Alena menatap Arkhan setajam pisau yang terhunus dari hatinya yang berdarah.
Arkhan merasa diserang seribu rasa tidak adil ketika Alena terus membacakan dakwaannya.“Boleh aku minum dulu, Alena?” tanya Arkhan ingin mendinginkan suasana yang makin panas membara. Mata indahnya mengerling ke arah Alena mengisyaratkan bahwa ia tidak mau saling menyakiti dan bersilang kata.“Hmm?” tanya Arkhan mendehem sambil memainkan matanya yang indah. Alis matanya juga terangkat mengikuti gerakan bibirnya yang menggoda.“Duuuh, kalau saja aku tidak melihat dengan mata kepalaku sendiri kamu bermesraan dengan banyak wanita, aku tidak akan menemukan setitik noda pun dari kesempurnaan sikap dan wajahmu.” desah Alena membathin di dalam hati.“Ya, silahkan minum! Aku sampai lupa nawarin.” jawab Alena melempar senyuman tipis.Arkhan dengan gaya machonya menyeruput green tea yang disuguhkan oleh Alena dengan sebuah cangkir.“Alena! Kamu sudah pulang? Kami sangat mengkhawatirkan kamu, Alena!”Begitu Arkhan berlalu meninggalkan rumah Alena, serombongan ibu-ibu yang dari tadi bergerombol segera memberondong rumah Alena. Tentu saja mereka datang dengan alasan prihatin atas kejadian yang menimpa tetangganya itu. Hmm.. bulshit..!“Saya tidak apa-apa!” jawab Alena mencoba tersenyum. Tanpa dipersilahkan masuk apalagi duduk, 5 orang ibu-ibu penghuni kompleks itu sudah duduk berderet rapi memenuhi sofa Alena bagaikan anak SD yang telah mendengar bel tanda masuk kelas. Tentu saja sebagai Nyonya rumah Alena tidak enak untuk mengusir mereka.“Sebenarnya ada sih, Alena? Mengapa sampai ke polisi segala? Kita semua khawatir lho..! Iya kan ibu-ibu...?” terdengar suara Bu Wati mengomandoi ibu-ibu yang lain. Dirinya bertindak seakan-akan ia adalah ketua kelompok dari mereka yang bertamu tanpa diundang ke rumah Alena.“Iyaa.. Alena..!” jawab mereka yang l
“Tiara... Kamu kenapa, Nak? Bangun Tiara...!” dengan tersedu sedan Arkhan menggoyang-goyang lembut tangan Tiara yang tergeletak di dipan rumah sakit tak sadarkan diri.“Kamu lihat bagaimana Anakmu? Dia sangat membutuhkan dana yang besar demi kelangsungan hidupnya. Eh kamu malah enak-enak kan main gila sama janda kere itu! Apa untungnya kamu memacari si Alena itu hah...?” Nova menyilangkan tangan di dada dan terus mengomel panjang pendek. Arkhan terlihat malas untuk meladeninya dan hanya sibuk menangisi putrinya.“Ada apa dengan putrimu, Arkhan?” tiba-tiba sebuah suara muncul di ambang pintu.Arkhan dan Nova menoleh segera ke arah datangnya suara. Terlihat Arcy datang dengan membawa seabrek makanan dan buah-buahan.Nova mengulum senyuman melihat kehadiran wanita itu. Namun senyuman itu diubah menjadi wajah sedih yang jelas-jelas hanya dibuat-buatnya saja.“Tiara sakit lagi, Arcy.” ucap Arkhan lirih.
Alena bergegas menapaki koridor rumah sakit. Beberapa kali ia coba menghubungi Arkhan namun Arkan tidak sekali pun menjawabnya. Beberapa chat yang ia kirimkan bahkan tidak dibaca apalagi dibalasnya. Hal itu tentu saja membuat Alena semakin khawatir akan keadaan Tiara. Syukurlah ia sempat bertanya kepada Arkhan nama rumah sakit tempat Tiara dirawat. Begitu para ibu-ibu penggibah pamit meninggalkan rumahnya, Alena langsung memacu kendaraannya menuju rumah sakit tersebut.Dengan berbekal petunjuk dari resepsionis rumah sakit itu, Alena bergegas mencari kamar tempat Tiara berada. Ia sudah tidak sabar ingin bertemu gadis kecil yang malang itu walau pun Alena tahu ia akan menghadapi sikap sinis Nova. Ia tidak peduli akan hal itu.. Ya.. baginya bertemu dengan Tiara dan melihat gadis kecil itu baik-baik saja adalah yang utama.“Tiara... Malang sekali nasibmu, Nak! Dalam usia yang masih sangat kecil kamu harus menanggung kekerasan hidup yang tak mengenal kasihan.”Alena meratap di d
Perlahan...Tiara membuka kedua kelopak matanya.“Tiara?”“Tante Alena?”“Oooh Tiaraaa... Akhirnya kamu membuka matamu juga, Sayaaang...! Tiara benar-benar telah membuat Tante Alena bahagia!” ucap Alena tersenyum bahagia.Arkhan yang berdiri di samping Alena dan sedikit menunduk ke arah Tiara yang masih terbaring, menyeka air matanya dan segera mengganti wajah dukanya menjadi suka cita.“Anakku!” ucapnya sambil mengelus pipi Tiara.Tiara mencoba tersenyum walau bibirnya masih pucat pasi. Perlahan diangkatnya kedua tangannya. Dengan kedua belah telapak tangan mungilnya itu ia tangkup wajah Alena yang basah.“Tante Alena menangis lagi?”“Ooh tii..tidak Nak! Tante Alena tersenyum sayang. Tante sangat bahagia melihat Tiara bisa tersenyum kembali.”Percakapan Tiara dan Alena telah membuat Nova dan Arcy segera mendekat. Mereka ingin melihat langsung keadaan
