Share

Bab 5

"Apa menurutmu baiknya kuberitahu mertua?"

"Jangan, Ning. Itu hanya akan memperkeruh keadaan. Semua ada waktunya, kita tidak boleh bertindak ceroboh. Sekarang aku tanya, kamu tahu, tidak akun F******k Ainun?"

Aku memutar otak mencoba mengingat-ingat. Nihil, tidak ada hasil. Akan tetapi, tidak sampai di situ karena Melinda memintaku buka aplikasi berlogo F itu dan mencari pertemanan.

Ternyata benar berteman. Bukan hanya aku, Mas Agung pun adalah teman yang sama dengannya. Sedikit aneh, tetapi mungkin wajar karena tetanggaan.

"Coba kepoin akun Ainun!" perintah Melinda.

Aku langsung menurut dan membaca bio terlebih dahulu. Tidak ada yang menimbulkan kecurigaan karena hanya nama Mas Haiqal Anwar yang tertera di sana.

Layar beranda aku geser ke atas untuk melihat status paling bawah. Ada beberapa berita viral yang di-share. Namun, mata tertuju pada sebuah foto.

"Ainun sudah punya anak?" gumamku.

Melinda merampas benda pipih itu. Sayang sekali wajah anaknya ditutupi dengan stiker. Namanya Fatir Haiqal Anwar.

Sekarang tangan Melinda yang men-scroll beranda, sementara aku mengamati dengan menajamkan pandangan. Masih tidak ada hal mencurigakan, aku jadi jenuh dibuatnya.

"Ningsih!"

"Apa?"

"Lihat deh!" Ponsel diarahkan Melinda tepat di depan wajahku. Sebuah status dari Ainun tepat satu minggu yang lalu.

"Aku dan anak kita selalu merindukan belaian kamu, Mas. Kapan kita bisa jalan-jalan bareng lagi? Setiap malam aku berpikir bagaimana cara agar selalu ada dalam dekapanmu." Aku membaca status itu dengan dada bergemuruh hebat.

Ada satu komentar yang tidak mendapat balasan. Akun itu adalah milik Mas Agung. Hanya ada dua kata berulang, tetapi berhasil menohok hati.

'Cie-cie!'. Seperti itu komentarnya, Ainun pun menanggapi dengan ikon peduli.

"Aku rasa status itu tidak tertuju ada Mas Haiqal, Lin."

"Pintar! Kita sepemikiran dan aku yakin itu untuk Mas Agung. Lihat saja komentarnya, sekalipun tidak dibalas tetap saja ada tanggapan. Kita tidak tahu, bisa saja berlanjut di inbox untuk menyembuyikan kedok mereka."

"Tapi ada kata 'anak kita', Lin. Gak mungkin banget kalau mereka sudah punya anak." Lisan berucap demikian, tetapi hati yakin kalau memang status itu ditujukan pada Mas Agung.

"Tidak ada yang tidak mungkin, Ning. Bagaimana pun, kita harus bergerak cepat. Entah siapa perempuan yang menghuni hati suamimu, apakah istri atau selingkuhannya?"

Mataku mengerjap beberapa kali tidak percaya dengan fakta yang ada. Bayangan masa lalu ketika Mas Agung meminang kembali mengusik pikiran.

Kala itu dia datang ke rumah dengan sangat berani meminta restu kepada bapak padahal sudah kukatakan untuk menunggu beberapa saat. Kejadian itu membuatku yakin kalau Mas Agung sosok bertanggung jawab pada perempuan.

Tidak ada pacaran yang melibatkan kami pada zina, semua berjalan mulus. Pada hari pernikahan aku menangis bahagia karena akhirnya ada lelaki yang akan menjadi sandaran saat hati menyimpan luka.

Pada akhirnya, bahu tempat bersandar itu telah berpaling pada perempuan lain. Tidak ada lagi sosok Mas Agung yang menenangkan hati kala gundah karena sejatinya dia sendiri yang menggores luka yang sangat dalam di hati kecilku.

"Kamu harus kuat, kita pasti menang!" hibur Melinda.

"Bagaimana dengan harta ketika kami cerai, Lin? Biasanya para istri akan memiskinkan suaminya lebih dulu." Aku tertarik meniru gaya mereka.

