Share

Fakta

"Om, apa ibuku baik baik saja?"

Ammar dan Fadli menoleh ke arah sumber suara.

"Om, apa ibuku baik baik saja?" 

"Kau,....?"

"Aku Aziz om, anaknya ibu yang kecelakaan tadi? Bagaimana keadaan ibu ku om?" 

"Dia ada di dalam sedang melewati masa kritisnya. Doakan yang terbaik untuknya ya!" 

"Apa ibuku akan baik baik saja?" 

"Tentu saja"

Ara dan Raka datang menyusul Aziz lari tergopoh gopoh. 

"Mas, Tante gimana? Apa sudah sadar?" 

"Belum Ra, ibu belum sadar" 

"Sabar Ziz, ibu mu pasti baik baik saja"

Ammar menatap ketiga anak muda yang datang berbeda waktu itu bergantian. 

"Di mana ayahmu? Kenapa tak datang bersamamu?" Seru Ammar menatap Aziz.

"Ayah ga ada om, sudah meninggal" ucap Aziz.

"Nanti Papa Ikhsan akan kesini buat nemenin. Sabarlah mas!"ucap Ara.

***

"Kita tunggu saja sampai Om nya datang kak baru kita pulang!" 

Seru Fadli dan Ammar hanya mampu mengangguk.

Dalam pikirannya sekarang hanya ada pertanyaan tentang Ayana. Diusia berapa dia menikah sehingga diusianya yang masih muda dia sudah memilik anak sebesar ini yang notabene terlihat seperti adiknya.

Dan suaminya, apa benar sudah meninggal?

Tak selang beberapa jam Ikhsan datang beserta Rahma. Fadli yang melihat kedatangan langsung tersenyum meskipun hanya seorang sekretaris tapi dia sangat menyukai gadis selugu Rahma. 

"Terima kasih sudah bawa Bu Ayana ke rumah sakit pak Manager" ucap Rahma.

Fadli hanya tersenyum.

"Kalau begitu kami permisi dulu. Assalamualaikum" seru Ammar dan Fadli bersamaan.

***

"Yah, jangan terlalu memaksa terhadap anak kasihan. Selama ini Ammar selalu nurut sama kamu. Biarkan dia menentukan jalannya sendiri. Kita hanya perlu mendukungnya jika dia berbuat salah barulah kita bertindak" Salma mencoba bicara pada Robert karena Salma sendiri tidak tega jika anaknya tertekan dalam bayang bayang kekuasaan ayahnya.

"Sudahlah ma jangan bicarakan soal anak itu lagi. Biarkan nanti jika dia datang ke rumah dan bertemu langsung dengan Dinda dia pasti mau" Robert antusians jika perjodohan ini akan berhasil.

"Apa kurangnya Dinda ma, dia cantik dan juga terpelajar aku yakin Ammar akan menyukainya"

"Terserah kau saja yah, jika ada apa apa nanti aku tidak ikut campur ya" 

Salma bergegas ke dapur membantu Bi Inah menyiapkan makan malam.

"Assalamualaikum Bu..." Ammar datang dan langsung Salim pada Salma ibunya.

"Waalaikumussalam... Kau sudah pulang nak? Mandilah dulu setelah itu siap siaplah mungkin sebentar lagi tamunya akan datang" seru Salma sembari memberi segelas air minum untuk Ammar.

"Baiklah Bu, aku mandi dulu" 

"Kasihan kamu nak, semoga semua baik baik saja"

"Bu...." Salma terperanjat melihat Fadli ada di belakangnya.

"MasyaAllah,, jadi orang jangan suka ngagetin kenapa? Kalau ibu punya penyakit jantung gimana nak?" Protes Salma.

"Maaf Bu, la ibu fokus mikirin kak Ammar terus aku dianggurin" Fadli mberengut kesal.

"Perasaanmu saja nak ibu tak pernah membedakan. Hanya saja sekarang masalah kakakmu lagi rumit ibu sendiri tidak tahu harus bagaimana meyakinkan ayahmu" 

"Sabar Bu kak Ammar pasti bisa mengatasinya kita doakan saja yang terbaik untuknya yaa" 

***

"Dok bagaimana keadaan adik saya?" Ikhsan langsung berdiri ketika Dokter Ibrahim keluar dari ruang rawat Ayana.

"Alhamdulillah sudah lebih baik dari kemarin dan sudah melewati masa kritisnya. Kita tinggal menunggunya sadar. Tapi...." ucapan Dokter Ibrahim terhenti.

"Kenapa Dok?" Aziz menyela dia begitu khawatir dengan keadaan ibunya.

"Jika dia sadar tolong jangan buat dia tertekan. Agar sakit di kepalanya bisa segera sembuh"

"Baiklah kami mengerti Dok"

"Kalau begitu saya permisi dulu"

"Aziz, sebaiknya kau balik dulu ke rumah. Biar Om yang jaga ibu mu" seru Ikhsan.

"Tidak Om aku mau nungguin ibu di sini sampai sadar" Aziz kekeh tidak mau pulang.

