"Kamu mikir apa, Al?"Yuri melirik Aldo yang duduk di sebelahnya, nampak ia tengah berpikir keras. Tapi entah apa yang dia pikirkan, Yuri sama sekali tidak tahu. "Aldo cuma nggak habis pikir aja, Ma. Kenapa Aldo sama sekali nggak bisa ingat sama istri Aldo sendiri? Padahal kan--""Al ... Mama kan udah bilang, entah apa yang dia lakukan kepadamu, dulu kamu benar-benar berbeda! Kamu bahkan berani melawan Mama, entah apa yang terjadi, Mama juga nggak tahu!""Masa sih, Ma? Aldo ngelawan yang kayak gimana sih? Kenapa dari kemarin Mama bilang begitu?" Aldo tidak mengerti, ia duduk dengan lirik penuh tanda tanya ke arah Yuri. Yuri mendengus kesal, wajahnya benar-benar nampak tidak suka. Ia tidak langsung menjawab, ia menghentikan mobilnya di belakang garis putih. "Kamu sama sekali tidak mau dengerin mama, Al! Mama nggak setuju kamu nikah sama perempuan itu. Tapi apa jawabmu dulu, kamu malah salahin Mama dan lain-lain." suara itu terdengar begitu kesal, sementara Aldo, ia masih mencoba men
"Lama-lama habis kesabaran aku hadapin wanita itu!" Redita yang tengah membersihkan wajah kontan menghentikan sapuan kapas ke wajah. Ditatapnya sang suami dari pantulan kaca. "Gitu-gitu dulu istrimu loh, Mas!" gumam Redita sengaja menggoda. Wajah Adnan makin keruh, ia membuang muka membuat Redita terkikik tanpa suara. Ia tidak cemburu mantan istri suaminya bolak-balik ke rumah ini, karena Redita tahu suaminya tipe lelaki setia dan tidak akan pernah jatuh kembali pada pelukan wanita itu. "Dulu dia masih waras, sekarang nggak tahu kenapa dia jadi nggak waras kayak gitu!" ujar Adnan sekenannya. "Hush!" Redita menoleh, menatap gemas ke arah suaminya. "Nanti Aldo denger jadi masalah, Mas!" Tentu Redita tidak mau menambah masalah. Aldo sedang dalam masa di mana sebagian memorinya menghilang. Yang mana hal itu membuat Yuri bergerilya hendak melakukan sesuatu yang sejak dulu sekali ingin dia lakukan, yaitu memisahkan Aldo dengan istrinya, Amanda yang tengah hamil lima bulan! "Biarin!
"Al, nanti Amanda ada jadwal cek kandungan, kamu temenin, ya?"Suara denting sendok terhenti, Amanda yang tengah mengoles selai ke selembar roti kontan menoleh menatap sang suami yang tampak tertegun dengan macam patung. Lelaki itu kontan mengangkat wajah, menatap sang papa yang tampak tengah memperhatikan dirinya itu. "Maaf, Pa. Aldo udah ada janji sama Mama."Cless! Sebuah jawaban yang sangat tidak Amanda harapkan keluar, keluar juga dari mulut lelaki itu. Bahkan Aldo sama sekali tidak menoleh ke arahnya. Mengabaikan Amanda seolah-olah Amanda memang tidak pernah ada di antara mereka. "Janji kemana sih, Al? Sepenting apa sampai-sampai istri kamu mau cek kandungan aja kamu pilih pergi sama mama kamu?" protes Adnan nampak kesal. Aldo meletakan sendok di piring. Sementara Amanda, ia memilih untuk menundukkan wajah guna menghibur hati dan dirinya sendiri. Memang apa yang Amanda harapkan di sini? Aldo akan dengan antusias mau mengantarkan dia pergi ke ruang praktek dokter Lili? Yang b
"Dampingi Bang Al terus?" gumam Amanda dengan sangat lirih. Amanda sudah duduk di dalam taksi online yang akan mengantarkan dia ke rumah sakit. Untuk ke sekian kalinya Amanda periksa kehamilan sendiri. Memang apa yang dia harapkan? Mengingat anda ini sebagai istri saja tidak, apalagi mengantarkan Amanda periksa kandungan? Bahkan beberapa hari yang lalu Aldo meragukan janin dalam kandungannya, kan? "Sendirian aja, Mbak?"Amanda tersentak, ia menatap driver yang duduk di bangku kemudi. Amanda melempar senyum, perlukah dia menceritakan apa yang sudah terjadi? "Iya, Pak. Kebetulan suami sedang dinas luar." jawab Amanda berbohong. Sangat tidak etis jika masalah dalam rumah tangga di bawa keluar apalagi apa perlunya supir taksi online ini tahu apa yang sedang terjadi pada rumah tangganya?"Suaminya kerja apa memangnya, Mbak?""Angkatan Darat, Pak. Makanya nggak pernah di rumah." kembali Amanda berbohong, padahal Aldo ada di rumah. Ah ... Tidak juga, dia sedang pergi entah kemana bersama
