“Saat itu hujan deras, saya sedang menyetir, pandangannya juga tidak cukup jauh. Dan, ada sebuah plan berwarna hijau,”
“Oke, bisa kau lihat lebih jelas apa yang tertulis di plang tersebut?”
“Ada tanda panah, lalu..”
“Lalu?”
“Seorang wanita tiba-tiba menjerit, badan saya juga terasa kaku. Seperti tidak bisa di gerakkan, hujan yang begitu deras terus menusuk wajah saya, dan...” Andre tiba-tiba mengerutkan wajahnya, nafasnya juga mulai tidak beraturan,.
“Oke, Andre. Dengarkan suara saya. Saya akan menghitung dari satu sama tiga. Dan pada hitungan ketiga, kamu akan membuka matamu seolah kenangan buruk itu tidak pernah terjadi. Satu.. dua... tiga..” ucap Bu Riska, psikiater yang sudah menangani Andre selama tiga bulan terakhir ini.
Sesuai dengan instruksi yang di berikan oleh Ibu Riska, Andre mulai bernafas dengan sebelum akhirnya membuka matanya pada saat Ibu Riska menyebutkan angka tiga.
“Semenjak kapan mimpimu yang ini muncul,”
“2 atau 3 hari yang lalu mungkin? Setelah saya pulang dari rumah orang tuaku,”
“Dan sebelumnya kamu tidak pernah memimpikannya?”
“Nope,”
“Oke,” Ibu Riska menjawab sambil menuliskan semua catatan terkait sesi hipnoteraphy hari ini di buku besar khusus untuk kasus milik Andre.
Melihat jam di dinding ruangan milik Bu Riska menunjukkan pukul 1 siang—yang artinya waktu istirahat kantornya sudah isai—Andre langsung berpamitan kepada Bu Riska.
Sudah seminggu setelah kejadian di kantor waktu itu. Hubungannya dengan Yunita bisa dibilang tidak ada perkembangan sama sekali walaupun mereka sudah melakukan ciuman yang terbilang cukup panas saat itu.
'Tanya saja ke orang tuamu' kata-kata itu terus mengantuinya.
Tiba di kantor, Andre di kejutkan dengan kerumunan orang yang berkerumun di depan ruangan Timnya.
“Kenapa pada berkerumun di sini hah? Ngak punya kerjaan lain kalian?!” Andre tegas menegur kerumunan tersebut dengan suara yang lantang.
“Jadi kau yang namanya Andre?” seorang perempuan yang gaya bicaranya seperti sedang menantang tiba-tiba menyahut kepada Andre.
Andre mencoba menahan diri untuk tidak membentak balik perempuan di depannya ini. Karena jika di perhatikan secara sekilas, perempuan ini pasti jauh lebih tua darinya.
“Maaf bu, ada perlu apa ya?” Andre berusaha bersikap seramah mungkin,
“Ada perlu apa? Dasar laki-laki tidak tahu malu. Baru seorang Kepala Tim saja sudah merasa sok kamu. Berani-beraninya kamu menyakiti anak saya!”
Pernyataan mendadak yang terlontar dari mulut perempuan ini dengan suara yang nyaring, sontak langsung mengundang perhatian. Tidak hanya dari anggota Tim 8 saja, namun semua orang yang mendengar hal tersebut.
“Maaf ya bu, saya tidak mengeri maksud ibu apa. Dan juga, saya...”
“MOM!!” Andre mendengus begitu mendengar suara Linda,
“Dasar orang-orang gila,” Andre berujar dalam hatinya;
“Mama kenapa sampai ke sini sih,” Linda berbisik sambil mencengkeram lengan ibunya, “Maaf Ndre, maaf banget,”
“Kenapa kamu yang minta maaf? Dia sudah..”
