"Masa Ibu tega sama anak Ibu sendiri, kami tidur dijalanan gitu? Kami udah gak punya uang Bu," lirih Mawar memelas, menatap sendu pada Indah.
Baru saja Indah hendak berseru, suara notifikasi pesan berbunyi. Wanita itu memilih melihat isi chat itu yang ternyata dari Maura. Indah menarik napas sedikit panjang saat membaca deretan huruf itu.
[Bu, jika Mawar dan Mas Hamdan ke rumah Ibu tolong izinkan saya jika mereka ingin menginap. Aku akan ke sana, mengambil mobil yang dipakai mereka. Tolong bantuannya ya, Bu.] - Maura
"Ya sudah, masuk cepat! Tapi kalian jangan berzina di rumahku," ucap Indah memberikan wejangan, dia memang menyayangi Mawar tapi ia juga perlu mendidik wanita itu jika berbuat salah.
"Kok gitu, Bu. Kami itu udah menikah secara sah agama dan negara, sebentar lagi juga Ibu akan mendapatkan cucu," protes Mawar lalu tersenyum saat membicarakan janin di rahim tak lupa ia mengusap sayang perutnya.
"Apa! Kamu hamil? Semoga dia tid
Jangan lupa dukung aku ya, dengan memberi gams sebanyak-banyaknya. Kasih rate bintang 5"Kamu! Serakah sekali Ra, mengambil semua barang-barangku," hardik Hamdan menarik lengan Maura agar berdiri di hadapannya."Memang kenapa, ha! Wajar itu hartaku, kamu dan selingkuhanmu tak berhak menggunakannya! Kalau bukan karna aku, kamu sudah jadi gembel," geram Maura tak tahan mengeluarkan semua amarahnya."Tapikan," ucapan Hamdan terhenti saat Indah mengangkat tangannya."Sudahlah, Dan. Kasih kunci mobil itu, itu milik Maura. Itulah akibatnya jika kamu hanya mementingkan nafsu, cepat kasih!" perintah Indah dengan suara meninggi."Ibu gak perlu ikut campur! Ini masalah aku dan Maura," seru Hamdan tanpa sengaja membentak wanita paruh baya itu."Kamu lelaki bukan! Tau diri sedikit, cepat kasih! Kalau tidak saya akan menelepon polisi, karena kamu mengambil milik orang lain," ancam Indah membuat wajah Hamdan memucat bersamaan Mawar yan
"Maaf Mas, aku hanya ingin kamu memperhatikanku," lirih Mawar dengan suara yang diselingi isakkan."Gak gitu caranya, War! Kamu membuat rumah tanggaku hancur, bahkan karirku," hardik Hamdan menyalahkan istri keduanya."Itu juga karna kamu, Mas! Kamu menjanjikan akan membuat aku bahagia, tapi kamu malah sibuk dengan istri tuamu itu," ungkap Mawar membuat Hamdan memijit keningnya."Sudahlah kalian kenapa jadi bertengkar begini," ujar Indah menatap kedua sejoli itu."Terus aku harus bagaimana, Bu! Karna keegoisan dia aku bercerai dengan Maura," seru Hamdan membuat Mawar membeliakkan mata tak terima."Itu salah kalian berdua, bukan salah Mawar doang! Jadi jangan saling menunduh begini seperti anak kecil saja, ingat dari hasil perbuatan kalian ada janin yang harus kalian jaga!" hardik Indah."Sial!" maki Hamdan ia memukul sofa dengan penuh emosi melampiaskan amarahnya."Sudahlah, mendingan kalian cek kandungan Mawar saja." Hamdan dan Mawar
"Mbak Mawar," gumam Delia saat melihat Mawar berdiri di tempaf satpam."Apa Sayang?" tanya Maura berjongkok mensejajarkan tingginya dengan gadis dihadapannya ini."Itu Bun. Ada Mbak Mawar," seru Delia menunjukan tempat satpam lalu Maura menoleh tatapan mereka beradu."Mawar? Kamu ke sini. Oh ... mau bawain bekal sama Mas Hamdan, ayo bareng aku masuknya," ajak Maura saat mendekati Mawar, wanita itu terdiam lalu mengangguk."Mbak ke sini ngapaian? Mau nemuin Mas Hamdan, Lia pasti kangen ya," ujar Mawar menebak Delia yang menatap ia sinis dan tak melepaskan genggaman tangan pada Maura."Itu Mas Hamdan, War. Ajak aja nanti pas istirahat makannya, dia harus profesional ya harus utama pekerjaan dulu," seru Maura menunjuk Hamdan yang tengah membawa cangkir."Mas ...," panggil Maura membuat Hamdan menoleh ke arahnya dan membulat saat melihat Mawar disamping wanita yang sudah menjadi atasannya itu."Ada apa, Bos?" tanya Hamdan pelan membuat Ma
