Share

Dibalas Acuh

last update Last Updated: 2025-07-28 19:15:55

“Menurut kamu, apa dia masih menyukaiku?” tanya Zayn, nyaris seperti bisikan. "Makanya dia menolak pisah? Dan berharap aku akan mengejar maaf dan cinta darinya untuk balas dendam?"

Gilang diam sejenak, menatap Zayn dengan pandangan tajam. Lalu ia mendesah pelan, menyeruput kopi sebelum meletakkan gelasnya dengan tenang.

"Aku gak tahu pasti, Zayn," jawabnya akhirnya. "Aku bukan Qiana. Tapi kalau aku yang ada di posisi dia— jujur, aku pasti udah muak banget sama kamu."

Zayn menoleh cepat. Matanya sempit menahan rasa tak nyaman.

Gilang melanjutkan dengan tenang tapi penuh tekanan, "Serius. Buat apa aku ngejar cinta dari cowok sekejam kamu? Yang di saat aku hancur-hancurnya, malah ninggalin dan ngabisin waktu sama orang lain."

Zayn menggertakkan giginya. Ucapan Gilang menyayat lebih dalam daripada yang ia kira.

"Tapi dia masih ada di rumah," ujar Zayn pelan. "Dia tetap masak, tetap pulang ke rumah, tetap melakukan tugasnya sebagai istri."

"Ya," potong Gilang cepat. "Mungkin dia masih bert
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Adfazha
Gmn Zayn rasanya diabaikan menyakitkan ya andai kau tau Qia jauh lbh skt kna pengkhianatan disaat dy kau abaikan tp kau terlena dlm pelukan & ciuman mantan. hrsnya kau tau knp ortu gk restuimu sm Mantan mlh jodohin sm Qia kna Qia jauh lbh segalanya dr mantan tercintamu..skrg ketergantungan sm Qia ya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   Kak Zayn! Apa Yang Kamu Lakukan?!

    “Hyaaa! Kak Zayn, apa yang kamu—?!” Zayn sudah lebih dulu mengangkat tubuh Qiana ke dalam gendongannya. Membawa gadis itu bak tuan putri dengan mudah seolah tubuh gadis itu tak lebih berat dari tas kerjanya. Qiana sontak memukul-mukul punggung Zayn sambil memberontak. “Turunin! Turunin aku sekarang juga! Kamu gila ya?!” “Tenang, jangan banyak bergerak!” seru Zayn setengah kesal. “Kamu masih lemes. Kalau kamu pingsan atau jatuh, siapa yang susah?” “Gak usah sok peduli!” seru Qiana, meski cengkeramannya di bahu Zayn perlahan melemah karena tubuhnya memang masih tidak stabil. Zayn menghela napas berat, tapi ia tetap berjalan perlahan menuju kamar mandi yang jaraknya bahkan tak sampai tiga meter dari ranjang mereka. “Ini efisien,” gumamnya. “Kalau kamu jalan sendiri, bisa sejam cuma buat ke toilet. Ini paling lima menit, kamu udah bisa balik istirahat.” Qiana mendecak. Wajahnya memerah, entah karena marah atau malu. “Kamu tuh— seenaknya banget, Kak!” "Yah. Kamu tau itu kan?" Qian

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   Sakit

    "Engghhh... Shhh..." Zayn membalikkan kepala pelan ke arah Qiana begitu mendengar desah pelan dari bibir perempuan itu. Tangannya yang semula menyeka tubuh Qiana dengan handuk dingin langsung berhenti. Mata Zayn menatap lekat wajah istrinya yang mulai memucat dan berkeringat dingin. Helaian rambut Qiana menempel di dahi, dan napasnya terdengar berat—terputus-putus seolah tubuhnya sedang melawan rasa sakit yang tak terlihat. Perempuan itu menggeliat pelan, tubuhnya sedikit bergetar. Tiba-tiba saja dari sela bibirnya terdengar suara gumaman lirih, nyaris seperti bisikan... “Mama…” Zayn terpaku. Suara itu terdengar sangat rapuh. Lalu lirihnya makin jelas. “Mama... Papa… Qiana kangen… Jangan tinggalin Qia..." Zayn tercekat. Ia menaruh handuk basah itu ke sisi ranjang, duduk sedikit lebih dekat, tubuhnya condong ke arah Qiana yang masih menggeliat lemah dalam tidurnya. Tangan perempuan itu terangkat sedikit, meraba ke udara kosong seperti mencari sesuatu—atau seseorang. “Mama… aku k

