Share

6. Gosip

Suara pecahan serta benda-benda jatuh masih terus terdengar di ruangan Allarick. Sepeninggal Lucas dan Elleza, pria itu langsung kembali ke ruangannya dan membanting barang-barang yang ada di ruangannya untuk melampiaskan emosi.

Brakk

Kepalan tangan Allarick kembali menghantam meja. “Arghhh kau tidak bisa melakukan ini padaku Elle!! Kau tidak bisa pergi dariku!!” teriaknya.

“Kau sudah masuk ke dalam hidupku dan berhasil membuatku jatuh padamu. Untuk itu, kau tak akan pernah bisa pergi semaumu, Elle. Kalau dengan cara halus kau tetap keras kepala, maka aku akan menggunakan cara kasar dan licik untuk membuatmu kembali padaku,” lanjutnya dengan seringai tipis.

Laki-laki itu mulai tenang, ia beranjak ke arah sofa dan mendudukkan diri. Tangannya terjulur ke arah laci kecil di samping sofa untuk mengambil sesuatu yang ia simpan di sana.

Glek

Pria itu menenggak minuman alkohol langsung dari botolnya, “Ah, hanya kau yang bisa membuatku mabuk di jam kerja seperti ini, Elle.” Allarick terkekeh, sesaat kemudian pandangannya kembali menajam.

“Dan kau Laura. Tunggu kehancuranmu, bitch.”

Suara pintu yang terbuka tak mengalihkan perhatian Allarick. Ia tetap melanjutkan acara minumnya sampai botol yang ia pegang itu di rebut darinya.

“Apa-apaan kau ini Allarick!!”

“Ck, kembalikan!!” Tangan Allarick berusaha mengambil botol itu kembali, namun gagal.

Gwen—yang memegang botol minuman, menjauhkan benda itu dari Allarick dengan cepat. Ia membuangnya ke tempat sampah, lalu duduk di sofa samping Allarick.

“Sebenarnya apa yang terjadi antara kau dan Elle, Al? Aku shock saat mendengar para karyawan bergosip tentang kalian, apalagi berita-berita juga membahas hal yang sama.”

Allarick menghempaskan tubuhnya ke sandaran sofa, ia mengacak rambut frustasi dengan nafas yang tak beraturan. Pria itu benar-benar kacau.

“Aku pikir, kalian akan segera menikah. Tapi ternyata..” Gwen berkata lesu.

Kalimat itu mengalihkan perhatian Allarick. Ia menoleh menatap kakak sepupu yang merangkap sebagai sekretarisnya itu dengan tatapan yang sulit di artikan. Ia bahkan berpikir sama, jika insiden malam itu tak terjadi, mungkin sekarang mereka sudah merencanakan pernikahan.

“Ini hanya salah paham Gwen. Aku juga tak pernah menyangka kalau Elle akan melakukan itu,” ucapnya sendu.

“Jadi, Elle yang memutuskan pertunangan kalian?!” pekik Gwen.

Allarick mengangguk malas. “Bukankah kau sudah dengar dari gosip dan berita sampah itu? Kenapa masih bertanya,” kesalnya.

“Yang beredar di luaran sana. Pertunangan kalian putus karena kesepakatan kedua belah pihak, dengan alasan klise yaitu ketidakcocokan. Kau pasti belum melihat beritanya kan?”

Yah, Allarick memang belum melihat atau mendengar apapun gosip dan berita tentang mereka. Ia tak terkejut dengan langkah keluarga Elleza yang tak mempublish alasan sebenarnya di balik keputusan sepihak gadis itu. Ia rasa, itu memang langkah terbaik untuk menjaga nama baik kedua keluarga. Daripada mengatakan yang sebenarnya, nantinya hanya akan berujung dengan kemunculan berita-berita lain yang sudah ‘digoreng’ oleh beberapa oknum.

“Nanti ke rumahku, kau harus cerita semuanya!! Jayden juga rindu dengan paman temboknya.” Usai mengatakan itu, Gwen kembali keluar. Tak lupa ia meletakkan berkas yang tadi ia bawa di meja kerja Allarick yang berantakan.

Allarick berdecak, ia tak bisa menolak untuk bertemu Jayden yang menyebalkan tapi menggemaskan itu. Ia juga sudah bisa menebak, kalau nanti Gwen akan memarahinya habis-habisan setelah ia bercerita yang sebenarnya, karena Gwen sangat sayang pada Elleza dan sudah menganggap gadis itu sebagai adik.

Sebaiknya ia segera menghubungi suami Gwen yang berprofesi sebagai dokter itu agar pulang cepat nanti. Setidaknya jika ada pawang, Gwen tak akan terlalu brutal.

***

Bukan hanya di kantor Allarick, di perusahaan Ainsley pun juga sama. Sepanjang perjalanan menuju ruangannya, banyak sekali karyawan yang bergosip dan memandang Elleza dengan pandangan berbeda-beda setiap ia lewat.

