Share

Bab 4

Penulis: Bintu Hasan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-07 11:18:19

"Pagi, Ningsih," sapanya, tetapi mata itu tertuju pada pintu rumah yang setengah terbuka.

"Pagi juga, Mbak Ainun."

Perempuan itu tidak lepas memandang pintu. Aku yang sedikit risih langsung menegur tanpa rasa sungkan. "Kenapa pintu rumahku dipantengin gitu, Mbak?"

"Enggak apa-apa, pintu kamu bagus. Aku jadi kepikiran buat nyuruh Mas Haiqal ganti pintu." Ainun sekali lagi tersenyum ramah.

Entah kenapa, di hati tiba-tiba ada perasaan tidak senang dengan kehadirannya. Kami bertetangga sudah lama, tetapi aku tidak pernah mengobrol  dengannya. Bukan hanya aku, para tetangga yang lain pun melakukan hal serupa.

Kerlingan matanya yang sedikit genit berhasil membuatku menekuk wajah. Pasalnya itu dilakukan bersamaan dengan Mas Agung yang tiba-tiba muncul keluar. Cepat sekali dia berpakaian.

"Ainun?" binar di matanya mengundang kecurigaan. Namun, hanya sebentar begitu sadar aku mengamati mereka. "Mas berangkat kerja dulu, Dek!" pamit Mas Agung mengulurkan tangannya.

Aku meraih dan mencium dengan takzim. Sekilas mata melirik pada Ainun, dia memasang wajah tidak suka. Aneh padahal sudah punya suami sendiri yang bertanggung jawab sampai rela berangkat abis subuh ke toko.

Mas Agung menggaruk belakang kepalanya seperti ada sesuatu yang hendak disampaikan. Aku menanti sambil bersedekap.

"Mas Agung, boleh nebeng lagi nggak? Motor aku bannya kempes, Mas Haiqal sudah berangkat duluan."

Suara manja itu menggelitik jiwa, aku menimpali. "Kenapa Mbaknya tidak pesan taksi online ketimbang ikut suami aku?"

Mas Agung mengibas tangan di depan wajah. "Sudah, Dek. Tidak apa-apa, barangkali kami sejalur atau Ainun tidak punya kuota. Bukankah sebagai saudara muslim kita harus saling menolong? Apalagi tetangga kita, loh, Dek."

'Manis banget omongan kamu, Mas. Mentang Mbak Ainun cantik, coba kalau dia sudah tua dan keriput, apa tetap mau nganterin?' gerutuku dalam hati.

"Sering-sering ya, Mbak minta tolongnya biar suami aku dapat banyak pahala!" sindirku sengaja, kemudian melangkah masuk rumah dengan kaki yang dihentak-hentakkan.

Aku tidak langsung masuk kamar atau dapur, tentu saja harus mengintip di balik jendela melihat aksi mereka. Namun, sampai mereka pergi, tidak ada hal yang mencurigakan. Bahkan aku melihat sendiri perempuan itu duduk di belakang.

Ada perasaan lega, gegas aku masuk kamar dan menghubungi Melinda. Dia memang tidak punya pekerjaan apalagi suaminya membayar pembantu. Enak sekali hidup sahabatku itu.

"Bagaimana, Ning?" tanya Melinda di balik telepon.

"Entahlah, aku curiga pada Ainun tetangga sebelah rumah karena sudah dua hari ini dia suka nebeng sama Mas Agung."

"Serius? Bukannya tetangga kamu itu sudah punya suami?"

Aku menghela napas panjang, lalu memberitahu Melinda perkara barusan. Dia pun akhirnya ikut menuduh Ainun dan akan mencari bukti kuat sampai mereka tidak bisa mengelak.

Dalam diam aku menangis merutuki diri yang mendapat takdir seburuk ini. Dikhianati seorang suami dalam keadaan hamil itu sakitnya dua kali lipat daripada diputusin pacar.

"Kalau benar selingkuhan suami kamu adalah Ainun yang tadi, itu akan memudahkan misi kita mempermalukan mereka!" seru Melinda terdengar berapi-api.

"Gimana?"