Selalu dukung otor ya.Maura tergesa-gesa menuju rumah sakit, bahkan Aji ikut. Wanita itu langsung menerobos masuk ke ruangan, menatap anaknya yang berbaring. Delia yang melihat Maura cepat melebarkan tangan dan memeluk sang Bunda."Bunda ... badan Lia gatel semua," lapor Delia menunjukan badan yang merah-merah.Maura mengusap punggung anaknya lalu melepaskan pelukkan dan membuat kepala Delia mendongak. Air mata terus terurai di pelupuk gadis kecil itu, Ibu mana tidak merasa sedih. Tatapan Maura langsung beralih menatap Hamdan dan Mawar yang menunduk."Apakah kamu lupa jika anakmu alergi udang, ha!" geram Maura menatap murka ke arah Hamdan."Maaf, Mbak. Mawar tidak tau jika Delia alergi udang, Mas Hamdan tak salah. Dia saat itu tidak ada di rumah," jelas Mawar membuat Maura semakin membulatkan mata larena emosi."Kenapa kamu gak ada di rumah saat Delia ada di sana ha! Katanya mau menjaga malah membuat anakku j
Sebulan berlalu Maura masih belum menjawab lamaran Aji. Lelaki itu sama seperti biasa, mengajak Delia bermain. Maura menatap Aji yang sangat akrab dengan anaknya, jantung tiba-tiba berdebar dan menghangat saat memandang mereka."Ra ...," panggil Mama Aji membuat Maura menoleh karena bahunya disentuh."Boleh kita bicara, Sayang?" tanya Aulia sebagai jawaban Maura mengangguk kepala, mereka langsung berjalan menuju halaman belakang."Ada apa, Tan?" tanya Maura saat duduk di kursi memandang pohon mangga yang telah berbunga."Kamu sudah mempertimbangkan lamaran Aji, Ra? Dia sudah lama menyukai kamu, tapi sayang pas dia mau melamarmu. Kamu sudah bersama mantan suami kamu," ujar Aulia membuat Maura terdiam."Yang benar saja, Tan. Kenapa tidak dari dulu mengungkapkannya?" tanya Maura heran."Aji ingin sukses dulu, baru melamarmu," ucap Aulia menjelaskan."Apa kamu belum memutuskan untuk menerima atau menolak? Kasihan, Aji sudah wa
Extra part ini seperti season 2, selamat membaca.Maura tengah menimang anak Mawar yang baru berusia satu bulan. Wanita itu berkunjung melihat baby Fauzia, gadis kecil Maura merengek meminta bertemu buah hati Mawar. Delia yang telah berusia enam tahun ini terus menciumi gemas pipi Fauzia."Dede Ia, Kakak kangen banget sama kamu," seru Delia saat Maura sudah menidurkan Fauzia di kasur."Stttt, Dede Ia lagi bobo. Jangan berisik, kasian," nasehat Maura pelan, membuat Delia mengerucutkan bibirnya."Ih ... Bunda, mah. Lia, kan, ke sini pengen main sama Dede Ia," keluh Delia menatap marah Maura yang terkekeh pelan."Tapi sekarang waktunya Dede Ia, bobo Sayang. Lia gak boleh begitu, kasian Dede Ia ngantuk," nasehat Maura dibalas anggukan pelan Delia."Ya sudah, Lia mau ke Ayah sama Papa dulu ya," kata Delia pamit pada Bunda dan Mamanya, lalu bergegas pergi saat dibalas anggukan Maura."Ayah ... Lia kangen Ayah," ucap Delia memeluk kaki
Ayo share karya ini agar otor semangat ngetiknya."Bunda! Bunda, kenapa," pekik Delia menatap Ibunya yang memegang perut, ia terlihat mengatur napas dan dahi berkeringat.Gadis kecil itu langsung mendekati sang Bunda, lalu matanya membulat saat melihat Maura bangkit dari duduk. Terlihat dengan jelas darah di daster wanita itu, Delia semakin terkejut dan berteriak memanggil semua orang. Mertua Maura lekas berlari tergesa-gesa kala mendengar pekikkan sang cucu, dia mendekat memandang Delia bingung."Itu Nek, baju Bunda ada darahnya, merah-merah gitu," seru Delia menunjuk Maura yang bersandar di sofa lagi, ia terus mengatur napasnya."Ra! Kamu mau lahiran," pekik Aulia, lalu segera menelepon anaknya."Aji! Maura mau lahiran," pekik Aulia saat sambungan telepon terhubung, handphone lelaki itu hampir terlempar saking terkejut."Langsung bawa ke rumah sakit, Mah. Nanti aja nyusul, Aji langsung berangkat ke rumah sakit yang suda
Terus dukung author, dengan memberi bintang 5 dan gams"Ra, jangan teriak. Lihat cucuku nangis," tegur Aulia membuat Maura menoleh dan meminta maaf."Maafin, Mama ya, Sayang," lirih Maura pelan, mengusap sayang kepala anaknya lalu melihat sang suami tengah meminta dibukakan gerbang dan masuk membuka pintu utama."Lo masuk dulu ya, gue parkirin mobil dulu," seru Aji dengan santai mengulas senyum mempersilakan gadis itu masuk ke kediaman lalu melangkah ke mobil."Mas," panggil Maura terhenti saat melihat suaminya tengah menerima telepon."Ahh ... ayo berkumpul, kalian ke rumahku saja," seru Aji lalu mematikan sambungan telepon dan memasuki gerbang, tak lupa memarkirkan kendaraan roda empat miliknya."Ayo keluar," ajak Aji membantu sang istri menuju ke rumah.Gadis itu memandang Maura yang dipapah oleh Aji. Melihat perlakuan sayang Aji pada wanita yang menyandang sebagai istri, membuat ia cemburu, menatap Maura dengan