Home / Romansa / Menggodamu Hingga Takluk Padaku / 127. Merawat Dua Lelaki Yang Terluka

Share

127. Merawat Dua Lelaki Yang Terluka

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2025-12-09 18:04:36

Calla telah selesai membersihkan bercak darah di tubuh Knox.

Aroma antiseptik memenuhi kamar, bercampur samar bau logam besi dari sisa darah yang belum sepenuhnya hilang.

Ia lalu membantu pria itu mengenakan kemeja putih bersih yang baru diambilkan oleh pelayan.

Agak sedikit kebesaran, tetapi jauh lebih baik daripada pakaian berlumur darah yang tadi ia kenakan.

Tak ada yang bersuara.

Knox duduk diam dengan tubuh tertopang oleh bantal, sementara matanya terus menatap Calla tanpa berkedip.

Ia memandangi bagaimana jemari Calla memasukkan kancing kemeja satu per satu dengan wajah yang serius, tanpa senyum dan reaksi apa pun.

Tapi Calla tidak menatap balik. Fokusnya hanya pada tindakan yang sesang dilakukan. Kancing terakhir terpasang. Selesai.

Tanpa membuang waktu, Calla bangkit berdiri.

Ia mengangkat keranjang berisi perban kotor dan baskom air kecil, bermaksud hendak keluar dari kamar.

Namun gerakannya pun terhenti ketika Knox kembali memegang pergelangan ta
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Menggodamu Hingga Takluk Padaku    133. Dihancurkan Tanpa Sisa

    Knox terbangun dengan napas yang masih tersengal, seolah udara di sekelilingnya terlalu tipis untuk dihirup. Dadanya naik turun tidak beraturan, denyut di pelipisnya berdegup menyakitkan. Butuh beberapa detik kemudian, sebelum penglihatannya benar-benar fokus. Lalu... ia melihat bayangan itu. Sosok tinggi, besar, dan berdiri tak jauh dari ranjangnya. Tubuhnya tegak dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Posturnya santai, terlalu santai untuk seseorang yang berdiri di kamar orang lain. Dylan. Cahaya lampu yang jatuh dari samping, membelah wajah pria itu menjadi dua. Satu sisi terang, satu lagi sisi gelap yang tenggelam dalam bayangan. Seringai setengah yang dingin terbit di sudut bibirnya, ketika manik kelabu itu bertemu dengan manik biru milik Knox. “Hm,” guman Dylan pelan, tersirat sedikit rasa kesal di dalamnya. “Ternyata kau masih hidup.” Knox menggeram pelan. Tangannya mencengkeram seprai dan rahangnya mengeras. Ingatan tentang apa yang ia lihat d

  • Menggodamu Hingga Takluk Padaku    132. Miliknya

    Calla sedang berbaring di atas meja kerja Dylan sambil merintih, ketika ia tiba-tiba mendengar suara pukulan antara benda lembut dan keras di antara suara desahannya. Suara itu... Sepertinya tidak berasal dari ruangan ini, melainkan dari luar. Atau lebih tepatnya, dari arah pintu. Dengan tubuh masih terbaring kaku di atas meja kerja Dylan, Calla menegakkan kepala. Rambutnya berantakan, pipinya memerah, napasnya belum sepenuhnya kembali stabil. Matanya langsung menangkap bayangan di balik celah pintu yang terbuka. Dan ia melihat... Knox dengan kursi rodanya, dari balik celah pintu yang sedikit terbuka. Kedua tangannya mengepal kuat di sandaran kursi, urat-urat di lengannya menegang jelas. Rahangnya mengeras, matanya merah oleh emosi yang tak terkendali. Calla pun menggigit bibirnya, menyadari betapa tak senonoh posisi dirinya sekarang. Rasa panas di tubuhnya seketika berubah menjadi rasa malu yang menusuk tulang. Dengan kepala Dylan yang masih berada di bagian bawah

  • Menggodamu Hingga Takluk Padaku    131. Telinga Yang Mendengar, Dan Hati Yang Hancur