"Baiklah tapi jika sudah sadar segera pulang dan istirahatlah biar Om saja yang di sini" 

"Ya Om Aziz mengerti" 

"Segeralah bangun ibu aku merindukanmu?" Gumam Aziz perlahan. 

*****

Ting tong....

Ting tong....

"Hai Mas Bram gimana kabarnya?" Robert terlihat berbasa basi padahal tadi siang mereka baru saja bertemu.

"Aku baik"

"Dimana Dinda? Bukankah kau mengajaknya?"

"Aku disini Tante.." Dinda salim dengan Salma.

"Ayo mari masuk masak tamu ga disuruh masuk" ajak Salma.

"Bi... Bi Inah tolong panggilkan Ammar sebentar" seru Salma.

"Iya Nya, segera" sahut Bi Inah.

"Ada apa Bi kok rame sekali di bawah? Seru Fadli.

"Itu mas Fadli tunangannya mas Ammar dateng" celetuk Bi Inah.

"Eh maaf maksudnya calon tunangannya" ralat Bi Inah.

Fadli terkekeh geli melihat tingkah Bi Inah. Beliaulah yang ikut merawatnya dan juga kakaknya Ammar. Karena selama Ammar dan Fadli kecil orang tuanya sibuk dengan bisnis di luar negeri.

"Hmm..." Ammar berdehem sembari jalan mengambil duduk di sofa sebelah Salma.

"Eh nak kamu sudah turun, kesinilah" pinta Salma.

"Kenalkan dia Dinda putrinya Om Bram. Cantikan?" Seru Salma.

"Wah Ammar ganteng sekali kamu nak, lama ga ketemu ya jadi mungkin kamu lupa sama Tante" sahut Sarah.

"Iya jelas lupa ketemu terakhir waktu dia masih umur sepuluh tahun" Bram menimpali perkataan Sarah istrinya.

"Iya benar sekali dulu kita harus pindah ke London ya Pa?" Sahut Sarah.

Ammar hanya mengeryitkan kedua aliasnya menatap kedua orang yang ada di depannya.

"Benar kita ke London waktu itu dan Dinda baru berumur empat tahun waktu itu" sahut Bram membenarkan ucapan Sarah.

Ammar merasa bosan dengan obrolan di sekitarnya dia merasa malas untuk mendengarkan.

Drrtttt....drrtt....drrtttt .....

Seketika Ammar menatap ponselnya

John calling.....

"Maaf saya permisi dulu mau mengangkat telpon" Ammar langsung keluar menuju taman rumahnya.

"Anak itu tidak bisa membagi waktu mana kerjaan dan mana keluarga" protes Robert kesal pada Ammar.

"Sudahlah yah yang penting Ammar sudah bertemu dengan Dinda benarkan nak?" Sahut Salma.

Dinda hanya mengangguk perkataan Salma. "Tante apa boleh saya menyusul Ammar?" ucap Dinda.

"Oh, boleh silahkan mungkin dia ada di taman samping rumah kau bisa ke sana nak" sahut Sarah.

"Makasih Tante" 

Dinda beranjak keluar untuk menyusul Ammar namun belum sampai dia di pintu Ammar sudah kembali masuk membuat Dinda menjadi gugup karena ditatap dingin oleh Ammar.

"Bu, aku mau keluar dan mungkin tak pulang aku ada urusan mendadak" seru Ammar langsung keluar tanpa menunggu lama dia melajukan mobilnya ke rumah sakit tempat di mana Ayana dirawat.

John memberitahukan jika wanita tersebut sudah sadarkan diri.

"Anak itu tak tahu sopan" Robert

menggerutu kesal pada Ammar.

"Sudahlah yah, bagaimanapun dia sudah dewasa tak baik mengaturnya" 

"Bram, bagaimana jika pertunangan Ammar dan Dinda kita percepat?" Usul Robert.

"Usul yang bagus, Dinda apa kau bersedia?" Tanya Bram pada Dinda.

"Saya bersedia Om Tante" Dinda tersipu merona. Bram dan Sarah nampak bahagia namun tidak dengan Salma, dia memikirkan anaknya Ammar.

Begitu sampai di rumah sakit, Ammar melangkahkan kakinya cepat menuju ruang Flamboyan tempat di mana Ayana dirawat.

Terlihat Ikhsan baru keluar dari kamar Ayana.

"Permisi apa saya boleh menjenguk Bu Ayana?" Seru Ammar.

"Kau kemari lagi, boleh silakan masuk dia sedang ngobrol dengan anaknya. Saya titip adikku sebentar ya, nanti saya akan segera kembali" permisi Ikhsan segera pergi ke kantor polisi untuk mengetahui kejadian pastinya kenapa adiknya bisa sampai kecelakaan.

Ammar masuk ke dalam kamar serba putih dan melihat pemandangan dimana dua orang sedang bercanda dengan hangatnya.

"Assalamualaikum..."

Serempak Ayana dan Aziz menoleh ke sumber suara.

"Waalaikumussalam" sahut mereka bersamaan.

