enjoy reading. komen dan tap love jangan lupa, yuk. 🥰
Bab 13 Rencana Pindah Kos"Ma... maaf kalau tidak ada yang dibutuhkan, saya permisi.""Pergilah. Kamu cuma mengganggu kesenangan kami berdua," ujar Vina.Gegas Ning melangkah keluar melewati pintu. Karena sambil melamun, dia menabrak Syam yang sedari tadi berdiri di depan kamar Zen."Maaf, Ning. Apa ada yang sakit?"Ning tidak mampu menjawab. Matanya sudah berkaca-kaca. Bukan akibat dari bok*ngnya yang terantuk lantai, melainkan hatinya yang tersayat. Ia tidak menyangka Vina dan Zen sudah sejauh itu berciuman di depannya."Beneran kamu nggak apa-apa?" tanya Syam lagi.Ning menggelengkan kepalanya lalu berdiri."Ada apa, Syam?" Zen mendengar berisik di luar kamar pun mendatangi tempat Ning dan Syam."Ning tadi melamun nabrak aku, Mas. Tapi dianya nggak papa kok. Ayo Ning kita lanjutkan rencana kita?" Ning mengangguki ajakan Syam. Sebab mereka sudah janjian mau membahas tentang pemasaran keripik singkongnya di kampus."Mau kemana kalian?""Kencan, Mas. Emang Mas Zen dan Mbak Vina aja ya
Bab 14A Pulang "Ning, jadi pindahan ke kos?" tanya Syam saat berkunjung makan siang di kantin. Suasana kantin yang ramai membuat Ning menghentikan obrolan singkat dnegan Syam. "Tunggu, Syam! Bentar lagi saya off." "Oke. Pesan makan dua porsi seklaian buat kamu ya. Aku tunggu di meja sebelah pinggir itu," tunjuk Syam pada meja kosong yang masih tersisa. Ning tidak mau mendebat. Ia harus bekerja profesional karena jam sibuk kantin jadi banyak pelanggan yang mengantri. "Ning, kamu dekat sama adiknya Pak Alan ya?" "Eh, Mbak Rika. Biasa aja, Mbak. Syam cuma mau bantuin usah keripik saya." "Oh, syukurlah. Jangan lupa stok di sini harus dapat jatah lho. Aku juga pengin mencicipi, Ning." "Siap, Mbak." Ning senang atasannya memberi dukungan padanya untuk menitipkan keripik singkong di kantin. Setelah off, Ning makan siang bersama Syam. Mereka membahas rencana memasarkan keripik. Selain dititipkan di kantin kampus, Syam mengusulkan pada Ning supaya membuat akun online shopping di salah
Bab 14B Pulang "Apa dia sangat berarti bagimu?" "Mungkin." "Lalu?" Syam mencoba mengulik masalah pribadi gadis yang penuh semangat seperti Ning. "Saya telah membuatnya terluka. Ah, sudah lupakan saja, Syam. Kita tidak perlu membahasnya." "Apa dia laki-lali?" "Hmm. Udah jangan tanya lagi. Ayo, saya mau pulang kampung untuk membicarakan masalah produksi keripik dengan bapak ibu. Nanti keburu Mas Eko nungguin." "Ya udah ayo aku temani." "Makasih. Keduanya melangkah menyusuri koridor kampus menuju gedung rektorat. "Jangan lupa mendaftar kuliah. Nanti fokus jualan malah tujuan utamanya lalai," cibir Syam yang disambut gelak tawa oleh Ning. "Kenapa disaat begini kamu justru menghiburku, Syam. Aku semakin takut dengan Zen. Aku harus menjaga jarak dari keluarganya terutama kamu," ucap Ning dalam hati. "Iya-iya. Bawel. Saya pulang sekalian menebus ijazah juga tahu, nggak?" "Apa?! Jadi selama ini kamu nggak ada ijazah?" "Nggak, Syam. Saya belum ada uang untuk mengambilnya." "Miri
Bab 25 SabarNing mengambil ponsel milik Syam. Layarnya tertulis nama Zen."Mas Alan, Syam," ucap Ning ragu."Angkat aja! Bilang kalau aku lagi anter kamu pulang."Deg,"Ini, kamu aja Syam yang ngomong.""Jalanan ramai, Ning. Berbahaya menggunakan ponsel saat menyetir."Ning mendes4h pelan. Ia memberanikan diri mengusap layar lalu menempelkan benda persegi itu ke telinga."Kenapa lama angkatnya? Kamu di mana, Syam?"Ning tersentak mendengar suara bernada tinggi dari seberang. Ia sedikit menjauhkan ponselnya."Mas Alan nyariin.""Jawab aja!" Syam menoleh sekilas ke arah Ning. Karena wajah Ning ragu untuk menjawab ia pun menyuruh Ning meloudspeaker."Ada apa, Mas? Aku lagi nyetir nih.""Kamu di mana, Syam?""Aku lagi di jalan sama Ning. Mau anterin dia pulang.""Apa?!""Sudah dulu ya. Nanti kalau sudah sampai aku hubungi lagi.""Tunggu, Syam!""Matikan aja!""Syam!"Ning terpaksa memutuskan panggilan secara sepihak. Brakk,"Astaghfirullah! Ada apa denganmu, Al?""Nggak usah ikut campur,
