Share

Bab 30

Penulis: Lavinka
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-12 23:02:25

Tempat yang Gasan pilih sore itu bukan restoran mahal, melainkan sebuah taman kota kecil di pinggiran Jakarta yang baru direnovasi jadi lebih cantik.

Lampu-lampu gantung melintasi pohon-pohon besar dan bangku-bangku kayu yang ditata menghadap danau buatan. Lalu, di bawah salah satu pohon paling rindang, ada alas piknik sudah digelar. Lengkap dengan bantal kecil, dua botol teh dingin, dan kotak bekal isi makanan ringan.

Aku mengerjap.“Ini serius?”

Gasan hanya menyeringai. “Gue bilang mau culik sejam. Tapi, siapa tahu lo betah.”

Kami duduk. Dia membuka kotak bekal. Di dalamnya, ada pastel isi ayam, lemper mini, dan tahu isi—snack pasar favoritku.

Aku meliriknya. “Kapan lo jadi anak catering?”

“Gue bukan. Tapi, nyokap lo bocorin semuanya waktu gue chat tanya camilan favorit lo.”

Aku tertawa pelan, menahan rasa hangat yang mulai merambat ke dada. “Lo beneran usaha, ya?”

“Gue niat,” jawabnya, tenang. “Karena lo beda.”

Kami makan pelan-pelan. Mengobrol tentang hal-hal ringan. Tentang proye
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Mengejar Cinta Nona WO    Bab 33

    “Mbak! Please, tolongin gue!”Dugh!“Aww, kampret!” Aku terbangun secara tidak manusiawi. Kepala sukses mencium lantai karena ditendang nasib, atau lebih tepatnya, ditendang oleh adik sendiri.“Pras! Gila lo, yah?! Gue itu lagi tidur, ogeb!” Aku memeluk kepala yang nyut-nyutan, menatapnya dengan sebelah mata.Dia berdiri di samping kasur, wajah panik tapi nggak tahu malu. “Bodo amat. Pokoknya lo harus bantuin gue. Sekarang juga!”Aku mengerjapkan mata yang masih perih. “Lo tahu nggak caranya minta tolong yang bener? Nggak semua orang bangun tidur bisa diajak kerja sama. Dan... Apa lo bilang? Gue harus nolongin lo? Cih!"Bukannya merasa bersalah, Pras justru semakin menjadi-jadi. Dia memasang wajah yang super duper menyebalkan sambil menghentakkan kaki, tepat di depan ku. “Aahh... pokoknya gue gak mau tau. Gue pagi panik, Mbak. Fokus dulu, please. Ini darurat.”“Panik? Emang ada kebakaran? Gempa? Atau, meteor jatuh?” Aku menyandarkan punggung ke dinding, mulai duduk tapi masih enggan s

  • Mengejar Cinta Nona WO    Bab 32

    Suara berat Gasan akhirnya terdengar, lirih namun mantap. "Lo nggak harus ngerti semuanya sekarang, Ren. Tapi, kalau lo capek, gue bisa jadi tempat lo berhenti sebentar.”Sesaat, aku tak mampu berkata apa-apa. Hanya menarik napas dalam-dalam. Udara di mobil tetap sama—dingin, tenang. Tapi, rasanya berubah. Lebih ringan. Lebih aman.Dan untuk pertama kalinya setelah hari yang panjang, aku membiarkan diriku diam. Tanpa pembelaan. Tanpa kewajiban menjelaskan. Tanpa harus menjawab ekspektasi siapa pun.Karena mungkin, capek memang nggak harus selalu disembunyikan.Karena mungkin, malam ini aku hanya butuh tahu, ada satu orang yang tetap memilih tinggal. Walau aku belum pulih sepenuhnya.Malam itu, apartemen terasa lebih sunyi dari biasanya. Aku berdiri di depan jendela, memandangi lampu-lampu kota yang buram di balik kaca berembun. Pras belum pulang. Biasanya aku menikmati kesendirian. Namun, malam ini keheningan terasa terlalu keras.Kujangkau ponsel, membuka aplikasi catatan, lalu mulai

