“Pertemuan seperti apa yang kalian inginkan, seandainya diberi kesempatan bertemu lagi dengan seseorang yang sangat kalian rindukan?”
“Aku? Em …. kalau aku menginginkan pertemuan yang romantis. Di mana aku dan dia sedang berada di sebuah ruangan, dan orkestra dari penyanyi yang paling aku sukai baru saja selesai digelar. Kami masih duduk di kursi masing-masing saat semua penonton sudah keluar dari ruangan itu. Hingga beberapa menit kemudian, kami tanpa sengaja berdiri bersamaan. Dia menatapku dan aku pun menatapnya. Tanpa mengeluarkan suara kami saling melempar senyum, lalu tiba-tiba saja lagu orkestra favoritku kembali berkumandang. Manis bukan?”BRAKSuara gebrakan meja meruntuhkan khayalan seorang gadis yang sedang duduk di bangku kayu berwarna cokelat dengan bau pelitur yang masih sedikit menyengat. Gadis itu hanya bisa melihat dari samping wajah pria yang sejak datang bersamanya terus saja marah-marah. “Dia sengaja menabrakkan mobilnya Pak, tidak bisakah Anda garis bawahi se-nga-ja. Berapa kali saya harus menjelaskan supaya Bapak mengerti?” Salah satu ruangan di kantor polisi itu berisik meskipun hanya satu orang yang kini sedang berbicara. Pria muda dengan kemeja putih tergulung sampai siku nampak berkacak pinggang. Ia tidak mau duduk kembali meski petugas sudah berulang kali memintanya.“Dia kesal karena tidak mendapatkan barang yang dia inginkan, dia sengaja mengejar saya dan menabrakkan mobilnya.” Seorang gadis mengedipkan matanya berkali-kali, kepalanya seolah berputar mengingat kenangan terakhirnya bersama pria yang sedang marah-marah ini. Aksara Rain Prawira. Ya, Rain. Pria berumur dua puluh empat tahun yang menjabat sebagai direktur pemasaran di PG Factory yang merupakan perusahaan milik orangtuanya sendiri itu terlihat murka. Sementara, seorang gadis yang dia gelandang ke kantor polisi beberapa menit yang lalu nampak duduk diam dan terus memandanginya.“Mbak ada KTP?” tanya polisi ke Embun yang melamun. Ia tersentak kaget, matanya bertubrukan dengan mata Rain, tapi pria itu seketika membuang muka seolah tak sudi melihat wajahnya.Embun pun mengeluarkan sebuah kertas dari dalam tas yang sejak tadi dia pangku, meski terlihat cuek Rain diam-diam mencuri pandang ke arahnya meskipun hanya menggunakan ekor mata.“KTP saya belum jadi Pak,” jawab Embun ragu.“Lihat ‘kan Pak! saya yakin dia juga belum punya SIM,” ketus Rain dengan sorot mata penuh amarah.Embun mengerucutkan bibir, dia mencoba membalas tatapan sinis Rain dengan kedipan mata genit. Tanpa berniat mengingkari masa lalu, dia sadar sudah mematahkan hati pria itu. Embun yang awalnya merasa sangat percaya diri jika bertemu lagi dengan Rain menjadi berkecil hati.Beberapa jam yang lalu
Suara kucuran cairan dan aroma kopi yang menyeruak memanjakan indera penciuman seorang gadis cantik, tubuhnya ramping, rambut panjangnya dengan bagian bawah bergelombang dia ikat sembarangan. Ia membawa secangkir kopi yang dia buat dan berjalan menuju sisi ruangan. Embun membuka korden jendela kamarnya yang berada di lantai dua belas sebuah hotel bintang lima. Sudah dua minggu ini gadis bernama lengkap Embun Sky Jordan itu tinggal di salah satu kamar di hotel itu. Sebagai anak pengusaha terkenal, wajar baginya mendapat sebuah kemewahan. Salah satunya adalah hotel yang dia tempati sekarang.Kamar hotel itu menjadi tempat tinggal bagi Embun, dia bahkan memiliki pantry lengkap dengan sebuah kompor listrik. Bukannya tidak mampu membelikan rumah atau apartemen, orangtuanya bahkan memiliki rumah di kota itu, tapi bukan Embun namanya jika memiliki keinginan seperti manusia biasa, dia memang ingin tinggal di sana.