Share

Pernikahan Ayana

Ibu, kapan sampai? Kok ga ngabarin Ammar kalau mau datang kan bisa Ammar jemput." Rengek Ammar khas manjanya anak kecil.

"Ibu telpon kamu ga diangkat ya sudah Fadli yang antar kesini tadi. Kok tumben pulang sore banget biasanya jam enam dah balik?" Salma menatap Ammar lekat-lekat.

"Kapan kamu mau nganter itu calon istri kamu? Mama ingin cepat-cepat ketemu." 

"Sabar Bu, Ammar lagi atur kembali jadwalnya biar bisa ketemu dengannya lebih lama jadi lebih puas ngobrol dengannya. Memangnya ada apa bu, kok Ibu buru-buru gitu?" 

"Ayah kamu, sudah nentuin tanggal pernikahan kamu sama Dinda." 

Deg!

"Secepat itu? Oke bu, besok aku bicara sama ayah agar tidak usah mengatur segala sesuatunya. Karena aku sudah memiliki calonnya." 

Ammar menyerahkan ponselnya pada Salma dan Salma pun terhenyak melihat siapa yang ada di ponsel anaknya itu.

"Ka--kamu kenal sama dia? Dia kan desainer keren itu?" Ujar Salma.

"Benar bu, apa ibu merestuinya, dia yang Ammar mau bu."

"Baiklah jika itu mau kamu, ibu akan mendukung kamu tapi dengan syarat kamu harus benar-benar serius dan takkan menyakiti hatinya." Pinta Salma.

Ammar mengangguk saatnya dia berjuang demi cintanya. 

***

"Ayana, aku ingin bicara penting padamu." 

"Oh Pak Ammar, bagaimana Pak?" 

"Will you merry Me?" 

Ayana tercengang, lamaran macam apa ini tak ada romantis-romantisnya sama sekali.

"Maksudnya gimana ya Pak?" Ayana masih belum bisa memahami perkataan Ammar.

"Jika iya kau janji akan membahagiakanmu Ayana." 

Ayana tertawa mendengar ucapan Ammar.

"Aku sedang tidak bercanda Ayana. Please."

Ayana pun berhenti seketika dia menatap Ammar lekat-lekat, iya tak ada kebohongan di sana.

"Apa ada punya jaminan bisa membuat saya bahagia pak Ammar?" 

"Tentu saja ada."

"Saya bukan lagi gadis remaja lagi yang suka dengan rayuan-rayuan manis Pak, saya memiliki anak yang sudah dewasa memangnya bapak mau nerima anak saya?"

"Kenapa tidak? Justru aku dapat dukungan juga dari Aziz. Bagaimana apa kau setuju?" 

"Bisakah aku meminta waktu untuk berfikir?" 

"Baiklah jika itu mau kamu, apa tiga hari cukup untuk memikirkannya? Aku tak ingin berlama-lama. Aku ingin segera jawabannya."

"InsyaAllah segera nanti aku kabari Pak." 

"Terima kasih."

"Dan bisakah mulai hari ini untuk tidak terlalu formal memanggilku dengan sebutan Pak dan saya. Apakah aku terlalu tua untukmu?" 

"Oh maafkan aku, bukannya aku tidak tahu tapi rasanya kurang sopan buatku. Sekali lagi maaf."

"Oke aku tunggu jawabannya segera. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam." 

Ayana menatap punggung laki-laki yang tegap berdiri melangkah pergi dan menghilang di tikungan tajam.

"Apa yang harus aku lakukan?" Gumam Ayana bimbang.

Ayana segera menelpon Ikhsan kakaknya. "Assalamualaikum Mas, aku ingin bicara sekarang kamu ada dimana?" 

"Waalaikumussalam, aku sedang ada di depan butikmu." 

"MasyaAllah, cepat ke atas Mas ada yang ingin aku sampaikan."

"Oke."

Ikhsan segera membuka pintu ruangan Ayana.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam, Mas kok cepet nyampainya." 

"Hem, tadi dibawah aku ketemu sama Ammar dia meminta ijinku buat nikahin kamu."

"Terus Mas jawab apa?" 

"Ya jawab seadanya, semua tergantung dirimu. Asal kamu nyaman aku juga gak akan masalah." 

"Lantas bagaimana dengan Aziz mas, apa dia bakal mengijinkan?" 

"Tentu saja, dia sendiri yang mengusulkan Ammar sebagai calon ayah sambungnya."

"Baiklah jika demikian."

Ikhsan menautkan kedua alisnya. "Maksudnya?" 

"Aku akan menerima lamarannya mas." 

"Alhamdulillah, semoga ini yang terbaik untukmu."

Diraihnya ponsel yang tergeletak di meja dan dicarinya dial nomor yang sering dihubungi.

"Assalamualaikum pak Ammar, eh maksudnya Mas Ammar." 

"Waalaikumussalam, ada apa Na? Apakah kamu ma---"

"Aku mau menjawabnya sekarang, jawabannya adalah aku bersedia." 

Hening sejenak, Ammar berusaha mencerna perkataan Ayana dengan baik.

"Jadi kapan kita m.e.n.i.k.a.h?" 

"Yakin? Baiklah. Besok pagi jam sembilan pastikan untuk tidak kemana-mana. Aku bakal datang ke rumah dengan kedua orang tuaku dan menikah." 

"MasyaAllah, apa aku tak salah dengar?" Ayana mencoba meyakinkan diri kembali.

