yang seperti ini,” kata Ardant sambil menghela napas kemudian duduk di hadapan Reynald. “Kali ini gadis seperti apa yang jadi calon pendampingmu?”

“Malaikat penyelamat nyawa, begitu kata Kakek!” kata Reynald datar.

“Ah, jadi begitu. Apa gadis manis penuh semangat dengan rambut hitam lurus yang panjang sepunggung?” tebak Ardant.

“Kamu kenal dia?”

“Ya, aku tahu gadis itu. Beberapa kali dia ke sini menjenguk Kakek. Kakek juga yang memberinya pekerjaan di VO-Channnel. Pantas saja Kakek menyebutnya malaikat penyelamat. Bukankah dia gadis yang manis?” kata Ardant panjang lebar dengan penuh semangat berbanding terbalik dengan raut wajah sahabat yang duduk di depannya.

“Manis apanya?”

“Hei ... jangan begitu. Kamu kan belum mengenalnya lebih dekat. Kalau kamu kenal dia lebih dekat, kamu pasti akan menyebutnya gadis yang manis dan mungkin saja kamu bisa menyukainya.”

“Memangnya kamu dekat dengannya?” tanya Reynald penuh selidik.

“Tidak juga, sih. Hanya beberapa kali mengobrol dengannya. Menurutku dia gadis yang baik. Aku rasa kali ini Kakek memilih calon yang tepat untukmu!”

“Tepat apanya? Aku bahkan tak bisa memilih pasanganku sendiri,” gerutu Reynald jengkel.

“Sudahlah, terima saja. Aku rasa gadis itu masih jauh lebih baik daripada artis cantik yang selalu mengejarmu itu!” kata Ardant sambil mengangkat dagunya menunjuk seseorang yang berjalan mendekat saat pria itu berjalan keluar dari ruang praktek Reynald. “Bersemangatlah! Semoga harimu menyenangkan,” ucap Ardant lagi sambil tersenyum tipis kemudian pergi meninggalkan Reynald sendirian.

“Hai, Rey!” sapa Safira sambil tersenyum manis diikuti sang managernya. Wanita yang selalu menjaga lekuk tubuhnya agar tetap indah itu pun melangkah menghampiri Reynald sambil membuka kacamata hitamnya.

“Dokter Steven kan di lantai tiga bukan di sini!” kata Reynald dingin dan tak acuh. Pria itu sungguh tak ada waktu untuk meladeni tingkah artis manja yang satu ini. Reynald bahkan tak mau bersusah-susah untuk melihat bahkan melirik Safira.

“Aku ke sini untuk menemuimu, Rey. Tidak bisakah kita bicara berdua?” kata Safira lagi kemudian menyuruh managernya pergi meninggalkan mereka berdua.

“Tak ada yang perlu kita bicarakan, Safira.” Reynald bangkit berdiri dari duduknya. Namun Safira berusaha menghalangi jalannya dan berharap pria itu mau menyisakan fokusnya untuk dirinya walau hanya sejenak. “Jangan halangi jalanku! Aku ada operasi penting siang ini,” ucap dokter tampan itu dengan tatapan menusuk lalu melangkah pergi meninggalkan Safira begitu saja.

“Tunggu Rey!” Safira segera memanggil Reynald sebelum pria itu meninggalkan ruangannya. Namun Reynald sama sekali tak menggubrisnya. “Hhh ... kenapa dia jadi sedingin ini, sih. Padahal dulu dia baik sekali padaku.” Safira mulai menggerutu. “Apa sekarang aku tidak terlihat menarik?” tanya Safira pada managernya yang belum sempat beranjak dari tempatnya saat Reynald meninggalkan mereka.

“Kamu jelas memang menarik sekali. Sampai mata semua pria akan menatapmu ke mana pun kamu pergi. Tapi mungkin dia begitu karena dulu kamu cuma memanfaatkannya supaya bisa kembali pada mantan pacarmu yang tidak baik itu! Padahal dulu dia sangat peduli sekali padamu,” jelas Tania mulai menceramahi Safira seperti biasanya.

“Apa benar dulu dia sepeduli itu padaku?”

“Iya. Kamu saja yang terlalu fokus sama mantanmu itu sampai pria baik seperti dia hanya kamu manfaatkan saja. Pantas saja dia jadi sekecewa ini padamu. Kamu menyesal kan sekarang?”

“Tenang saja. Apapun yang terjadi aku akan mendapatkan hatinya kembali!” kata Safira penuh percaya diri.

“Menurutku itu pasti sulit sekali.”

“Sudah kamu diam saja! Ini urusanku!”

Safira sebenarnya tahu kalau semuanya sudah salah sejak awal. Dia memang pernah memanfaatkan kebaikan dan perhatian dokter tampan itu hanya untuk kepentingan pribadi dan keegoisannya. Walaupun Reynald dengan tulus selalu ada untuknya di saat dia benar-benar terpuruk dulu. Namun kini pria itu berpaling darinya bahkan enggan menatapnya. Namun dia selalu berharap bisa memperbaiki semuanya dan kembali mendapatkan hati Reynald.

Safira melipat kedua tangannya di depan dada sambil berpikit tentang trik apa lagi yang bisa dia lakukan untuk meluluhkan hari dokter tampan pujaannya tersebut. Hingga sebuah senyuman akhirnya mengembang menghiasi bibirnya yang berlapis lipstik merah cerah yang memikat.

Safira segera menyeret Tania ke sebuah restoran dan memesan banyak sekali makanan. Kemudian kembali ke rumah sakit dan mulai membagikan bento makanan yang dia pesan ke semua stasiun perawat yang ada di lantai tempat Reynald bekerja. Safira juga tak lupa menyiapkan kudapan yang sedang hits di media sosial akhir-akhir ini. Sebagai imbalan untuk setiap perawat yang memberi tahunya segala hal tentang Reynald yang selama ini belum diketahuinya.

Sudah beberapa jam ini, Safira berjalan hilir mudik ke sana kemari di dekat ruang praktek Reynald dan berharap bisa bertemu lagi dengan pria pujaannya tersebut. Sampai terdengar suara berat yang memanggil namanya. Sayangnya suara berat itu bukanlah suara yang saat ini sangat ingin dia dengar.

“Safira,” panggil pria itu sekali lagi lalu berjalan cepat menghampiri Safira. “Sedang apa kamu di sini? Bukankah jadwal konsultasi kita besok?”

Safira akhirnya mengangkat wajahnya dan menatap pria di depannya dengan senyum yang dipaksakan. “Ah, Dokter Steven. Aku ada keperluan lain.”

“Di sini?” Pria itu memandang sekeliling ruangan besar dengan beberapa pintu ruang praktek dan stasiun perawat dengan heran. “Ini kan poli bedah?”

Safira hanya bisa tersenyum kaku. “Emang apa masalahnya kalau aku di sini?” tanya Safira balik.

“Kamu sakit?” tanya Steven lagi.

Belum sempat menjawab pertanyaan Steven, sudut mata Safira menemukan sosok yang selama ini ditunggunya baru saja tiba di depan meja perawat bersama Ardant. Senyum semringah mulai mengembang menghiasi bibir Safira dan dengan tak acuh, wanita itu melewati Steven begitu saja untuk menghampiri Reynald.

“Rey!”

****

Ayu Anggun

Hai readers, salam kenal dari aku, penulis yang hobi menggalau. Yuk menggalau bersama ceritaku ini. semoga kalian suka dengan kisah Leanna dan Dokter Reynald.

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status