“Bu, kakek bilang kamu tidak mengunjunginya lagi sejak pertama kali datang ke Indonesia. Apa yang kamu lakukan? Mereka semua mencemaskanmu, mami sudah bilang kamu tinggal saja di rumah kakek atau di rumah paman. Kenapa malah memilih tinggal di hotel?” Embun tersenyum kecil dan menatap ponsel di nakas yang baru saja dia geser tombol hijaunya. Jojo-sang mami menelepon dan memberondongnya dengan banyak pertanyaan. Gadis itu melirik angka di sudut benda berbentuk persegi panjang itu. Sekarang hampir pukul sepuluh pagi, itu berarti sang mami sedang meneleponnya sekitar jam dua siang waktu Australia. “Mami tidak tidur siang?” tanyanya santai.“Tidak usah menanyakan hal lain ke Mami!”Bentakan Jojo malah membuat Embun geli, dia meletakkan cangkir kopinya di atas meja lantas duduk dengan santai di sofa. Kini, dia meraih ponsel, mematikan mode pengeras suara lantas menempelkan benda itu ke telinga.“Aku sibuk mengurus beberapa dokumen penting. Mami tahu ‘kan seperti apa birokrasi di sini?” Embun membela diri. Beberapa detik tak mendapat respon dari sang mami, Embun pun kembali berucap,”Mi, aku sedang berpikir. Bagaimana kalau aku mencalonkan diri sebagai presiden? Aku ingin mengubah tatanan negara ini.”“Halu!” sembur Jojo. Di seberang sana wanita itu menggelengkan kepala mendengar ocehan sang putri yang menurutnya mengada-ada. Suara tawa Embun membuatnya sedikit lega. Namun, Jojo tiba-tiba menggigit bibir bawah, dia ragu ingin menanyakan sesuatu ke putrinya. “Bu, apa kamu sudah bertemu dengan Mama Rea dan Bening?”Karena pertanyaan itu, tawa seketika sirna dari bibir Embun. Sejak enam tahun yang lalu Embun seolah memutus tali silaturahmi. Dia sakit hati dengan Rea-wanita yang melahirkannya dan Bening-saudara kandungnya.“Belum, karena aku belum ada waktu,” jawab Embun. Ia takut terkena omelan Jojo. Meski ibu sambungnya itu tahu dia kembali ke Indonesia untuk mengelola bisnis hotel sang papi, tapi jelas Jojo juga ingin Embun memperbaiki hubungan dengan Rea dan Bening.Jojo sadar pasti berat untuk Embun. Ia bahkan harus terus memantau perkembangan mental putri tirinya itu. Pasalnya enam tahun yang lalu saat masih duduk di bangku SMA, Embun pernah mengalami kejadian yang sangat menyedihkan. Ia begitu terpukul mengetahui fakta perihal kelahirannya. Embun terlahir karena perkosaan yang dilakukan Axel-papinya ke Rea, dan satu hal yang membuat jiwa Embun semakin terguncang adalah pengakuan Rea, bahwa dia sama sekali tidak mengharapkan kehadirannya.Sebelum mengetahui sejarah kelahiran mereka yang memiliki satu ibu tapi berbeda ayah. Bening-saudara kembarnya begitu menyayangi Embun, hingga seorang pria hadir dan membuat rasa persaudaraan itu memudar. Kecemburuan Bening dan kelabilan jiwa remaja membuat gadis itu menjadi jahat, rasa iri menggerogoti hati, dan berujung melukai. Salah satu hal yang membuat Embun sangat terluka adalah ucapan Bening, gadis itu berkata menyesal dilahirkan sebagai saudara kembarnya.“Bu, bagaimanapun Rea mama kandungmu dan Bening adalah saudaramu, kamu bukan anak kecil lagi. Bisa ‘kan kamu mengesampingkan ego?” ucap Jojo hati-hati, dia tidak ingin menyinggung perasaan sang putri. “Bu, Mami yakin, Bening juga pasti merindukanmu,” imbuhnya. Ya, selama enam tahun ini Embun menutup diri, dia sama sekali tidak mau berhubungan dengan keluarga ibu kandungnya. Embun berlagak tak peduli tapi diam-diam mencari tahu tentang kehidupan mereka.“Em … mungkin lusa aku akan mencoba menemui mereka,”jawab Embun datar, sekadar melegakan hati sang mami.