"Aku dengar Aldo udah balik, kok masih sendirian periksa kandungannya?"Amanda yang tengah duduk di kantin rumah sakit dan menikmati segelas es jeruk serta seporsi gado-gado kontan terkejut bukan main ketika suara itu dia tangkap dengan telinga. Ia tidak perlu menoleh atau mendongakkan suara itu mengenali wajah si pemilik suara, karena Amanda sudah mengenal sosok itu bahkan hanya dari suaranya! "Matamu kenapa sembab begitu? Kandungan kamu baik-baik aja, kan? Mana suami kamu?"Rentetan pertanyaan itu Amanda dapatkan, membuat ia akhirnya terpaksa mengangkat wajah dan mendapati lelaki dengan setelan scrub warna navy nampak duduk di kursi yang tepat berada di depan Amanda. "Semua baik-baik saja, Dok! Jangan terlalu khawatir." jawab Amanda merasa tidak enak jika hanya berdiam saja. "Cih! Kenapa jadi seformal itu padaku, Nda! Kau tahu, kan kalau aku nggak suka kamu bersikap seperti itu kepadaku?" protes lelaki itu nampak tidak suka. Amanda terbungkam. Ia sampai tidak tahu harus berbuat
"Apa-apaan sih ini maksudnya?"Gunawan Wijaya nampak gusar, ia melirik tajam ke arah sang istri yang duduk di sebelahnya. Harusnya di jok belakang ada Josselyn yang duduk di sana, tapi anak gadis yang mereka sempat-sempatkan jemput di bandara itu malah ikut mobil mantan kekasihnya. "Maksud apa? Kenapa sih Papa jadi uring-uringan begini?" tanya Kamila nampak ikut gusar. "Gimana nggak uring-uringan kalau anak perempuannya hendak dijadikan pelakor sama ibunya sendiri?" tentu Gunawan marah, dari sekian banyak pria, kenapa harus yang sudah beristri? "Siapa yang pelakor sih? Aldo itu mantan pacar Josselyn dan--""Cuma mantan! Dan perlu ditegaskan lagi kalau mantan Josselyn itu udah beristri! Gimana sih kamu ini?" potong Gunawan tak sabar lagi. Kamila mendengus, "Memang, tapi tanya Aldo aja lah, nanti mau pilih istrinya atau Josselyn.""Astaga!" Gunawan mendesis, "Sampai kapanpun Papa nggak bakalan kasih restu, sampai kapanpun!"Kamila menyandarkan tubuhnya di jok. Ia melirik suaminya de
'Ini hanya sementara!'Dicky mendesah, ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Dengan mata terpejam sekalipun, ia masih bisa merasakan cincin perak itu melingkar di jari manisnya. Sebuah tanda bahwa ia sudah terikat secara resmi. "Kenapa kamu masih percaya sekali bahwa dia akan kembali seperti semula, Nda? Kenapa justru aku yang sejak dulu mati-matian berusaha menunjukkan padamu perasaanku malah sama sekali tidak kau beri kepercayaan itu?"Tepat setelah Amanda 'menolak' Dicky beberapa tahun yang lalu, Dicky lantas pasrah dan menurut saja dijodohkan oleh sang bapak. Sudah dua tahun menikah, namun sama sekali perasaan Dicky untuk istrinya tumbuh. Rasanya bukan hanya perasaan Dicky yang belum tumbuh, perasaan Sarah pun sama! Pernikahan mereka hanya topeng, kedok dan sandiwara yang begitu rapi sekali mereka perankan. "Belum ada setahun dia nikahin kamu, dia udah bikin kamu se menderita itu, dan kamu masih memutuskan untuk bertahan? Luar biasa sekaki!" Dicky tidak habis pikir, sebesar
"Katanya mau ke bandara, Mbak. Jemput siapa ya namanya ... bentar, Mbak Tik lupa namanya."Bukan hanya Mbak Tik yang tengah berpikir keras, Amanda pun sama. Siapa yang dijemput suaminya di bandara? Kalau saudara, tentu tidak mungkin. Papa mertuanya nampak anteng dan tidak mengabarkan kalau akan ada saudara yang datang. Atau saudara dari pihak mama mertua? Entah Amanda juga tidak tahu, ia tidak kenal dekat dengan keluarga mama kandung dari suaminya itu."Ah iya ... jemput Josselyn, Mbak! Kemarin Mbak nggak sengaja denger katanya Ibu mau ngajak Mas Aldo jemput Josselyn."DEG!Jantung Amanda seperti berhenti berdetak saat itu juga. Meskipun belum pernah bertemu atau kenal langsung dengan wanita yang bernama Josselyn itu, tentu Amanda tahu, siapa itu Josselyn dan apa hubungan wanita itu dengan suaminya."Katanya udah kelar sekolah dari luar negeri, terus pulang ke Indonesia. Nah sama Ibu, Mas Aldo-nya diajak jemput ke bandara, Mbak."Amanda hanya mengangguk pelan mendengar penjelasan itu.