“Tiara mau pulang ke rumah Tante Alena... Boleh kan Tante?”Alena dan Arkhan saling bertatapan mendengar sebuah permintaan meluncur begitu saja dari bibir mungil Tiara yang bergerak pelan. Suaranya juga masih sangat lirih bahkan hampir tidak terdengar.Arcy membuang mukanya yang bersemu merah karena merasa tidak diharapkan kehadirannya di tempat itu. Namun ia nekad melingkarkan tangan kanannya di pinggang Arkhan seakan ingin menjelaskan kepada Alena bahwa Arkhan adalah miliknya.Miliknya... Yah... Tentu saja ia merasa memiliki Arkhan karena sudah banyak uang yang ia keluarkan untuk mendapatkan lelaki yang bergelar duda tampan tersebut.“Alena, aku harap kamu mau mengabulkan permintaan putriku. Tiara merasa sangat nyaman bersamamu.” ucap Arkhan sembari menggenggam kedua tangan Alena. Kini posisi mereka berdua berhadapan dan saling bertatapan. Sedangkan Arcy memeluk pinggang Arkhan dari belakang. Namun sepertinya Arkhan tidak memedulikan itu
Tiara kecil berjuang melawan rasa sakit sendirian di ruangan yang seharusnya untuk mendapatkan kesembuhan yang kini telah berubah berfungsi menjadi tempat penyiksaan. Namun tiada seorang pun yang tahu karena penyiksaan itu dilakukan oleh seorang dokter yang berpengalaman dalam berselancar di antara nyawa-nyawa manusia.Dokter Marwa adalah wanita mata duitan yang kejam dan sekali gus pemilik rumah sakit yang cukup besar itu. Ia bebas melakukan apa saja tanpa seorang pun mampu mencegah.Ketika Tiara menggeliat di antara sadar dan tidak, Dokter Marwa menelepon mesra brondongnya.“Helo Pi, paling lambat lusa kita berangkat ke Paris. Kita akan merayakan ulang tahun ke tiga cinta kita disana.” ucapnya dengan menggunakan telepon seluler. Kepalanya mengangguk-angguk entah apa yang di ucapkan oleh lawan bicaranya. Yang jelas perempuan buruk rupa itu tersenyum genit namun terlihat seperti seringai hantu yang menakutkan siapa saja yang memandangnya.Perawat yang kini masih menemani
Kehadiran Jeng Devi yang tiba-tiba tentu saja membuat mereka yang tengah duduk mengelilingi meja petak tersentak. Tapi tampaknya tidak dengan Arkhan. Ia tetap santai menyeruput minumannya dan sekali-kali melempar pandang ke arah Alena. Matanya yang indah menatap Alena dengan tatapan kasmaran. Sungguh menggemaskan.Berbeda dengan sikap Arkhan yang tenang, Nova terlihat sangat gelisah dan gundah gulana menatapi Jeng Devi.“Arkhan...! Apa kamu tidak mendengar aku memanggimu?” serak suara Jeng Devi mengulangi panggilannya kepada lelaki tampan yang kini tengah berada dalam penguasaan Arcy. Kedua perempuan itu pun bertatapan sengit.“Mengapa kamu memperlakukan Arkhan seperti itu?” setengah menghardik Jeng Devi bertanya kepada Arcy yang bergaya seakan tidak mengacuhkan kehadiran Jeng Devi. Wanita yang tak lagi muda itu mungkin hanya di anggap hantu oleh Arcy.Arcy santai bahkan tidak menjawab pertanyaan Jeng Devi yang jelas-jelas ditujukan kepada
Nova berjalan lunglai menyusuri lorong rumah sakit. Malam kini telah datang menguasai waktu dan Tiara kini tergolek lemah di atas dipan rumah sakit.Namun bukan itu yang menjadi pemikiran Nova malam itu. Kalau masalah penyakit Tiara, Dokter Marwa memang patut diandalkan. Dokter Marwa telah memberinya waktu selama 48 jam dan itu artinya dokter jahat itu telah memberikan suntikan kepada Tiara dengan dosis yang akan membuat Tiara tidak siuman selama waktu yang telah ditentukan.Ilmu kedokteran memang semakin canggih. Penyakit bahkan nyawa manusia bisa menjadi permainan bagaikan aliran listrik yang bisa diatur waktunya kapan harus menyalakan dan kapan pula ingin mematikan. Cuma sayang, ilmu pengetahuannya yang sangat luar biasa itu justru jatuh ke tangan seorang dokter yang berhati jahat. Ia memanfaatkannya untuk mengeruk uang tanpa memikirkan keselamatan orang lain.“Sial! Arcy pergi begitu saja setelah kedatangan Jeng Devi. Apakah dia tersinggung dengan sika