Jasmine bekerja seperti biasa. Dia mengantar anaknya ke daycare, lalu kemudian dia berangkat ke kantor. Setiap hari akan ada tatapan yang mengerikan dari bosnya. Seperti yang pernah dia katakan bahwa dia ingin privasi bersama dengan anaknya.
Semua itu tidak mempan bagi Bian untuk tetap mengantar makan siang untuk Noah. Dia juga mengatakan kepada pihak daycare bahwa itu teman dekatnya Jasmine. Jadi, segala pemberian yang Bian berikan tetap diterima atas pemberian izin yang dilakukan oleh Jasmine.Sewaktu dia bekerja dan menyusun jadwal Bian. Ada Edo yang ada di depannya sedang duduk santai dan bermain ponsel. “Apakah hari ini bapak ada kesibukan?”Jasmine yang baru saja selesai dan memberikan tablet kepada Edo. “Dia punya jadwal perjalanan ke luar kota minggu depan.”Tatapan Jasmine kepada Edo sedikit mencurigakan. Pria itu juga sering berkunjung ke daycare dan mengantar makan siang untuk anaknya. “Edo, aku ingin bertanya sesuatu.”Pria itu meletakkan ponselnya di atas meja. “Tanyakan saja!”“Apa yang kamu lakukan di daycare selama ini? Kamu begitu lama di sana. Aku mendapatkan kabar kalau kamu berusaha mendekati anakku.”Edo terlihat panik. Memang seharusnya cukup sampai disitu saja Bian dan juga Edo mengunjungi Noah. “Aku yang menyuruhnya mengantar makan siang.”Jasmine berbalik ketika mendengar Bian di sana masuk begitu saja ke ruangan dia dan Edo. “Saya sudah pernah bilang kalau Noah punya pengawasan khusus.”Berkas diletakkan di atas meja Edo. “Berhentilah bertindak seperti itu, Jasmine! Seolah hidupmu baik-baik saja. Aku juga tahu apa yang aku lakukan. Aku tahu apa yang terbaik untuk dilakukan. Jadi, tidak perlu berlebihan melakukan apa pun.”Dianggap berlebihan karena melarang Edo ke tempat penitipan anaknya. “Jarak daycare ke kantor lumayan jauh. Kenapa kamu tidak menitipkan dia di daycare perusahaan?” tanya Bian yang berdiri sambil melipat kedua tangannya di depannya.“Itu akan merepotkan.”“Aku pernah melihat di banner, biaya perbulan di sana sangat tinggi. Lebih dari setengah gajimu.”Jasmine mengangkat kepalanya. Apa yang dilakukan oleh Jasmine sudah benar. Uang yang digunakan untuk membayar daycare adalah uang yang diberikan oleh Bian ketika mereka bercerai. Pria itu tidak tahu kalau Jasmine hamil oleh hubungan mereka.Kalau dia terus menerima makan siang itu dari Bian. Pertemuan antara Noah dan juga Bian pasti akan terjadi sebentar lagi. Dia tidak ingin kalau anak yang menjadi keluarga satu-satunya untuknya itu diambil oleh Bian.Mengingat pria itu pernah menikahinya demi mendapatkan harta dari orang tuanya sebagai syarat untuk warisannya.Dengan pemikiran tersebut, sudah pasti Bian juga akan melakukan segala cara untuk bisa mengambil Noah darinya. Apalagi dulu, Bian sangat mudah mengajaknya untuk menikah dan juga bercerai ketika sudah mendapatkan semuanya. Pernikahan tanpa melibatkan cinta. Tapi ada ketakutan tersendiri yang dirasakan oleh Jasmine ketika dia mengingat bahwa mantan suami yang ada di depannya ini cukup dingin dan juga egois.Dia tidak mengindahkan apa yang dikatakan oleh Bian tentang penitipannya Noah di daycare.