“Lalu Rain, apa kamu sudah bertemu dengannya?”Embun terdiam saat Jojo menyebutkan nama itu. Rain, Ya, Rain. Sosok yang sebenarnya paling ingin dia temui melebihi keinginan bertemu dengan mama dan saudara kandungnya sendiri. “Sudah,” lirih Embun.Jojo menegakkan punggung, dia begitu antusias mendengar jawaban sang putri hingga bertanya lagi. “Bagaimana dia sekarang? Apa dia semakin tampan? Apa dia sudah punya pacar atau malah dia sudah memiliki istri?”“Kalau itu aku tidak tahu, karena aku hanya mencarinya di gulugulu, aku melihat profilnya di internet.”Jojo menekuk bibir kesal, dia jauhkan ponselnya dan mengepalkan tangan ke depan layar. “Dasar!”“Aku tahu Mi, Rain bekerja di perusahaan papanya, dia menjabat sebagai direktur di sana.”“Apa kamu berniat menemuinya?” tanya Jojo penasaran.Embun terdiam cukup lama, hingga pengingat di ponselnya berbunyi. Hari itu sebuah toko parfum merek kesukaannya meluncurkan koleksi parfum edisi terbatas. Dia berniat mendapatkannya, meski banyak jasa titip bertebaran, dia ingin membelinya sendiri. Sayangnya hanya ada satu toko yang menjual merek parfum itu di Indonesia, dan Embun berniat mendapatkannya dengan usahanya sendiri. “Ya, ya Mi, aku pasti akan menemuinya.” Embun berdiri mengambil baju ganti dengan tergesa-gesa, dia mengapit ponsel di antara telinga dan pundak, meminta izin ke Jojo untuk mengakhiri panggilan karena dia harus buru-buru menuju pusat perbelanjaan di mana toko parfum itu berada.“Hati-hati! dan jangan lupa minum obatmu!” teriak Jojo sebelum Embun mematikan panggilan, dan melempar ponselnya ke atas ranjang.“Onty … onty, ya ampun aku harus bagaimana ini?” Una panik setelah mengabari Rain bahwa Embun sakit perut dan mungkin saja akan melahirkan. Remaja itu belutut di depan Embun dan malah bernafas dengan mulut sama seperti yang Embun lakukan. “Huh … hah … huh … hah, nafas onty nafas.” Una merasa perutnya ikut mulas, sudah menjadi kebiasaan jika panik dia akan merasa sakit perut. “Tolong ambilkan air!” pinta Embun. Una pun bergegas bangkit. Kakinya bahkan sampai membentur meja karena terburu-buru. Embun merogoh tasnya untuk mengambil ponsel. Ia menghubungi Jojo dan meminta maaf ke wanita itu. “Sakit Mi!” tangisnya pecah, meski Jojo bukanlah yang melahirkannya, tapi Embun selama ini selalu berpikir bahwa Jojo ibu kandungnya. “Sabar Bu, memang begitu rasanya. Apa Rain sudah menjemputmu? Atau Mami harus ke sana?” Embun menggeleng tanpa sadar, padahal dia dan Jojo tidak sedang bertatap muka. Hingga Una meraih ponsel itu dan menggantikannya dengan segelas air. “Halo, Oma ini Una. Onty Em
Dua Bulan kemudian Rain hari itu merasa ketar-ketir karena Embun masih saja berangkat bekerja. Kehamilan istrinya itu sudah melewati hari perkiraan lahir, tapi belum juga ada tanda-tanda Boo ingin terlahir ke dunia. Alasan Embun bersikeras bekerja hari itu karena ingin menemui sendiri klien yang akan menyewa ballroom B Hotel untuk gelaran resepsi pernikahan. “Bu, terus kantongi ponselmu, jika merasakan kontraksi kamu harus segera meneleponku,” ucap Rain sebelum Embun turun dari mobil, perasaannya tidak enak. Ia sangat cemas dengan kondisi sang istri. “Iya daddy sayang.” Embun mencondongkan muka dan menyodorkan bibir. Rain yang khawatir seketika merasa gemas dan tertawa, dia menyambar bibir Embun sebelum mengusap putrinya yang masih nyaman berada di perut sang istri. “Ayolah Boo, apa kamu tidak ingin secepatnya melihat Daddy? Daddy dan Mommy sudah menyiapkan nama yang indah untukmu.” Rain berbicara dengan tangan yang masih mengusap perut Embun, mendongak untuk melihat ekspresi san