"Itu tidak penting, kamu berhak bahagia dengan caramu. Tuhan bisa memiskinkan Mas Agung jika Dia sudah berkehendak. Satu hal yang harus kita utamakan selain membongkar kedok mereka adalah bagaimana cara agar kamu dan anak di kandunganmu selalu sehat." Melinda menghapus jejak pada pipi.

***

Berbagai channel Televisi telah aku tonton karena jenuh menunggu Mas Agung pulang. Rasanya detik waktu bergerak sangat lambat, apalagi sudah satu jam lalu Melinda pulang.

Dia tidak mau ketahuan Mas Agung kalau sering main ke sini, jangan sampai bisa membaca gerak-gerik kami. Aku bersandar pada tembok sambil menikmati cemilan sebelum akhirnya mendengar deru mobil memasuki halaman rumah.

Aku segera berdiri, kaki pun mengayun cepat ke depan. Begitu pintu utama terbuka, aku terkejut dengan pemandangan barusan. Ainun ikut pulang dengan Mas Agung. Mereka saling melambai seolah enggan berpisah.

"Mas?"

Mas Agung terkejut. "Ningsih? Kenapa kamu di sini?"

"Harusnya aku yang bertanya, Mas, kenapa kamu bisa pulang sama Ainun?"

"Itu ... anu ...."

"Apa, Mas?" Suaraku bergetar karena emosi yang memuncak.

"Tadi mas melihat Ainun di jalan sendirian, jadi karena kita tetangga maka aku menawari tumpangan. Soal tadi, kamu jangan salah paham, Ainun sedang bahagia karena ... anu, Dek."

Aku mencium gelagat aneh sekarang. Mas Agung terlihat memutar otak. Bibirnya bergerak, tetapi tidak mengeluarkan suara. Dia pasti bingung mau menjawab apa.

"Karena ada voucher gratis ongkir di akun market place-nya. Iya, voucher." Mas Agung tersenyum kikuk sambil menggaruk kepala.

Teringat pesan Melinda agar aku bisa menguasai diri, jadi Mas Agung diloloskan kali ini. Tepat pada waktunya, semua akan berubah. Ketika kebohongan terkuak, suamiku tercinta itu akan merasakan malu yang luar biasa.

"Oh, gitu. Ya sudah, masuk, Mas. Kamu harus mandi karena bau keringat!"

Mas Agung mengangguk. Aku sengaja melakukan itu agar bisa mengecek Ainun siapa yang menghuni hati Mas Agung sekarang.

Sesampainya di kamar, dia meletakkan tas di tempat tidur, lalu masuk kamar mandir dengan handuk bertengger di bahunya.

Begitu pintu kamar mandi tertutup dan aku mendengar percikan air, tas itu kuraih dan membuka resletingnya. Ponsel Mas Agung tersimpan rapi di sana dan itu berhasil menciptakan senyum di bibirku.

"Mati kamu, Mas!" gumamku pelan.

Setelah masuk setelan dan memasang sidik jari lagi, aku kembali membuka akun What$app tanpa lupa mengaktifkan data seluler.

Beberapa pesan dari Ainun masuk, tetapi aku tidak berniat membukanya. Fokusku saat ini adalah mengecek foto profil. Betapa terkejutnya hati ketika melihat foto itu. Benar, dia Ainun istri Mas Haiqal.

Pesan darinya kubaca dari luar, dia mengirim pesan mengingatkan untuk video call malam nanti. Aku tidak habis pikir bagaimana seorang istri mengkhianati suaminya.

"Dek, ambilin sampo. Stoknya habis!" teriak Mas Agung dari dalam kamar mandi.

"Iya, Mas. Bentar!" sahutku sambil menghapus sidik jari kedua, lalu memasukkan ponsel itu ke tempat semula.

Perselingkuhan Mas Agung sudah semakin jelas bahkan katanya punya anak dari status Facebo0k yang aku lihat tadi. Baiklah, kita akan melihat sejauh mana mereka berhasil menyimpan bau busuk itu dalam ketiaknya.

"Dek, lama amat!" protes Mas Agung.

Aku pun membuka laci nakas dan mengambil sebotol sampo. Kaki melangkah cepat mendekati pintu kamar mandi. Sesampainya di sana, aku menendang pintu itu kasar. "Nih, samponya!" teriakku ketika melihat wajah Mas Agung.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
Ayuk Ningsih kumpullin buktinya dan permalukan mereka berdua Ningsih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status