"Pak Ammar, terima kasih karena sudah menolong saya" seru Ayana.

"Om, kesini lagi. Kirain Om bukan temannya ibu soalnya ibu ga pernah punya teman laki laki semenjak ayah pergi" sahut Aziz.

Ammar yang mendengarnya tersenyum. "Kita memang baru berkenalan" sahut Ammar.

"Dan what??? Anak itu bicara ibunya ga punya teman laki laki semenjak ayah pergi? Brarti...?" Batin Ammar 

"Beliau partner kerja ibu Ziz, jadi kamu ga tahu apalagi ketemu" sahut Ayana.

"Bagaimana keadaannya apa sudah lebih baik?" Ucap Ammar menatap wajah ayu Ayana yang pucat.

"Alhamdulillah sudah lebih baik" 

"Permisi, waktunya pasien minum obat dan istirahat" seru perawat masuk dan memeriksa keadaan Ayana.

"Tolong biarkan pasien untuk istirahat ya karena ini sudah jamnya istirahat" ucap perawat setelah selesai memberikan obat pada Ayana.

"Baiklah sus terima kasih" 

"Ibu istrihatlah, biar aku yang menjagamu. Nanti Om Ikhsan juga balik lagi kesini" ucap Aziz.

"Om maukan nemenin Aziz dulu sampai Om ku kembali?" Lanjut Aziz.

Ammar menganggukan kepalanya. "Baiklah dengan senang hati" sahutnya dengan senyum simpulnya.

"Tapi apa tidak merepotkan Pak Ammar bukankah Pak Ammar sibuk?" Sela Ayana.

"Tidak apa-apa saya mau kok nemeni Aziz, tadi Pak Ikhsan juga sudah berpesan pada saya untuk menunggunya sampai kembali" jelas Ammar.

"Baiklah terima kasih Pak maaf sudah merepotkan" 

"Ibu segeralah istirahat" pinta Aziz. Ayana tersenyum melihat Aziz anaknya yang lebih terlihat dewasa dibanding dengan umurnya.

"Ayo Om kita keluar saja biar ibu istirahat" Aziz tanpa sadar menggandeng Ammar keluar Ayana yang melihat itu terkesiap karena tidak biasanya Aziz begitu langsung klop dengan orang lain. 

****

"Apa Om sudah berkeluarga?" ucap Aziz menatap Ammar yang sedang menatap ke depan taman rumah sakit.

"Om belum berkeluarga memangnya kenapa?" Sahut Ammar.

"Setua ini belum menikah? Apa maksud Om mendekati ibu ku" Seru Aziz membuat Ammar langsung mengalihkan pandangannya pada Aziz. 

"Kok kamu bicara seperti itu?" Ucap Ammar terkejut dengan pertanyaan Aziz.

"Karena setahuku laki laki yang mendekati ibu itu orangnya ga baik. Makanya sampai saat ini ibu betah menjanda" seru Aziz membuat Ammar terkesiap mendengarnya.

"Tolong jika Om orang baik maka jangan sakiti ibu saya ya, ibu saya sudah cukup menderita karna ulah ayah saya" ketus Aziz pada Ammar.

Ammar hanya menganggukan kepalanya dan mulai memahami siatuasinya. 

"Om janji ga akan nyakitin ibu kamu percayalah" sahut Ammar pun tersenyum.

"Aku percaya padamu Om"

Sedikit demi sedikit Ammar sudah mengetahui informasi tanpa harus repot mencari tahu. Tapi tentu saja dia butuh bantuan John untuk menyelidikinya lebih lanjut tentang kebenaran yang ada.

"Om sendiri kenapa belum menikah atau karena tidak laku?" Ceplos Aziz membuat Ammar melotot.

"Kau ini bicara apa masih kecil sudah bicara cinta?" 

"Dan lagi bagaimana kau tahu jika aku tak laku. Bahkan wanita wanita cantik mengantri untuk jadi istriku." Timpal Ammar membela diri.

"Nyatanya Om masih sendiri brarti ga laku dong" Aziz melirik Ammar sekilas.

"Oke. Baiklah anggap saja demikian" 

Ammar tak ingin berdebat dengan Aziz mengingat ini pertemuan kedua kalinya dengannya.

***

"Pa, apa papa yakin Ammar mau menikah denganku?" Seru Dinda setelah sampai di rumahnya.

"Tentu saja harus mau, kau itu pintar, cantik, sexy, dan punya banyak uang. Kurang apalagi dia pasti tergila gila padamu benarkan Pa?" Sahut Sarah.

"Benar yang mamamu katakan jadi manfaatkanlah untuk mengambil hati Ammar. Kau mengerti" seru Bram. 

"Tapi kayaknya sulit Pa bagi dia untuk menerima ku kemarin ga sengaja ku dengar dia mau ke rumah sakit menemui seseorang dan terlihat dia sangat bahagia dan tersenyum. Tapi begitu melihatku dia langsung berubah jadi dingin. Apa dia sudah memiliki kekasih" ucap Dinda.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status