“Maaf ya bu, saya tidak punya hubungan apa-apa dengan Linda. Jadi tolong jangan mencemarkan nama baik saja lebih jauh lagi. Dan kau Linda..” Andre berhenti sejenak, dia menarik nafas agak dalam demi menahan emosinya yang sudah siap untuk meluap kapan pun,
“Tolong jelaskan kepada ibumu dengan baik dan jelas,” lanjutnya dengan gigi yang terkatup.
“I.. iya, maaf semuanya, maaf sudah membuat keributan,” ucap Linda sembari memaksa ibunya untuk meninggalkan tempat itu.
Begitu kembali ke mejanya, Andre yang merasakan kepalanya sedikit pusing, langsung mengambil obat yang biasa dia minum setiap kali habis marah-marah cukup hebat.
Yunita tampak khawatir saat Andre meminum 2 jenis obat yang di minum terpisah. Dia kemudian mengambil handphonenya dan mengirim pesan kepada Andre,
‘Taman yang waktu itu. Sekarang!!.’
Setelah membaca pesan tersebut, Andre menggunakan alasan rapat dengan Dodit untuk bisa pergi diam-diam dengan Yunita—yang biasa juga dia gunakan untuk sekedar istirahat diam-diam dari pekerjaannya.
***
“Sudah berapa lama kamu mengonsumsi obat-obatan itu?” Yunita langsung betanya tanpa berbasa-basi saat mereka tiba di taman tempat Andre menciumnya secara tiba-tiba.
“Gara-gara itu doang kamu nyeret aku ke sini. Jujur deh, kamu bukannya nyeret aku ke sini sini karena kangen kan?” Andre menggoda dengan senyumannya.
Semenjak kejadian seminggu yang lalu dia memang sudah bertekad untuk mendapatkan hati Yunita lagi, bagaimana pun caranya.
“Ngak usah cengengesan kamu, jawab saja pertanyaanku,”
“Sebegitu penasarannya?" Andre tersenyum tipis, "Begini saja, kamu temanin aku ke acara reuni universitas kita besok, bagaimana?” Andre bernegosiasi dengan menggunakan rasa penasaran Yunita.
“Untuk apa?” Yunita bertanya. Dia merasa curiga dengan ajakan Andre.
Akan tetapi, Andre tidak menjawab. Dia hanya tersenyum menatap Yunita sebelum kemudian berbalik dan berjalan pergi.
Yunita sebenarnya tidak ingin menuruti permintaan Andre tersebut. Akan tetapi rasa penasarannya memaksanya untuk setuju-setuju dengan persyaratan Andre tersebut. Terlebih lagi, hal ini sangat berkaitan dengan kesehatan Andre.
"KEHADIRAN YANG TIDAK DI HARAPKAN" PART II‘Pokoknya, hari ini kita harus berhasil’, Andre berucap dalam hatinya saat menunggu tidak jauh dari Rumah Yunita—sebab, Yunita agak khawatir dengan respon keluarganya saat melihat Andre secara tiba-tiba.“Hai, kamu terlihat cantik hari ini,” Andre melontarkan pujian saat melihat Yunita yang tampak cantik dengan long dress berwarna kremnya.Akan tetapi, Yunita tidak termakan oleh rayuan yang banyak di lontarkan oleh buaya darat tersebut,“Ngak usah banyak gombal kamu, jalan saja,” ucapnya sambil memakai sabuk pengamannya saat Andre mulai menginjak gas.Yunita sebenarnya merasa agak gugup kali ini. Sebab saat upacara kelulusan, dia waktu itu tidak hadir karena sedang sakit dan di gantikan oleh kakaknya. Juga, baru kali ini dia mengikuti acara reuni angkatan kampusnya.Sedangkan bagi Andre sendiri, kali ini merupakan pertama kalinya dia hadir tanpa di temani Fiona.“Apa saja yang biasa angkatan kita lakukan saat acara reuni seperti ini?” Yunita