"Pokoknya ada cara sendiri. Siang nanti aku ke sana, kita makan bareng. Ibu hamil harus menjaga kesehatan, demi anakmu."

Aku memilih diam mengingat anak yang ada dalam kandungan adalah benih Mas Agung. Tega sekali dia menyimpan benih dalam rahimku, kemudian mencari perempuan lain. Semua tidak pernah aku bayangkan.

***

[Mas, hari ini kamu pulangnya cepat, 'kan?] Sengaja aku mengirim pesan itu karena melihat akun Mas Agung sedang online.

Ada balasan selang lima menit.

[Mas usahakan demi istri tercinta. Pulang nanti mau mas bawakan apa, Sayang?]

[Bawakan madu, Mas.]

[Serius kamu mau madu? Ikhlas?] Kali ini Mas Agung membalas cepat.

Kini aku bisa menebak bahwa madu yang dia pikir adalah istri kedua. Padahal aku menginginkan madu murni yang bisa diminum itu. Laki-laki kalau bahas poligami memang selalu terdepan mengatakan itu sunnah.

Banyak sekali suami di luar sana yang sibuk mengurus sunnah Rasulullah yang satu itu dan melupakan sunnah lainnya seperti bersiwak atau membekam. Ah, tidak! Bahkan mereka lupa dengan kewajiban seharusnya.

"Mas, aku mau madu murni yang bisa diminum. Bukan yang bisa kamu minum!" ketusku membalas dengan pesan suara agar Mas Agung salah tingkah.

[Mas cuma bercanda, Dek. Iya, nanti dicarikan.]

Setelah itu, akun What$app-nya tidak lagi online. Seandainya saja tadi aku bilang rela punya adik madu tiga sekaligus, ada kemungkinan Mas Agung akan pulang detik ini juga sambil membawa hadiah.

Aku bukan membenci apalagi mengharamkan poligami, tetapi para suami tidak memperhatikan syarat dan hanya fokus pada praktiknya. Memang bagus seandainya niat betul ingin menolong janda tua yang miskin, pada kenyataannya mencari daun muda.

Bagaimana jika saja poliandri itu boleh, apakah suamiku akan mengizinkan istrinya membagi cinta sekaligus melahirkan anak orang lain?

"Ningsih?" panggil Melinda dari luar.

Aku segera menemui dan memeluknya penuh kasih sayang. Kali ini kami mengobrol di ruang tengah. Cemilan sudah tersedia, rupanya Melinda benar membawa dua bungkus nasi goreng.

Sambil makan, aku bertanya rencana selanjutnya karena jujur sedikit takut melangkah sendirian. Kata orang tua dulu, musyawarah itu perlu agar nanti tidak menyesal jika salah dalam melangkah atau saling menyalahkan.

"Kita tinggal cari tahu informasi Ainun lebih dalam. Kalau perlu datangi suaminya."

"Senekat itu, Lin?" Melinda mengangguk. "Tidak, aku tidak bisa."

"Kenapa?"

"Kenapa kita harus melibatkan suami Ainun?"

Melinda meneguk air mineral yang dibawanya tadi hingga menyisakan setengah. Setelah itu dia memberitahu bahwa dengan melibatkan Mas Haiqal akan memudahkan kita menemukan bukti.

Aku bisa bekerja sama dengan Mas Haiqal untuk menjebak mereka berdua sehingga senjata bisa makan tuan. Entah, aku tidak terlalu mengerti dengan rencana Melinda.

"Pokoknya nurut aja. Gak mungkin aku mencelakai kamu, 'kan?"

"Ya iya, sih. Cuman gimana kalau selingkuhan Mas Agung bukan Ainun tetangga sebelah rumah?"

"Kamu gak cek foto profil memangnya?"

Aku menggeleng. Saking gugup dan sakitnya hati sampai aku melupakan tugas terpenting itu. Melinda menepuk pundakku mengatakan tidak apa-apa karena bisa melakukannya nanti.

Memang benar karena aku pun sudah tahu caranya. Semoga urusan kami dipermudah oleh Tuhan dan tidak ketahuan sampai waktunya.

"Ngomong-ngomong, Ainun kenapa sebebas itu keluarnya. Apa gak punya anak kayak aku, Ning?"