  • Mengejar Cinta Nona WO    Bab 31

    Aku mengembuskan napas, lama, lalu menatap laptop dan membalas dengan singkat. “Oke, aku siap. Sampai ketemu nanti siang.”Karena aku bukan lagi Irene yang dulu dan kalau masa lalu mau datang lagi hari ini, biar aku sendiri yang bukain pintunya. Dengan kepala tegak, dan hati yang jauh lebih kuat.Keesokan harinya, langit Jakarta tampak kusam. Mendung menggantung sejak pagi, seolah tahu isi kepalaku yang masih sibuk dengan piknik dadakan sore kemarin. Tapi, kerja tetap kerja. Hidup tetap hidup.Pukul sebelas siang, aku punya janji meeting dengan klien baru—Mikayla. Seorang penyanyi muda yang baru naik daun, wajahnya menghiasi billboard skincare dan single terbarunya sedang naik di chart digital. Manajernya menghubungi kami minggu lalu, katanya ingin konsep pernikahan yang chic, modern, dan Instagramable banget.Kami janjian di salah satu lounge hotel mewah di kawasan Kemang Aku datang lima menit lebih awal, duduk sambil menyimak briefing di tablet. Saat pintu kaca terbuka, langkah mas

  • Mengejar Cinta Nona WO    Bab 30

    Tempat yang Gasan pilih sore itu bukan restoran mahal, melainkan sebuah taman kota kecil di pinggiran Jakarta yang baru direnovasi jadi lebih cantik. Lampu-lampu gantung melintasi pohon-pohon besar dan bangku-bangku kayu yang ditata menghadap danau buatan. Lalu, di bawah salah satu pohon paling rindang, ada alas piknik sudah digelar. Lengkap dengan bantal kecil, dua botol teh dingin, dan kotak bekal isi makanan ringan.Aku mengerjap.“Ini serius?”Gasan hanya menyeringai. “Gue bilang mau culik sejam. Tapi, siapa tahu lo betah.”Kami duduk. Dia membuka kotak bekal. Di dalamnya, ada pastel isi ayam, lemper mini, dan tahu isi—snack pasar favoritku.Aku meliriknya. “Kapan lo jadi anak catering?”“Gue bukan. Tapi, nyokap lo bocorin semuanya waktu gue chat tanya camilan favorit lo.”Aku tertawa pelan, menahan rasa hangat yang mulai merambat ke dada. “Lo beneran usaha, ya?”“Gue niat,” jawabnya, tenang. “Karena lo beda.”Kami makan pelan-pelan. Mengobrol tentang hal-hal ringan. Tentang proye

  • Mengejar Cinta Nona WO    Bab 29

    Hari Selasa, aku memutuskan untuk mengadakan rapat internal kecil. Bukan yang pakai proyektor dan slide target revenue. Hanya aku, Dita, Vina, Ardi, dan dua asisten baru kami—Rani dan Tyo—duduk melingkar di ruang kerja kami yang terang tapi hangat, dengan kopi dan kue-kue kecil di tengah meja.Nia? Dia cuti.“Gue tahu minggu lalu berat,” kataku membuka, tangan menggenggam cangkir kopi yang mulai mendingin. “Dan sebelum kita lari ke proyek berikutnya, gue cuma mau denger dari kalian semua. Apa pun. Tentang kerjaan, tentang tim, tentang gue.”Dita langsung menghindari tatapanku. Vina menggigit bibir. Ardi garuk-garuk kepala. Suasananya, canggung.“Ayo, ini bukan forum untuk nyari siapa salah. Gue pengen dengerin. Biar kita bisa jalan bareng, bukan jalan sambil saling tahan napas.”Hening beberapa detik.Lalu Dita angkat tangan duluan, suaranya pelan tapi tegas. “Kadang kami bingung, Mbak. Mau ngadu takut nyusahin, mau diam takut dikira nggak peduli. Mbak kerja keras, dan kami lihat itu.

  • Mengejar Cinta Nona WO    Bab 28

    Hari-hari setelahnya, aku kembali tenggelam dalam pekerjaan. Sibuk jadi bentuk pelarian paling halus, dan paling licik.Satu event belum selesai, klien lain sudah minta update. Undangan telat cetak, MC dadakan positif sakit, lalu venue yang tiba-tiba ganti aturan kapasitas. Semua terasa seperti domino raksasa yang jatuh satu-satu, dan aku berdiri di tengahnya sambil pura-pura tenang.Akan tetapi, timku nggak sekebal itu dan aku tahu, itu salahku.“Mbak, kita udah bilangin vendor sound buat double check kabel dari semalam. Tapi, mereka ngotot bilang nggak ada masalah. Pas acara jalan, baru deh meletup,” keluh Dita, koordinator lapanganku, sambil menyeka peluh di dahi.Suara Dita biasanya tegas. Tegas banget malah, tipe orang yang bisa bikin kru vendor mingkem hanya dengan tatapan. Tapi hari itu, suaranya goyah. Matanya juga.Aku nyalain tablet dan lihat rundown yang amburadul. Lalu menatap Dita, yang berdiri dengan headset miring dan clipboard penuh coretan. Ada lingkar gelap di bawah

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status