“Maaf, maaf, saya agak buru-bu..” Yunita diam membisu saat menatap wajah orang yang tidak sengaja dia tabrak dan orang itu ternyata adalah Yoshua. “Hai,” “H.. hai,” dia menjawab dengan terbata-bata. “Sudah lama ya?” Yoshua bertanya. Seperti Andre, wajah Yoshua juga tidak banyak berubah semenjak jaman kuliah dulu. “Cukup lama. Mungkin..” “Ternyata ada satu lagi wajah yang cukup akrab ya,” di tengah-tengah Yunita yang sedang berbicara, Andre datang menyela; dia bahkan sengaja menggandeng tangan Yunita secara terang-terangan. Dia tidak tahan melihat Yoshua berada di dekat Yunita. Terlebih lagi karena Yoshua merupakan salah satu saingannya demi memperebutkan Yunita. Dan setelah mendengar dari Dodit dan beberapa teman angkatannya kalau Yoshua ternyata masih sendiri sampai sekarang, Andre menjadi merasa was-was terhadap Yoshua. “Kalian...” “Yup, persis seperti yang lu pikirkan,” ingin menyingkirkan Yoshua secepat mung
“Hai,” Linda menyapa Andre dengan senyuman tipis di wajahnya.Akan tetapi, Andre hanya menatap Linda dengan tatapan yang dingin. Dia memang sudah muak dan kesal karena Linda tidak pernah menyerah sama sekali meski dia sudah menolaknya berkali-kali.“Tidak usah bersikap sok akrab, ada urusan apa kau ke sini?” Andre sengaja berbicara dengan gaya bicara yang biasa dia pakai untuk menghadapi orang yang dia tidak suka, agar Linda tidak merasa tenang sedikit pun.“Kenapa tidak, kita sudah bertetangga satu sama lain? Apakah itu bukan akrab namanya?”“Dulunya, hingga akhirnya kau sendiri yang menghancurkannya dengan sifat keras kepalamu itu,”“Baiklah, tapi suka atau tidak. Kau tetap harus menerimaku bekerja di sini,” ucap Linda sambil menyerahkan selembar kertas yang di masukkan ke dalam map plastik berwarna biru.Dia juga sempat melirik ke arah Yunita dan dengan sengaja memperlihatkan tat
“Yunita, mana laporan untuk Grand Launchnya Ibu Tari?” pinta Andre,Tidak butuh waktu lama bagi Yunita untuk memberikan apa yang Andre minta, sebab dia sudah terbiasa dengan alur kerja dari Tim 8 yang serba gesit.“Oke, Gideon, kalian berdua ikut saya,” ujar Andre setelah melihat sekilas laporan Yunita dan cukup puas dengan hasilnya. Dia juga sempat memberikan kedipan kepada Yunita untuk menggodanya.Namun bagi Linda yang kebetulan melihat semua itu, adegan rayu merayu yang di lakukan keduanya membuatnya semakin merasa cemburu,“Kneapa giliran wanita itu kamu malah bisa tersenyum seperti itu,” gumamnya.Akan tetapi, dia berusaha untuk tetap menekan emosinya. Sekarang ini, dia lebih memilih untuk fokus mengambil hati semua Tim 8 dengan kinerjanya; tentu juga sambil memikirkan bagaimana caranya untuk menjatuhkan Yunita.“Ini pak, refrensi yang bapak minta,”“Thanks. Oh iya,
Beberapa menit yang lalu..“Oke, kasitahu Andre, kami kasih waktu tim kalian 2 hari untuk menyelediki apa yang sebenarnya terjadi. Jika pihak klien mengajukan gugatan, kami akan mengulur waktu sebanyak mungkin,” ujar Dodit.“Oke, thanks ya,”“No problem, bukan masalah besar juga sih,”Setelah meninggalkan ruangan Dodit, Yunita bergegas menuju kembali ke lift untuk memberitahukan Andre apa yang di sampaikan Dodit.Namun, saat lfit terbuka. Dia bertemu dengan orang yang tidak dia sangka-sangka akan bertemu, Presdir Perusahaan tempatnya bekerja, yang juga merupakan Ayahnya Andre.Lupa kalau Ayahnya Andre tidak mengenalnya sama sekali, Yunita malah mencoba menyembunyikan wajahnya.“Tidak masuk?” saat Ayahnya Andre bertanya, barulah dia ingat kalau sampai sekarang; semenjak dari dia pacaran dengan Andre dulu, dia tidak pernah bertemu dengan Ayahnya Andre sama sekali.Dia meneg
