Share

Pencarian

Selena menggeser ke atas layar ponselnya. Ia membaca lowongan kerja yang terpampang di website. Tak ada yang menarik untuknya, terlebih gaji yang ditawarkan kecil. Tak akan mencukupi tagihannya.

Setelah bolak-balik membaca website yang memberi info lowongan kerja, akhirnya Selena menutup ponselnya. Ia menghela napas untuk menenangkan pikirannya. Di saat seperti ini, ia harus berpikir positif.

"Lena. Kenapa?" tanya Sherly, teman satu siftnya hari ini, di mini market tempat ia bekerja paruh waktu.

"Hah? Emang aku kenapa?" tanya Selena balik.

"Lesu gitu, lagi mikiran apa?"

Selena tersenyum.

"Nggak mikirin apa-apa kok."

"Beneran?"

Selena mengangguk. Tak mungkin ia menceritakan keluhannya saat ini pada Sherly. Ia tahu betul bagaimana kondisi gadis di depannya. 

"Ya udah, aku cek barang-barang dulu, ya."

Selena kembali mengangguk. Membiarkan temannya itu mengecek barang-barang di rak. 

Pintu mini market terbuka. Selena segera menyapa, "Selamat siang. Selamat datang di mini market Alfa Betha." Tak lupa Selena menyatukan kedua tangannya dan memberikan senyum terbaiknya, meski diabaikan. Memang sudah tugasnya bersikap ramah.

***

Pukul 19.00 WIB, giliran Selena istirahat. Kali ini ia memakan mie instan yang tidak dimasak. Ia tekan bungkusan itu hingga mie tersebut remuk di dalam kemasannya. Lalu ia buka satu sisinya, diambilnya bumbu dalam mie. Ia taburi mie yang sudah remuk tersebut dengan bumbu, tanpa memakai minyak. Setelah itu ia cemili.

Bungkusan mie ia letakkan di pangkuannya, tangan kanan ia gunakan untuk memasukkan mie ke dalam mulut. Tangan kiri ia gunakan untuk menggeser layar, mencari lowongan pekerjaan.

"Hahhh ...."

Sepertinya hari-hari berikutnya, Selena akan sering mengembuskan napas.

Setelah mencari lewat media sosial f******k, masih saja ia tak menemukan pekerjaan yang cocok.

"Lena? Kamu makan apa?"

Sherly tampak shock dengan mie instan mentah yang dicemili Selena. Selena hanya nyengir dan mencoba memberi alasan.

"Aku lagi malas makan, Sher. Makanya nyemil."

"Astaga! Kalau mau nyemil, nggak mie mentah juga kali, Len. Kan ada snack, banyak tuh di rak."

"Males, ah. Enakan mie."

Sherly menggeleng dengan tingkah temannya ini.

"Katanya aja calon dokter, makanannya malah nggak sehat."

"Jangan gitu dong, Sher. Jurusan kuliahku nggak ada hubungannya sama cemilanku," protes Selena tak terima.

Sherly memutar bola matanya malas.

***

Usai bekerja paruh waktu di mini market hingga jam sembilan malam, Selena memutuskan untuk jalan-jalan sebentar, menyusuri kota Jakarta. Ini pertama kalinya ia berjalan santai seperti ini di malam hari, di kota metropolitan.

Selama ini Selena sibuk dengan tugas kuliahnya, mana sempat ia jalan-jalan santai, apalagi hangout bareng teman-temannya. Ia dan teman-teman kampusnya berada di level yang berbeda. Ia tidak akan sanggup menyamai barang-barang branded mereka.

"Aku harus gimana?" tanyanya bingung.

Sudah seharian ini ia mencari solusi untuk tagihan yang datang bersamaan, tapi tak juga ketemu.

"Lena? Itu kamu?!" 

Suara seorang wanita yang tak asing itu mendekatinya. Remang-remang lampu jalanan membuat Selena sulit mengenalinya. Hingga wanita itu berdiri di depannya.

"Eh, Jane. Kukira siapa. Kamu ngapain malam-malam begini?"

Jane memperlihatkan tas selempang yang dikenakannya.

"Kerja," jawabnya singkat.

Selena mengerutkan kening, kerjaan apa hingga Jane keluar malam.

"Kamu sendiri?"

"Ini lagi jalan-jalan santai."

Jane terkekeh mendengar jawaban Selena. Selena mengangkat satu alisnya seakan bertanya, apa yang aneh?

"Tumben jalan-jalan. Biasanya ngurung diri, bertelur di kos."

"Kamu pikir aku ayam?"

Selena mengerucutkan bibirnya, tidak salah juga temannya ini menganggapnya bertelur di kos. Ia sendiri memang jarang, bahkan tidak pernah keluar kos kecuali untuk kuliah dan kerja.

"Ya udah, deh. Aku berangjat kerja dulu, ya."

"Eh, Jane."

Selena memanggil Jane yang berniat membalikkan tubuh. Jane pun kembali menatap Selena.

"Ya?"

"Kamu, ada kerjaan nggak buat aku?"

Jane mengangkat satu alisnya. Setahu Jane, Selena bekerja paruh waktu di mini market. Mengapa tiba-tiba gadis ini bertanya kerjaan padanya?

"Aku lagi butuh kerjaan. Buat tambahan biaya kuliah," lanjut Selena jujur.

"Kamu yakin nanya kerjaan ke aku?"

Selena mengangguk. Jane mengamati gadis polos di depannya. Menurutnya Selena gadis yang menarik jika sedikit diberi polesan. Selena memang tidak tinggi seperti dirinya, tapi cukup bagus dengan postur tubuhnya yang proposional. 

Gadis ini juga cantik dengan rambut panjang lurus sepinggang. Matanya yang bulat membuatnya tampak berbeda. Poin pentingnya adalah bibir Selena yang terlihat seksi jika diberi sedikit lipstik merah.

Merasa diamati begitu lekat dari atas hingga bawah membuat Selena risi.

"Kamu ngapain lihat aku kayak gitu?"

Selena ikut mengamati dirinya.

"Nggak," jawab Jane singkat.

"Jadi, kamu bisa bantu aku? Aku butuh uang tambahan, Jane."

Selena menunduk. Ia terpaksa jujur pada Jane, karena tidak tahu harus mengadu pada siapa. Dari semua orang yang dikenalnya, Janelah yang tidak pernah mengeluh soal uang. Padahal wanita di depannya ini kos di tempat murah yang sama dengannya.

"Oke."

Selena mendongak. 

"Kamu serius? Ada kerjaan buat aku?!"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status