“Apakah kamu tidak mendengarkan ucapanku?”Jasmine yang tadinya fokus pada komputernya langsung melirik ke arah Bian. “Terima kasih atas tawarannya. Noah sudah punya banyak teman di daycare sana. Jadi, tidak perlu memindahkan dia ke tempat ini.”Bian menganggukkan kepalanya. “Bagaimana dengan area bermainnya?”Dia mengatupkan rahangnya. Sedikit menahan emosi kalau Noah terus dibahas oleh Bian. Dia sama sekali tidak tertarik untuk membiarkan anaknya bertemu dengan pria itu dengan segera.“Tidak perlu khawatir, Pak. Noah juga puas dengan tempat bermainnya.”“Anak laki-laki suka bermain bola dan juga basket. Di perusahaan ini, ada daycare dengan fasilitas yang begitu lengkap. Kamu tidak membayar apa pun. Semuanya disediakan oleh perusahaan untuk anak-anak karyawan. Apakah tawaranku juga tidak mempan?”Edo hanya memberikan kode untuknya agar dia menerima tawaran dari Bian. Tapi sama sekali tidak berlaku bagi Jasmine. Dia tidak ingin melakukan itu sekarang. Dia benar-benar ingin mengurus anaknya sendiri tanpa peduli orang lain ingin ikut campur. “Terima kasih. Mungkin akan saya pikirkan lain kali, Pak. Saya juga akan bicara dengan anak saya begitu pulang dari kantor nanti.”Bian menganggukkan kepalanya. “Bagus, Jasmine. Kamu harus melakukan itu.”Dia tidak akan melakukan apa pun setelah pulang. Dia akan pulang mengajak makan malam lalu kemudian istirahat. Dia tidak akan mengatakan apa pun pada anaknya. Apalagi menawarkan pindah.Benar saja setelah dia pulang dari kantor, dia menjemput anaknya ke tempat penitipan anak. Lalu kemudian mengajak si kecil makan malam di luar karena tidak sempat untuk memasak. Di perjalanan, dia hanya mengobrol bersama dengan anaknya seperlunya saja.Tiba di rumah saat hari mulai gelap. Dia mandi dan membiarkan anaknya menonton televisi.Setelah keluar dari kamar mandi dia melihat anaknya bermain mainan baru. “Noah, siapa yang memberikan itu?”“Om Edo sama om Bian.”Bian ke daycare? Seingatnya Edo yang sering ditugaskan ke sana. Tadi juga Bian dan Edo hanya keluar makan siang bersama. Tapi justru dia melihat anaknya sendiri membawa mainan baru. “Apakah mereka berdua ke daycare hari ini?”Noah mengangguk. “Ya, om Edo dan om Bian kasih mainan ini.”Setelah mendengar pengakuan dari anaknya. Dia menghentikan aktivitasnya mengeringkan rambutnya barusan. Mendengar kalau Bian sudah mulai ke sana itu akan menyebabkan masalah baru.Dia tidak membenci Bian. Sama sekali tidak.Rumah mewah ini adalah pemberian mantan suaminya sehingga dia memiliki tempat paling nyaman. Kedua, dia juga diberikan kendaraan dan sejumlah uang yang sampai hari ini tidak habis.Bian bukan orang jahat, tapi agak sedikit nekat. Dia tahu kalau Bian sangat baik. Mengingat selama pernikahan mereka terjalin dulu, Bian bahkan tidak pernah menyakitinya. Baik dari segi ucapan maupun tindakan. Bian sangat memperlakukan dia dengan baik.“Ma, aku ngantuk,” ucap anaknya saat Jasmine membawa pekerjaan ke rumah. Lalu anaknya yang tiba-tiba menghampiri mengatakan bahwa dia mengantuk.Jasmine mematikan laptop dan segera menemani anaknya tidur. Hanya anak ini yang dia miliki. Sama sekali dia tidak berniat untuk pulang ke rumah orang tuanya. Dia juga tidak berminat lagi untuk hidup di sana. Apalagi sekadar menyapa.Noah ke tempat tidur setelah anak itu ke kamar kecil tadinya.Lalu perlahan si kecil memejamkan mata dan memeluk Jasmine. Ditatapnya si kecil dengan lekat. Pejaman mata dan wajah yang sangat tenang ini adalah benar-benar mirip dengan Bian. Karakternya Noah juga sedikit mirip dengan pria itu yang sangat peka terhadap apa pun yang dibutuhkan oleh Jasmine dulu.Keheningan menyelimuti mereka berdua. Suara deru napas yang begitu tenang mulai terdengar. Jasmine mengusap kepala anaknya agar tidur lebih nyenyak lagi.