“Papa saya mempekerjakan para karyawan bukan untuk bergosip!!” sarkas Lucas, membuat para karyawan yang bergosip itu seketika diam dan menunduk takut.

Elleza hanya diam dan terus melangkah. Ia tau mereka kebanyakan menatapnya dengan kasihan, karena mereka berpikir ia yang paling patah hati di situasi ini. Sudah bukan rahasia umum lagi kalau Elleza lah yang lebih menyukai Allarick. Ia bahkan tak malu untuk menunjukkan rasa sukanya pada pria arogan itu.

Ketika ada beberapa orang yang mengatakan pernah melihat Allarick bersama perempuan lain pun, Elleza hanya tersenyum dan mengatakan bahwa perempuan itu mungkin hanya teman atau rekan kerja Allarick. Padahal ia tau betul kalau perempuan yang di maksud orang-orang itu adalah Laura, yang saat itu masih menyandang status sebagai kekasih Allarick.

“Jangan di dengarkan, Elle. Omongan mereka itu hanya sampah!”

Celetukan itu menghadirkan senyum di bibir Elleza. Temannya yang bernama Tamara—si manajer keuangan itu memang tidak suka basa-basi. Dia juga tidak mau ribet untuk sekedar memfilter kalimat yang keluar dari mulutnya.

Lucas terkekeh, si Tamara itu memang terlalu frontal. Tapi saat bekerja, gadis itu sangat profesional. Tanpa mau mengganggu obrolan perempuan, Lucas pergi terlebih dulu menuju ruangannya.

“Daripada pusing, ayo nanti kita belanja!!” seru Tamara, di angguki Elleza dengan semangat.

***

Ketika perasaan sedang gundah dan pikiran sedang kacau, yang dapat membuat suasana hati Elleza membaik hanya ada dua, yang pertama adalah menemui Allarick, dan yang kedua belanja sepuasnya dengan menggunakan credit card Lucas.

Berhubung kali ini yang membuat hati dan pikirannya kacau adalah Allarick, maka yang ia lakukan untuk menghibur diri tentu saja berbelanja. Apalagi Tamara juga sudah mengajaknya sejak masih di kantor tadi.

“Okay, yang pertama kita kemana?” Tamara merangkul bahu Elleza sambil melihat-lihat sekeliling mall.

Elleza menggiring Tamara ke sebelah kiri. “Kita isi tenaga dulu sebelum menghabiskan uang kak Lucas,” ucapnya santai.

“Itu kan kau. Tetap saja aku menggunakan uangku sendiri.” Tamara berdecak, sambil mengikuti langkah Elleza menuju salah satu restoran Jepang yang ada di sana.

“Pakai ini saja, kak Lucas tak akan tau.”

“Tidak, terima kasih. Uangku masih cukup banyak untuk sekedar berfoya-foya sampai tahun depan.”

Ucapan Tamara itu menghadirkan kekehan di bibir Elleza. Yah, Tamara dan harga dirinya yang selalu di junjung tinggi adalah sesuatu yang tak bisa di pisahkan. Bahkan Elleza yakin, kalau Tamara memiliki kekasih suatu saat nanti, pasti kekasihnya itu akan sering merasa tidak berguna lantaran Tamara yang terlalu mandiri dalam segala hal, terutama finansial.

Usai mengisi perut, keduanya mulai menjalankan misi untuk menambah koleksi pakaian dan aksesoris. Elleza berdecak pelan karena kegiatannya memilih baju harus terganggu oleh ocehan Tamara yang tak berhenti sejak tadi.

“Sudahlah Tamara. Kau tidak mau berbelanja, huh? Mengapa mengikutiku terus!!” protes Elleza, menatap dress biru dan putih di kedua tangannya.

“Kau ini. Aku mengkhawatirkanmu, kau tau? Apa kata kakakmu nanti kalau pulang-pulang kau sakit perut? Bisa-bisa aku langsung di pecat.”

Elleza terkekeh, tangannya masih menimang mana dress yang akan ia pilih. “Makan ramen pedas sekali tak akan membuatku mati Tam. Sudahlah, aku tidak apa. Beri tahu aku mana yang harus kupilih?” Ia menunjukkan dua dress itu pada Tamara.

“Sudahlah terserah,” ucap Tamara sambil menunjuk dress putih yang ada di tangan kiri Elleza.

“Okay, aku pilih yang ini.” Elleza mengangkat tangan kanannya yang memegang dress biru. Tamara hanya menghela nafas pelan, sudah terbiasa dengan tingkah menyebalkan temannya.

Tak ingin moodnya memburuk karena Elleza, Tamara berjalan menjauhi gadis itu untuk memilih pakaian. Sedangkan Elleza yang di tinggalkan begitu saja, malah terkikik karena berhasil membuat Tamara menjauh.

Sebenarnya telinga Elleza sudah panas mendengar omelan Tamara yang tiada henti hanya karena dirinya tadi makan ramen super pedas. Tamara tidak tau saja, kalau makan pedas bisa membuat stress berkurang. Itu menurutnya sih, kalau menurut orang lain ia tak tahu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status