Bab 16A Rumah SakitSampai di rumah sakit, Pak Rahmat mendapat pertolongan di IGD. Dokter menyatakan kalau laki-laki yang sudah berusia lewat setengah abad itu terkena struk. "Apa penyakit bapak saya bisa disembuhkan, Dok?" tanya Ning dengan wajah sendu. Ia sedang konsultasi dengan dokter yang menangani bapaknya. Syam menemaninya, sedang ibunya menunggu di ruang IGD. "Ya stroke bisa sembuh. Tetapi, ada dua hal yang menentukan kesembuhan stroke. Pertama, pengobatan awal yang dilakukan dokter untuk mengembalikan aliran darah normal di otak dan kedua adalah partisipasi pasien dalam menjalani rehabilitasi atau terapi pasca serangan stroke. Beruntung, keluarga segeea membawa Pak Rahmat ke rumah sakit sehingga dapat segera ditangani. Namun, ini membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk menyembuhkannya. Pak Rahmat harus menjalani terapi." "Apa biayanya besar, Dok?" "Mbak tidak perlu kawatir, mengenai biaya bisa dicover pemerintah kalau mbak punya kartu jaminan kesehatan." "Oh begitu. B
Bab 16B Rumah Sakit"Bu, ini sarapannya. Ibu harus jaga kesehatan supaya bisa merawat bapak. Ning harus balik ke Yogya soalnya. Mbak Titin juga pasti bekerja di rumah Haji Ali. Amir juga sekolah. "Ya, ibu tahu. Nggak usah kamu ceramahi." Glek, Dugaan Ning salah. Dipikirnya sang ibu sudah mulai lembut bertutur padanya. Namun, pagi ini mode ibunya kembali ke setelan awal. Ia melirik Syam yang memperhatikannya. Malu jelas iya, tapi Ning tak acuh dengan hal itu. Ning mengajak ibunya sarapan di luar karena ruangan akan dibersihkan. Ia pamit pada bapaknya dibalas dengan anggukan. "Maaf, Bu. Ibu jangan berpikiraan buruk dulu. Ning di Yogya beneran kerja di kantin kampus. Mas Eko yang nyarikan. Alhamdulillah Ning sudah bisa mengumpulkan uang. Tentang Syam ini. Dia anak dari perempuan yang menolong Ning waktu dicopet di terminal." "Saya Syam, Bu. Saya mahasiswa di tempat Ning jadi kasir. Saya hanya membantu mengantarnya pulang." "Syam juga mau membantu Ning memulai usaha keripik singkong
Bab 17A Diskusi dengan keluargaSetelah mendapat perawatan 24 jam di pantau oleh dokter, Pak Rahmat diperbolehkan rawat jalan. Ning bersyukur dokter mengizinkan ayahnya memeriksakan di puskesmas terdekat dari rumah. Ada dokter yang akan menanganinya, sehingga keluarga tidak repot bolak balik ke kota. Namun, ayahnya dianjurkan melakukan terpai yang sudah dijadwalkan di rumah sakit kota."Bapak dan ibu nggak usah kawatir, Ning akan bantu biaya transport kalau bapak periksa. Semalam Ning sudah diskusi sama Syam, kalau usaha keripik mau kita mulai lagi.""Apa kamu yakin ini akan berhasil, Ning?" Kali ini Ning merasa ibunya melunak. Entah karena apa, yang pasti hati ning berbunga-bunga saat ibunya memandang lembut dirinya. Seulas senyum pun terbit di bibir tipisnya."Kata Syam, usaha dulu Bu. Kalau nggak dicoba kita nggak tahu berhasil atau enggak.""Iya betul, Bu. Di kampus kadang ada event pameran. Nanti bisa produknya kita titipkan di acara itu. Yang penting di sini ada tenaga yang siap
Bab 18 SemangatSore hari setelah Ning memberi penjelasan untuk produksi keripik, Titin dan Amir mengangguk paham. Sementara, kedua saudaranya yang fokus memproduksi. Mereka akan meminta bantuan teman atau tetangga yang bisa diandalkan andai orderan meningkat. Sementara itu, Bu Romlah diminta Ning membantu sebisanya. Sebab ibunya harus fokus merawat sang ayah. Tentu saja itu sebagai alasan Ning agar ibunya tidak capek bekerja. Ia menyesal tidak berhasil membujuk ibunya untuk periksa kesehatan. Katanya kondisinya baik-baik saja."Mbak Titin, Amir, pokoknya ibu nggak boleh capek-capek.""Ckk, nggak usah dengerin omongan Ning. Ibu masih kuat.""Bu! Kasian bapak juga nanti sendirian kalau ibu sibuk bekerja.""Iya-iya. Nggak usah banyak omong," ujar Bu Romlah sedikit bercanda. Ning sumringah melihat ibunya mulai melunak dalam bersikap padanya."Sementara ketelanya bisa beli di tempat tetangga jika dari kebun kita kurang ya, Mir.""Siap, Mbak.""Oya untuk aneka rasa sebaiknya menunggu kabar