Aku menggeleng. "Entah. Kami tidak kenal baik bahkan aku tidak pernah lewat di depan rumahnya. Mas Haiqal saja hanya beberapa kali bertemu itu pun kalau dia gak cepat berangkat ke toko."

Melinda mengangguk-angguk. "Tapi kamu tahu di mana toko Mas Haiqal?"

"Tahu, emang kenapa?"

"Bertemu di toko lebih aman ketimbang di rumahnya!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
bnr Ningsih LBH baik krj sama sama suami Ainun buat jebak suami mu dan ainun
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 30

    Itu suara ayah mertua. Untung saja Mas Darwis sudah duduk di sisiku. Mereka serentak menjawab salam bersamaan dengan ibu mertua yang keluar membawa Fatir. "Anak siapa itu, mirip sekali sama Agung?" Pertanyaan ayah meyakinkan diri ini kalau dia belum pernah bertemu Fatir atau sekadar mengetahui perselingkuhan anaknya. Memang sejak awal menjadi menantu di rumah ini, ayah bilang sudah menganggap aku sebagai putri sendiri. Terbukti, dia selalu melarangku melakukan pekerjaan rumah dengan dalih seorang putri terkadang harus dimanjakan. Namun, aku hanya menanggapi dengan senyum, lalu membantu ibu di dapur. "Ningsih, datang kenapa gak bilang-bilang? Agung bilang kamu ngidamnya itu tidak mau melihat muka suami, makanya mama sama mas kamu datang. Sekarang sudah rindu?" Ayah mertua bertanya dengan nada menggoda. Sepertinya memang belum tahu keadaan yang sebenarnya. Senyum lelaki berperut besar itu merekah sempurna apalagi setelah melihat perutku. Dia berdoa agar anak ini sehat wal afiat. "M

  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 29

    "Bukan urusan aku?!" Melinda tersenyum sinis. "Sejak sebelum kamu menikahi Ningsih, dia memang sahabat aku. Jadi, urusan dia, urusan aku juga!""Mema–""Bayar duit aku kalau kamu masih punya muka!" kataku ketus.Sekarang bukan masanya menghargai suami yang telah menipu dan menghancurkan masa depan kita. Persetan pula dengan rasa cinta, semuanya sudah lenyap.Aku berusaha kuat bukan karena tidak ingin dikata perempuan lemah dan bodoh, tetapi memang ingin menguak kebenaran. Tidak mungkin kita terus mengagungkan cinta pada lelaki penipu."Beri aku waktu, Ning. Selama ini kan kamu juga menikmati gaji aku," lirih Mas Agung.Aku heran kenapa dia bisa memelankan suara sekaligus merubah ekspresi padahal tadi angkuh sekali. Suara hati menolak tegas untuk mengasihaninya."Aku menikmati uangmu, kamu menikmati tubuhku. Ini bukan tentang pelacuran, tetapi nafkah! Kamu pikir nafkah batin cuma perkara hubungan badan? Hati istri juga harus dipikirin, Mas. Lah gimana kamu mau mikirin istri kalau terny

  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 28

    Ditemani Mas Darwis dan Melinda, aku benar-benar meluncur ke rumah ibu mertua sementara mama menjaga rumah sekaligus mencari tahu info tentang Ainun.Aku sengaja duduk di belakang bersama Melinda agar dia tidak canggung-canggung amat. Dalam perjalanan, kami menonton video di beberapa aplikasi."Viral!" pekik Melinda ketika aku baru saja menoleh ke jendela samping kiri."Apa yang viral?"Melinda tidak menjawab karena bibirnya melengkungkan senyum yang merekah indah. Aku lihat itu postingan Bu Yuyun di Facebo0k waktu di rumah Pak RT tadi.Ada ribuan komentar, ribuan laik bahkan ratusan orang yang share tanpa izin. Beragam kalimat umpatan dan sumpah serapah tertuju pada Ainun dan Mas Agung."Mereka memang pantas mendapatkan itu, Lin," kataku kemudian.Bahkan kalau bisa lebih dari itu. Mas Agung telah berani menghancurkan masa depanku. Sekolah yang aku perjuangkan selama bertahun-tahun terasa sia-sia. Namun, tidak mengapa karena pasti ada hikmah di balik semua ini.Aku harus kuat demi ana