“Jangan pernah tinggalkan, Mama! Suatu saat kamu pasti akan bertemu lagi dengan orang yang kamu panggil om yang ternyata adalah papa kamu sendiri, Noah. Dia orang baik, Mama tidak bisa membencinya karena dia begitu baik dari dulu. Mama hanya ingin menjauhinya karena dia sudah bertunangan dengan Freya. Itu juga untuk menyelamatkan kamu.”Bian tidak ingin mengambil keputusan yang fatal lagi seperti kemarin-kemarin. Dia tidak mau kalau dia dan istrinya bercerai lantaran dirinya yang tidak bisa menjadi suami yang baik. Dia menganggap perasaan istrinya terlalu lebay. Dia menganggap perasaan istrinya berlebihan ketika wanita itu cemburu. Padahal, yang terjadi sebenarnya adalah dirinya tidak pernah lagi mengerti bagaimana rasanya dicemburui. Tidak pernah merasakan itu sebelumnya pada wanita lain. Freya tidak pernah cemburu padanya, Adelia tidak pernah peduli terhadapnya. Berbeda dengan Jasmine yang bahkan menangis karena ulahnya. Sepele, tapi menyakiti istrinya. Bian tidak mau lagi melakukan itu dan menyakiti Jasmine lebih dalam lagi. Sekarang, dia ingin hidup dengan akur dan baik-baik saja bersama dengan istrinya. Dia menuduh Jasmine berubah ketika pulang dari rumahnya Ulfa. Tanpa dia sendiri sadari kalau selama ini yang membuat istrinya berubah adalah ulahnya sendiri. Bian terlalu jauh membuat istrinya menderita. Dia
“Dari sekian banyak pilihan, kenapa kamu memutuskan untuk bercerai sama aku, Mas?” Padahal Bian sendiri tahu, semenjak mereka bertengkar. Jasmine selalu menangis tengah malam. Bian menyadarinya, tidak ingin mengganggu istrinya malam itu. Pelariannya ke alkohol juga tidak mempan. Rasanya masih terlalu sakit kalau dia ingat betapa bodohnya dia. Secara naluri, dia masih menyayangi istrinya. Dia juga tidak ingin berpisah dengan istrinya. Jasmine adalah orang yang dia cintai. Dunia ini seolah-olah akan berhenti begitu Bian mengatakan ingin bercerai dari istrinya. Padahal dia sendiri sangat tahu kalau dirinya sangat mencintai istrinya. Dia meninggalkan semua wanita demi bisa bertahan dengan istrinya. Dia tidak meminta pendapat dari orang lain. Dia hanya berharap kalau ini akan segera selesai. Yaitu dengan cara melepaskan wanita yang begitu dicintainya. Memang dari awal Bian sudah merasa kalau dirinya itu tidak bisa menjaga rumah tangganya lagi. Bian juga sudah berusaha bertahan, namun
Bian menganggap remeh rasa cemburunya Jasmine yang selama ini dia rasakan. Tidak menyangka kalau kalimat itu keluar dari mulut suaminya sendiri. Dia tidak pernah menduga kalau suaminya akan menganggap perasaannya tidak penting seperti itu. Setelah pertengkaran beberapa malam yang lalu. Bian pun tidak ada kata permintaan maaf sampai detik ini. Jasmine yang merasa kalau suaminya memang sangat sulit untuk mengerti perasaannya. Menikah dengan Bian dua kali, tidak serta merta membuatnya merasa baik-baik saja. Menikah hanya karena alasan demi anak. Tapi juga tidak baik untuk kesehatan mentalnya. Memang Bian baik terhadap anak-anak, ternyata pria itu abaikan semua yang dikatakan oleh Jasmine. Memang benar, dia harusnya diam saja tanpa banyak protes terhadap rumah tangganya. Tidak layak juga protes kalau tidak pernah didengarkan. Jasmine mulai menyesali ketika dia memberontak malam itu. Mulai menyesal telah mengeluarkan semua yang ada di dalam hatinya. Mulai merasa kalau dirinya tidak a
