Matamu, magis apa yang dimilikinya sehingga mampu membuatku jatuh sedalam ini?Daya tarik apa yang dimilikinya sehingga mampu menenggelamkan dan mengurungku dalam pesonanya.Sehingga rasa-rasanya, walaupun aku berhasil menampik magismu, yang bisa kulakukan hanya pasrah dan kembali mengorbankan diri untuk jatuh pada jebakanmu, dan berharap aku akan terjebak di sana selamanya.Apakah aku yang terlalu payah, atau personamu yang terlalu kuat?Sehingga segalanya tentangmu, sekecil apapun, adalah istimewa?Sialnya, hanya dengan melihat dirimu bernapas, atau melihatmu masih berjalan di muka bumi saja, sudah cukup menjadi alasanku untuk tetap hidup.Aku berharap bisa memiliki lebih banyak waktu.Untuk melihatmu dan terus berharap agar kau pun melihatku.Pada akhirnya, menemukanmu membuatku menyadari bahwa cinta masih ada di sebuah tempat.Di ruang kecil yang berwarna coklat.Di matamu.Tertanda,Dari aku yang mengagumimuUntuk kamu, duniaku.“Dari siapa surat itu?” Terdengar suara tawa dari
“Kenapa kamu menuliskan surat itu?”Pertanyaan Zayyan tak berbekas di gadis itu. Nayla, dia hanya diam saja. Sejak beberapa menit lalu, Nayla sama sekali tak menunjukan tanda-tanda bahwa dia akan menjawab dan memberi respon terkait pertanyaan itu.Nayla bahkan mengabaikan semuanya, mengabaikan kenyataan bahwa kini dia berada di tengah-tengah lapangan, dengan dikelilingi puluhan santri lain yang asyik menonton dan tak sabar mengetahui hukuman apa lagi yang akan diberikan Ustadz Zayyan pada santri nakalnya itu.“Kenapa kamu menuliskan surat itu?” tanya Zayyan entah sudah yang keberapa kali.“Tampan.”Hanya kata itu yang mampu ke luar dari bibir merah muda Nayla. Dia tak henti-hentinya berdecak kagum melihat pemandangan indah di depan mata. Bagaimana tidak, salah satu impian Nayla akhirnya terwujud, gadis itu kini berdiri tepat dengan ustadz zayyan di hadapannya. Mimpi apa yang lebih hebat dari ini? Bisa bertatapan langsung dengan pria itu, walaupun yang berada di mimpi Nayla tentunya l
Nisa dan Aisha memilih diam, mereka tak mau bertanya walaupun di kepalanya sudah tak terbendung rasa penasaran dan berjuta pertanyaan. Melihat betapa buruknya kondisi Nayla, membuat Nisa mencegah diri untuk tak banyak berkomentar. Dia tahu bahwa hukuman Ustadz Zayyanlah yang menjadi penyebabnya.Argh!Nayla terlihat mengacak rambutnya lagi, sebagai pertanda betapa frustasinya dia.Entah hukuman apa yang diberikan oleh pria itu padanya.“Aku gak boleh nyerah!” tiba-tiba emosi Nayla berubah menggebu-gebu. Hal itu membuat Nisa khawatir. Apakah gadis itu sudah gila karena hukuman Zayyan?“Pokoknya, dia-“ Nayla menunjuk tepat pada selembar photo Ustadz Zayyan yang entah didapatnya dari mana, “Dia harus jadi milik aku, gimana pun caranya!”****Pagi itu, setelah Nayla pulang dari sholat subuh, tiba-tiba Japar terlihat berlari dan menghampiri Nayla.“KAKK! KAK NAYLAA!”Sebenarnya Nayla ingin lari saja, dia masih dongkol dengan bocah itu. Karena kegagalannya dalam menyampaikan surat itu, memb
“Lo gila!”“Iya, saya gila gara-gara kamu.”“Idih, geli gue!” badan Nayla seketika merinding mendengar penuturan pemuda yang sudah nampak dua bekas tamparan lima jari di pipi kanan dan kirinya.Entah mimpi buruk apa Nayla semalam sehingga ia harus bertemu lagi dengan dia. Satu lagi kesialan yang harus Nayla terima adalah, ternyata yang dia temui sekaligus si pengirim surat cinta itu, bukanlah Ustadz Zayyan seperti dugaannya, melainkan Joko, kakak Laila yang kemarin bertindak sok jago saat Nayla ketahuan mengirim surat kepada Zayyan.“Apa gak cukup tamparan gue kemarin hah? Mau gue tampar lagi?” Nayla tak habis pikir, apa yang membuat pemuda yang kemarin menatapnya garang itu, berubah menjadi seperti ini. Seakan-akan Joko tak mempunyai lagi tujuan di bumi selain terobsesi pada Nayla.Oh apakah tamparan Nayla sekuat itu, sehingga mampu menggeser otak Joko dan membuatnya berubah sedrastis ini?“Satu lagi tamparan, bisa dapet piring cantik lo!”“Kalau dapat cintamu saja boleh gak?” katany