“AHHH BAGAIMANA INI?!!” Yunita berteriak histeris ketika melihat isi chat yang ada di dalam group karyawan perusahaan sudah sampai 999+ yang isinya tentu saja, gosip kencan keduanya.“Biarkan saja,” ucap Andre.“Biarkan saja bagaimana? Kamu ngak malu apa di gosipkan seperti ini di kantor?”Tidak mau terlalu ambil pusing, Andre menghela nafas. Dia memasang mode autopilot pada mobilnya lalu mengambil handphonenya dan mulai mengetikkan sesuatu di ruang obrolan karyawan.“Kamu ngetik apaan?” ucap Yunita ketika melihat nama Andre tertulis ‘typing’.Andre tidak menjawab, dia terus fokus mengetikkan sesuatu di handphonenya. Dan, ketika dia menekan tombol ‘send', dengan cepat dia juga mengambil handphone milik Yunita dan menyitanya. “Kamu ngak usah pikirin apa yang mereka omongkan. Untuk saat ini, fokus saja dengan permasalahan yang lebih penting,” ucapnya.Yunita menyipit
Yunita yang melihat Yoshua mengepalkan tangan, di tambah dengan raut wajah yang tampak menahan amarah, dia memutuskan untuk memunculkan dirinya untuk mencegah hal yang tidak diinginkan terjadi.“Sudah selesai kan urusannya?” dia berteriak dari kejauhan.Sepanjang perjalanan, Yunita tidak bisa berhenti memikirkan tatapan dari Yoshua. Dia bukan tidak menyadari perasaan Yoshua selama ini, karena sudah berapa kali dia menolak setiap kali Yoshua menyatakan perasaannya dulu.Yunita lalu melirik ke arah Andre yang sedang menyetir, “Semoga saja tidak ada hal buruk yang terjadi,” gumamnya dalam hati. Sebab, dia paham betul bagaimana sifat Andre jika tidak menyukai seseorang.“Kenapa kamu melirik ke aku terus? Terpesona dengan ketampanan calon suamimu?”“Idih, geer amat kamu,” Yunita membalas dengan memasang wajah jijik, “Handphoneku mana?” dia bertanya.Andre han
“... aku tidak mau kehilangan kamu lagi,” jawaban itu sebenarnya sudah ada di benak Yunita semenjak dia mulai menerima perasaan Andre kembali.Andre yang kelewat happy, memeluk Yunita dengan begitu erat untuk sejenak.“Thanks, mari kita hadapi semua ini bersama kali ini,” ucapnya.Meski sudah memutuskan untuk tetap bersama dengan Andre kali ini. Tetap saja ada sedikit rasa cemas dalam hati Yunita, kalau-kalau ending dari keputusannya kali ini akan sama dengan waktu itu. Sad Ending.Namun, dia kembali teringat dengan nasehat dari seorang dosennya di London saat itu, “Don’t run from your past, just face it, so you can be free,”.Dan tanpa dia duga-duga sama sekali, takdir menuntunnya untuk bertemu dengan Andre kembali; walau sebenarnya di berencana untuk mencari Andre setelah mempunyai karier yang cukup mapan dulu.Seminggu berlalu, Yunita mulai terbiasa dengan gosip yang menyebut dirinya menggoda Andre, cowok paling diidamkan oleh wanita di perusahaan. Bukannya merasa tertekan, dia mal