“Pa, Papa nggak berantem sama mama, kan?” Bian sedang berenang berdua dengan Noah, anaknya bertanya tentang kondisi rumah tangga mereka. Bian memang tidak pernah bertengkar dengan istrinya. Bian sedang di tepi kolam renang justru tersenyum dengan pertanyaan anaknya. Tidak ada pertengkaran apa pun yang terjadi di dalam rumah tangga mereka. Hanya saja, beberapa hari yang lalu Jasmine mengatakan dirinya sedang lelah saja. “Mama cuman capek aja, Noah. Setiap ibu pasti akan merasakan itu.” “Tapi, Pa. Papa kenapa ketemu lagi sama Nina dan mamanya?” Bian yang tadinya mengabaikan soal itu, tiba-tiba saja dia menoleh kepada anaknya. “Dari mana kamu tahu?” “Pak Egi bilang sama aku tadi waktu jemput ke tempat les. Katanya, Pak Egi sama mama ke taman belakang kantor waktu antar makan siang. Terus Papa di sana sama Nina dan mamanya.” Bian bertemu dengan Adelia tidak ada maksud apa-apa, dia hanya menemui wanita itu lantaran Nina ingin bertemu dengannya. Tidak ada maksud lain yang Bian laku
Seminggu dia pergi bersama dengan Celia. Bian tidak menghubunginya apalagi bertanya apakah dia sudah sampai atau tidak. Justru dia dibiarkan begitu saja. Tidak seperti biasanya, memang pria itu sudah berubah. Jasmine tadinya memang ingin liburan bersama dengan Celia berdua. Setelah dikabari oleh kakak sepupunya kalau Ulfa ada di rumah kakaknya. Jasmine pun akhirnya ke sana dan jaraknya lebih dekat. Dia juga cerita keluh kesahnya dan menceritakan bagaimana Bian dulu juga pernah main wanita di masa lalu. Jasmine yang baru mengenal cinta justru terjebak dalam pernikahan waktu itu. Dia cemburu, tidak bisa mengungkapkannya. Sekarang, dia cemburu. Masih bisa diam juga tanpa berani berkata apa-apa. “Terus, mau sampai kapan kamu sama Celia di sini?” tanya Halim, kakak sepupunya. Jasmine duduk di sebelah kakak sepupunya di sebuah taman yang ada di rumah itu. “Mungkin lusa akan pulang. Kasihan Noah juga di sana.” Dulu, dia menerima Bian kembali karena dia kasihan kepada Noah. Lalu kemudia
“Ada yang ingin kamu omongin sama aku nggak, Mas?” Jasmine ingin tahu apakah suaminya ingin mengatakan sesuatu seperti pertemuan atau apa pun itu. Dia akan mendengarkan semuanya. Terutama dia tidak akan berpikir berlebihan setelah mengetahui suaminya masih bertemu dengan mantan istrinya. Kalau itu adalah Freya, mungkin tidak akan sesakit ini.Merasa dikhianati oleh suaminya lantaran Bian tidak mengatakan apa pun dengan jujur. Pertemuan yang dilakukan di belakang Jasmine termasuk kejahatan dalam rumah tangga. Hilangnya kejujuran dan juga tidak ada yang tahu apa yang terjadi setelahnya. Bian meletakkan ponselnya di atas meja. Menatap Jasmine kemudian tersenyum. “Nggak ada, Sayang.” Jasmine menganggukkan kepalanya dengan perlahan, dia tahu kalau ternyata suaminya hanya pura-pura. Bahkan dari kemarin, Bian tidak meminta jatahnya. Ada apa? Kenapa pria itu berubah sekarang? Jasmine merasa seorang istri yang hanya menerima kesalahan Bian beberapa kali. Tahu kalau watak main wanita itu t