  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 27

    "Kamu menikahi aku dengan pura-pura menjadi laki-laki baik padahal itu semua untuk menutupi aib kamu. Berulang kali aku memergokimu teleponan sama Ainun dan kamu pikir aku gak merekam dan mengambil fotomu, Mas?!" Aku membuang napas perlahan. "Semua bukti ada di ponselku!""Tenang, Bu," kata Pak RT. Kali ini sepertinya dia lebih simpatik sama aku."Berhari-hari aku menyimpan sesak sendirian, Mas. Aku terluka, batinku tersiksa dalam keadaan hamil begini. Kamu itu suami pezina dan tidak pantas punya muka!" teriakku lagi sambil memukul kepalanya."Astagfirullah, ternyata Fatir itu bukan anaknya Haiqal!" tukas Bu Ana.Aku berdiri dari kursi, lalu menunjuk wajah Ainun dan Mas Agung bergantian. "Kalian pikir aku ini bodoh apa?! Setiap Ainun datang ke rumah minta nebeng, aku tahu kalau itu cuma modus. Makanya aku berusaha bersabar. Kalian brengsek!" pekikku.Bu RT langsung membawaku dalam pelukannya meminta agar bisa sedikit tenang apalagi sedang mengandung. Kalau saja tidak berdosa, sudah la

  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 26

    Di rumah Pak RT tidak begitu ramai, hanya ada istrinya juga semua orang yang ada di rumah. Jantung sedikit berdegup lebih cepat ketika melirik pada Ainun yang menajamkan pandangan serupa elang yang mencari mangsa.Aku tidak takut padanya, hanya enggan mencari ribut. Sejak dulu aku benci perdebatan dan juga masalah, tetapi sekarang masalah datang dengan kapasitas yang sangat besar.Sampai aku tidak bisa lari. Sampai aku tidak bisa mengelak. Sampai aku sering merasa kalah."Jadi benar kalau Ningsih selingkuh dengan Haiqal, sementara Agung dengan Ainun?" tanya Pak RT. Dia menatap penuh intimidasi."Ya enggaklah, Pak. Yang bener itu Ningsih berusaha ngerebut suami aku," jawab Ainun dengan tawa meremehkan.Tatapannya yang seperti sedang mengejek semakin membangkitkan rasa semangat dan keberanianku untuk mempermalukan mereka di sini. Biar saja viral karena aku tahu, Bu Yuyun sedang menyalakan kamera."Bohong!" elakku tegas."Tunjukkan bukti-bukti. Kalian tidak bisa menuduh atau mengelak tan

  • Menguak Kebohongan Suamiku   Bab 25

    "Menduakan apa? Aku gak ngerti, Gung, kenapa kamu datang dengan muka sepucat itu seperti habis dikejar setan aja!" cebik Mas Darwis. "Eh?" Mas Agung tersentak. Keringat di pelipisnya semakin banyak. Bibir itu gemetar, tetapi berusaha dia tutupi dengan melipatnya kuat-kuat. Aku tertawa pelan melihat reaksi Mas Agung. Dia pasti mengira aku sudah cerita semuanya pada masku. Ya memang belum sih, tetapi tetap saja dia sudah tahu karena mendapat inbox itu. Namun, melihat adegan ini membuatku ragu kalau pemilik akun itu adalah Mas Agung. Tidak mungkin dia sebodoh itu sampai ketar-ketir padahal sudah memberi tahu Mas Darwis. Tersangka selanjutnya adalah Ainun. Ah, entahlah. Bisa jadi perempuan itu sengaja menyewa seseorang untuk memata-matai kami sampai akhirnya bercerai karena diadu domba. "Tadi kamu bilang apa, Mas? Berpaling pada Mas Haiqal?" Aku tersenyum miring. "Sejak kapan aku suka sama suami orang? Aku juga masih punya harga diri." "Memang kamu suka sama Haiqal, kan?" Mas Agung m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status