"Atau kamu mau sekarang? Aku coba hubungi rumah dulu apakah orang tuaku sedang di rumah terutama ibu ku karena kita perlu restu darinya. Nanti aku telpon kembali." 

"Baiklah sampai nanti. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam." 

Ammar segera menelpon Salma memastikannya apakah bisa hadir dalam pernikahannya yang mendadak ini, dan Salma pun menyanggupinya untuk datang. 

Ammar pun memberikan alamatnya pada Salma.

Menghubungi penghulu dan melobi masjid di masjid dekat rumah Ayana. Setelah semuanya beres Ammar segera meluncur ke rumah Ayana.

Begitupun dengan Ayana setelah mendapatkan kabar tentang kesiapannya dia bergegas pulang untuk menyiapkan acara pernikahan dadakannya dengan baik mulai dari catering serta perlengkapan ijab Qabulnya di masjid nanti.

Drrtt...drrt...

Pak Ammar calling...

"Hallo Assalamualaikum..." 

"Waalaikumussalam, bagaimana dengan persiapan di sana?" 

"Semuanya sudah beres tinggal menunggu kedatanganmu saja." 

"Baiklah ini juga sedang dalam perjalanan menuju rumahmu bersama ibuku." 

"Oh benarkah, aku tunggu. Hati-hati."

"Oke sampai jumpa."

Klik.

Baru juga mematikan ponselnya bunyi suara klakson mobil sudah menggema dari luar.

Tint...tint...

Tint..tint...

Betapa terkejutnya Ayana melihat rombongan Ammar sudah ada di depan rumahnya lebih tepatnya rumah Ikhsan.

"Assalamualaikum,.." 

"Waalaikumussalam, cepat sekali ternyata tidak sabar menunggu esok dengan adikku?" Canda Ikhsan pada Ammar.

"Bukan begitu aku hanya ingin mempersingkat waktu. Kenalkan ini ibuku Salma dan ayahku sedang dalam perjalanan bisnisnya ke Eropa jadi maaf tidak bisa hadir di sini."

"Oh baiklah, bagaimana jika segera melaksanakan akadnya. Aziz panggil mamamu segera." Seru Ikhsan pada Aziz keponakannya yang paling ganteng sedunia.

"Baik paman sebentar aku panggilkan." Aziz segera ke kamar dimana Ayana sedang menunggu.

"Itu adalah anakku bu, dia adalah anak Ayana. Aziz namanya." Jelas Ammar.

"Kamu tidak salah kan bagaimana dengan ibunya jika anaknya saja segede dia?" Komentar Salma.

"Tenang bu, Ayana adalah wanit---"

"Assalamualaikum," 

Semua pasang mata menatap pada Ayana, cantik itulah yang terlihat di wajah seorang Ayana mengenakan gamis berwarna salem dengan aplikasi manik-manik dan jilbab senada membuat Ayana terlihat lebih muda dari usianya.

"Waalaikumussalam." 

"Apa semua sudah siap, mari kita mulai acaranya." Ujar seorang yang ternyata adalah seorang penghulu.

Acara ijab Qabul berjalan dengan khidmat. Selesai acara pun rombongan Ammar segera balik tapi tidak dengan keluarga inti. 

Ammar, Fadli dan Salma masih disana.

"Kamu cantik sekali nak, ibu sampai tidak percaya jika kamu sudah pernah menikah dan sekarang ibu tidak hanya memiliki menantu tapi juga seorang cucu." Ucap Salma terharu.

Ayana hanya dapat tersenyum melihat kebahagian ini.

"Aziz apa kamu mau ikut dengan kami sekarang ke rumah baru kita?" Ajak Ammar.

"Aku, biar aku disini dulu Om. Eh maksud aku Pa--" Aziz merasa canggung dan belum terbiasa.

"Baiklah, jika kamu sudah siap katakan saja nanti aku akan menjemputmu." 

Aziz hanya dapat menganggukkan kepalanya.

"Kak, aku balik dulu antar ibu pulang ke rumah."

"Baiklah hati-hati."

Ammar mencium tangan Salma. "Hati-hati dijalan bu." 

"Kamu juga, jaga istrimu dengan baik."

Ammar mengangguk, "Assalamualaikum.." 

"Waalaikumussalam." Jawab serempak.

"Mas Ikhsan terima kasih untuk semuanya. Apa aku bisa bawa istriku pulang ke rumah sekarang?" Ijin Ammar pada Ikhsan.

"Tentu saja, sekarang dia adalah tanggung jawabmu tolong perlakukan dia dengan baik." 

"InsyaAllah mas, kalau begitu kami pamit dulu. Assalamualaikum." 

"Waalaikumussalam,.." 

Aziz memeluk Ayana, "Aziz bahagia sekali terima kasih." 

Ayana tersenyum mengusap kepala Aziz dengan lembut. 

"Beritahu ibu segera jika kamu sudah siap untuk pindah."

Aziz hanya mengangguk saja tanpa mengucapkan kata-kata.

***

Sementara di lain tempat tampak seorang sedang duduk menahan emosinya, siapa lagi jika bukan Robert ayah Ammar. Lelaki paruh baya itu marah karena tidak Ammar mengambil keputusan sepihak tanpa bicara dengannya.

"Dasar anak tak tahu diri! Dianggap apa aku sama dia. Lihat saja jika aku pulang nanti." 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status