“Tu-tunggu Ustadz!” Nayla, dengan jilbab warna-warninya mencegah kepergian Zayyan, setelah ia selesai dengan hukumannya.Tanpa mau berbalik, Zayyan berkata, “Apalagi? Apa kurang berat hukuman yang saya beri?”“Bukan seperti itu,” Nayla tertunduk. Niatnya. dia hanya ingin menjelaskan bahwa semua yang terjadi tadi, tidak seperti yang terlihat. Namun dari respon dingin sang ustadz, Nayla berpikir bahwa sia-sia saja menjelaskan. Toh jika Nayla berada di posisi Ustadz Zayyan pun, pasti akan sulit baginya untuk menerima alasan yang dikatakan Nayla.“Maafkan saya.” Cicit Nayla hampir tak terdengar.“Jangan sama saya. Kamu salahnya sama Dia, jadi minta maaflah sama Dia, bukan sama saya!” katanya to the point sambil menunjuk ke arah langit biru di atasnya.“Tapi sumpah Ustadz, saya sama Joko gak ada hubungan apa-apa, tidak seperti yang Ustadz sangkakan.”“Saya tidak mau tahu dan saya tidak peduli.”Nayla menggigit bibirnya gelisah, di saat-saat seperti ini, dia bingung harus menjelaskan apa la
“Apa yang ingin ustadz lihat dari diri seorang perempuan?”“Yang pasti bukan perempuan seperti kamu!”Lagi-lagi jawaban ketus yang Nayla dapat. Jawaban itu membuat bibir Nayla mengerucut.Kali ini jadwal Ustadz Zayyan mengajar lagi, setelah guru sebenarnya, Kak Mutia berhalangan hadir karena harus ikut seminar atau apalah, Nayla tak mau tahu. Entahlah, namun mendengar namanya saja, sudah cukup membuat mood gadis itu rusak sepanjang hari.Nama Mutia terus menggema di kepala. Setiap kali Nayla berjalan, hampir semua santri membicarakan tentangnya.“Kak Mutia menang lomba lagi. Katanya dia menang lomba Musabaqah Tilawatil Qur’an di tingkat Nasional!”“Hebat ya Kak Mutia, rasanya baru kemarin dia juga mendapat penghargaan sebagai santri terbaik dan duta santri di provinsi, eh sekarang dapat prestasi lagi.”“Benar, Kak Mutia memang the best deh, cocok jadi istrinya Ustadz Zayyan.”Semua puji-pujian itu, membuat kepala Nayla terasa mau pecah. Semua manusia di muka bumi seolah-olah bersekong
Sejak tiga puluh menit lalu, yang Nayla lakukan hanya duduk diam sembari memandang kosong pada selembar kertas di tangannya.Dalam hatinya ia terus berperang. Salahkan Nayla yang asal meng-iyakan saja tantangan dari Zayyan, tanpa mau berkaca pada kemampuan dirinya sendiri.“Lomba Cerdas Cermat? Dan kamu menyetujuinya?” Nisa tak bisa menahan ekspresi terkejutnya.“Maafkan Nisa, Nona, bukan bermaksud meragukan kemampuan Nona, tapi apa tidak sebaiknya Nona batalkan saja kesepakatan dengan Ustadz Zayyan?” memang dasarnya Nisa ini adalah perempuan yang lemah lembut plus gak enakan, membuat dia mencoba menyadarkan Nayla dengan pemilihan kata-kata selembut dan sehalus mungkin. Nisa tak tega mengatakan secara frontal seperti:“Sadarlah, kamu hanya akan mempermalukan dirimu sendiri! Huruf hijaiyah aja kamu belum hapal, apalagi harus mengikuti Lomba Cerdas Cermat melawan santri-santri lain yang lebih siap segalanya?”“Ya, aku tahu maksudmu,” Nayla bukan manusia bodoh yang tak tahu pesan tersira
Jika diibaratkan lampu, mungkin mata Nayla saat ini sudah 5 watt. Sebentar lagi, kedua mata itu akan terlelap, jika saja tidak ada dua batang korek api yang menopang kelopak itu agar tidak terpejam.Pukul 23.46, hampir tengah malam, namun kamar nomor 13 masih terang benderang cahayanya, pertanda bahwa si penghuni masih terjaga di sana. mereka sedang melakukan apa? mari kita cari tahu bersama.“Sejarah mencatat bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi. Perdagangan maritim menjadi jalur utama penyebaran agama ini. Pedagang-pedagang muslim dari berbagai wilayah, seperti Gujarat, India, dan Timur Tengah, datang ke pelabuhan-pelabuhan Indonesia membawa bersamaan ajaran Isl-,” Nayla tak mampu menyelesaikan kalimatnya karena rasa kantuk yang membuat matanya tertutup sejenak. Sadar bahwa jika ia tertidur, maka dia akan kalah dari Mutia, hal itu membuat Nayla terperanjat lalu memukul-mukul pipinya keras dan kembali membaca buku tebal di hadapannya.“Jangan, jangan tidu