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   Cemas

    Pagi itu, sinar matahari belum benar-benar menembus tirai kamar ketika Zayn membuka mata. Ia mengerjapkan pandangan sejenak, lalu menoleh ke sisi ranjang. Qiana masih tidur. Selimut menutupi tubuhnya, hanya menyisakan sebagian rambut yang menyembul di atas bantal. Zayn menatapnya beberapa detik, lalu bangkit pelan. Tanpa suara, ia melangkah ke kamar mandi, mencuci muka dan mengganti kausnya. Lalu, dengan langkah mantap namun hati-hati, ia menuju dapur. Dapur itu terasa sunyi. Tak ada aroma masakan khas Qiana, tak ada suara celetukan gadis itu yang biasanya ramai di pagi hari. Tapi Zayn tahu apa yang ingin ia lakukan. Ia membuka kulkas, mengambil beberapa bahan seadanya: telur, nasi sisa semalam, daun bawang, sedikit ayam suwir. Tangannya mulai bergerak otomatis, seolah ototnya masih mengingat betul bagaimana caranya menyenangkan Qiana lewat cara paling sederhana—memasak untuknya. Sambil menumis, pikirannya melayang ke satu momen yang kini seperti harta karun dalam ingatannya. ["

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   Merasa Kehilangan

    Zayn kembali ke ruangannya dengan langkah lemas. Pintu ruangan dokter itu ditutupnya pelan, dan dia langsung menjatuhkan tubuh ke kursi. Napasnya berat, seolah bukan tubuhnya yang capek, tapi pikirannya. Matanya tanpa sadar melirik ke meja. Hape-nya tergelak begitu saja di sana. Diam. Tak ada notifikasi, tak ada getar, tak ada suara khas dari satu nama yang beberapa waktu lalu selalu muncul setiap hari. Zayn meraih hape itu, membukanya dengan satu gesekan malas. Jarinya otomatis membuka aplikasi chat. Mencari satu nama yang entah kenapa selalu muncul di benaknya. "Si Berisik" Ia meringis kecil saat memberikan nama itu di kontak Qiana. Tangkup pesan terbuka. Dan dia langsung disambut oleh keheningan digital yang lebih menyayat dari ruangan sepi ini. Pesan terakhir dari Qiana dikirim beberapa minggu lalu adalah saat gadis itu bertanya dia di mana. Setelahnya, tak ada pesan lain yang masuk ke ponselnya. Hingga detik ini. Zayn menggulir ke atas. Chat lama mereka masih ada. Chat ya

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   Tak Dihargai

    “Qia,” panggilnya pelan.Qiana tidak menjawab. Fokusnya tertuju pada masakan.Zayn melangkah sedikit mendekat. "Kamu liat kaos kakiku yang warna abu-abu?”Qiana diam beberapa detik, lalu menjawab tanpa menoleh, suaranya datar, “Aku udah lama enggak nyentuh barang-barang kamu.”Zayn mengerutkan kening, mencoba menangkap nada di balik kalimat itu. Tapi Qiana hanya terus mengaduk masakan, seolah yang barusan dia katakan hanyalah informasi biasa, bukan sindiran.Zayn menghela napas, lalu menunduk, membuka laci lain di dekat meja makan. Tetap tidak ada.“Kemarin aku taruh di kursi,” gumamnya, lebih ke diri sendiri.“Oh,” balas Qiana dingin, masih tanpa menoleh.Zayn menatap punggungnya, tercengang.Suara gemericik air dari wastafel, lalu suara kompor dimatikan. Qiana meletakkan wajan, melepas apron, dan mulai merapikan piring di meja makan. Wajahnya tetap datar, tanpa senyum, tanpa emosi.“Kalau enggak nemu juga, pakai aja yang lain! Kamu kan punya banyak cadangan,” ujarnya sambil berjalan

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   Dibalas Acuh

    “Menurut kamu, apa dia masih menyukaiku?” tanya Zayn, nyaris seperti bisikan. "Makanya dia menolak pisah? Dan berharap aku akan mengejar maaf dan cinta darinya untuk balas dendam?"Gilang diam sejenak, menatap Zayn dengan pandangan tajam. Lalu ia mendesah pelan, menyeruput kopi sebelum meletakkan gelasnya dengan tenang."Aku gak tahu pasti, Zayn," jawabnya akhirnya. "Aku bukan Qiana. Tapi kalau aku yang ada di posisi dia— jujur, aku pasti udah muak banget sama kamu."Zayn menoleh cepat. Matanya sempit menahan rasa tak nyaman.Gilang melanjutkan dengan tenang tapi penuh tekanan, "Serius. Buat apa aku ngejar cinta dari cowok sekejam kamu? Yang di saat aku hancur-hancurnya, malah ninggalin dan ngabisin waktu sama orang lain."Zayn menggertakkan giginya. Ucapan Gilang menyayat lebih dalam daripada yang ia kira."Tapi dia masih ada di rumah," ujar Zayn pelan. "Dia tetap masak, tetap pulang ke rumah, tetap melakukan tugasnya sebagai istri.""Ya," potong Gilang cepat. "Mungkin dia masih bert

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status