    Knox meraih gagang kursi roda yang berada tidak jauh dari ranjang, dengan setiap tarikan napas yang terasa seperti tenggorokannya ditusuk oleh kawat berduri. “Ayo, Knox… kamu harus bisa,” gumannya pada diri sendiri. Ia bergerak dengan pelan dan hati-hati, menurunkan kakinya ke lantai, lalu mengangkat tubuhnya ke kursi roda. Gerakannya lambat, tapi penuh tekad. Roda itu pun berdecit halus ketika ia mulai bergerak menuju pintu. Tapi... ke mana? Hanya satu tempat yang terlintas di pikirannya. Calla. Bukankah ia pernah mengunjungi Mansion Asher ini sebelumnya? Dan sekarang ia harus mencari kamar Calla. Knox mendorong kursi roda dengan kedua tangan yang bergetar. Lorong itu panjang dan sunyi, dan setiap senti terasa seperti perjuangan. Ketika ia mendekati salah satu pintu besar di ujung lorong, Knox melihatnya sedikit terbuka. Ia ingat, itu pasti pintu ruang kerja Dylan. Calla yang memberitahunya dulu, saat gadis itu mengajaknya tur kecil mengelilingi bangunan besar ini.

  • Menggodamu Hingga Takluk Padaku    130. Benar-benar Milikku

    Meja kerja itu berderak kecil di bawah tubuh Calla, namun ruangan seakan membeku ketika Dylan menundukkan tubuhnya, dan memerangkap gadis itu sepenuhnya. Aroma kayu mahoni bercampur wangi parfum Dylan yang dingin dan menenangkan adalah kombinasi yang mematikan, meskipun sikapnya saat ini justru jauh dari kata menenangkan. Menggelisahkan, lebih tepatnya. Nafas Calla terengah, namun bukan karena takut. Melainkan karena cara Dylan menunduk perlahan dan terukur, seakan ia sedang melahap setiap senti ekspresi Calla. “Dylan…” suara Calla tercekat. “Diam.” Hanya satu kata, tapi terdengar seperti perintah yang tidak boleh dibantah. Dylan mencengkram serta menautkan kedua tangan Calla di atas kepala gadis itu, dan menahannya dengan satu tangannya saja. Aura dominannya begitu absolut, sampai Calla bisa merasakan bagaimana kekuasaan seorang CEO benar-benar tercermin, dalam cara ia memperlakukan satu-satunya perempuan yang ia izinkan masuk ke hidupnya. Dylan kemudian semakin me

  • Menggodamu Hingga Takluk Padaku    129. Kesombongan Kecil Yang Menjadi Pemicu

    Ruang kerja itu dipenuhi cahaya hangat dari lampu gantung kristal, namun atmosfernya tetap tegang. Laptop Dylan masih menyala, menampilkan tampilan akhir rapat Direksi Luxterra yang baru saja ia tutup lima menit lalu. Namanya sebagai CEO & Chief Strategist terpampang jelas di sudut layar, seolah menegaskan bahwa meski baru selamat dari penembakan, pria itu tetap belum kehilangan satu pun esensi kekuasaannya. Dylan duduk tegak. Bahunya kaku menahan nyeri yang sebenarnya belum sepenuhnya hilang, namun tak sekali pun ia memperlihatkan rasa sakit itu selama tiga jam rapat online barusan. Sebaliknya, setiap arahannya terdengar tajam, presisi, dan tegas, hingga para direktur yang menghadiri rapat dari kantor pusat pun menegakkan postur mereka penuh hormat. “Project Edenfall,” ucap Anderson di layar rapat tadi, “telah mencapai progress milestone sebanyak 78%. Hasilnya sejalan dengan projection.” Dylan hanya mengangguk singkat. “Pastikan tidak turun satu persen pun. Deliver sesu

  • Menggodamu Hingga Takluk Padaku    128. Tugas Belum Selesai

    Sementara itu, di sebuah apartemen hotel mewah yang kini lebih terasa seperti ruang isolasi mental, Stella Bianco berdiri di depan jendela lebar dengan tatapan kosong. Tiga hari berlalu sejak ia menembak Knox Bennet. Tiga hari sejak tangannya sendiri yang menarik pelatuk itu, membuat tunangannya jatuh tersungkur ke lantai apartemen pribadinya dengan darah menggenang cepat. Saat itu ia gemetar dan panik, tapi tetap berusaha memastikan jika Knox benar-benar tidak bernapas lagi. Namun entah bagaimana pria itu masih sempat bangkit dan kabur melalui tangga darurat, meninggalkan jejak darah yang kemudian menghilang begitu saja. Tiga hari sejak hidup Stella runtuh total. Ia tidak tidur. Tidak makan. Matanya merah, dihiasi lingkar gelap yang menghitam kasar. Rambutnya kusut, kuku-kukunya berlumur bekas serpihan kayu karena ia menghancurkan meja saat ambruk panik malam itu. Dan ironisnya, semua itu ia lakukan demi menyelamatkan ayahnya. Atau setidaknya, itulah yang dijanjikan s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status