Sadar bahwa masalah tentang kelahiran mereka pasti akan terus menjadi kontroversi jika tidak segera diakhiri. Hari itu Bening dan Embun datang ke stasiun TV milik orangtua teman Bening. Keduanya ingin menceritakan sejarah kelahiran mereka. Baik Embun dan Bening sudah meminta izin pada orangtua masing-masing. Mereka berjanji tidak akan menyinggung tentang pemerkosaan, Bening berkata akan menyampaikan hal ini dengan kalimat yang berbeda. Menurutnya tidak perlu menjelaskan secara detail kepada orang, yang terpenting orang-orang paham intinya. Berjalan menuju ruang make up sebelum acara, sudah tiga bulan ini Embun tidak mendengar kabar tentang suami Bening. Membaca gelagat dari sang saudara kembar, Embun yakin pasti terjadi masalah di antara Bening dan Glass. Namun, dia tak berani bertanya. Embun hanya membahas apa yang akan mereka sampaikan di acara nanti. “Wah … Anda sedang hamil berapa bulan?” tanya penata rias ke Embun. Calon ibu muda itu pun menatap bagian perutnya, jika perhitun
Malam itu juga Rain memanggil dua bodyguard yang Bianca hadiahkan untuk istrinya ke apartemen, bahkan Sky juga tak lolos dari murka sang kakak ipar. Embun merasa sangat bersalah, dia duduk di kursi dekat meja pajangan dengan Rain yang berdiri di depan ketiga pria itu dengan berkacak pinggang.“Kalian tahu, seekor nyamuk saja tidak boleh menggigit istriku? Tapi kenapa kalian membiarkan dia lecet, Ha!”Sky sampai terjingkat karena kaget, ternyata betul yang dikatakan oleh sang mami sebelum dia datang tadi. Rain sangat bucin ke kakaknya, Rain tidak bisa melihat Embun kenapa-napa.“Rain!” panggil Embun manja, dia malu bercampur tak enak hati ke pengawal dan adiknya karena tingkah sang suami.“Sudah kamu duduk manis saja di sana! aku harus memberi pelajaran ke mereka,” ucap Rain yang menoleh ke Embun hanya sepersekian detik saja.“Maaf kakak ipar, jika boleh membela diri sebenarnya aku juga tidak menginginkan hal ini terjadi pada kakakku yang berharga, tapi semua ini di luar kendali kami,”
“Ah … apa itu bayinya?” Sky yang pagi itu ikut Embun dan Rain ke dokter kandungan terlihat sangat antusias, dia bahkan berdiri tepat di samping monitor yang layarnya sedang menunjukkan kondisi calon keponakan yang masih berada dalam kandungan.“Iya, ini calon keponakan Anda,” jawab perawat yang membantu dokter. “Apa kamu sudah tahu apa jenis kelamin keponakanmu?” tanya Rain. “Dia perempuan,” jawabnya langsung tanpa menunggu Sky berkata iya.“Wah … dia akan menjadi kesayanganku,” ucap Sky spontan dan membuat Rain berdecak sebal.“Dia akan menjadi kesayangan semua orang tidak hanya dirimu,” sewot Rain.Embun yang masih berbaring di atas ranjang pun hanya tertawa geli, tangannya terus saja menggenggam erat tangan Rain yang selalu menemaninya saat memeriksakan kandungan, berbeda dengan sang kembaran yang selalu menolak ditemani sang suami memeriksakan kandungan. Jika dihitung sejak kebohongan yang dibuat harusnya Bening sudah hamil sekitar enam bulan. Embun heran bagaimana cara Bening m
“Menculik? Siapa yang menculikmu?” Rain menatap Embun penuh tanda tanya, sedangkan gadis itu merasa sangat bersalah ke Bianca karena keceplosan. Ia tahu suaminya begitu bucin padanya, jika Rain sampai tahu bahwa Bianca lah yang memerintahkan dua orang menyekapnya malam itu, habislah. Suasana hening, hanya Skala yang bergerak dan itu pun hanya kepalanya saja yang menoleh ke arah sang istri, Rain dan Embun. Hingga pembantunya yang baru saja masuk ke dalam rumah mendekat. Kekey tiba-tiba merinding karena ruang makan terasa sangat dingin, sampai dia mengambil remote AC dan menaikkan suhunya. “Permisi nyonya, ada mas Bego diluar,” ucap Kekey. “Dih … apaan sih Key, masa orang dikatain Bego,”gerutu Cloud yang tadi terdiam karena mulutnya penuh dengan kue. “Itu lho Non, bodyguard yang biasa nyonya sewa. Mas Beno dan Mas Gogon sudah datang.” Bianca pun tersadar tapi seketika matanya membelalak lebar. “Siapa?” Nada suaranya yang tinggi sampai membuat semua orang terjingkat.***Bianca be