“Dia gadis yang terlahir lemah dan penyakitan, bahkan murid yang kuutus untuk mengobatinya pun tak bisa menyembuhkan penyakitnya. Sebenarnya, dia sudah begitu lama menderita di Shizu Ran, kadang aku merasa kasihan dengan Ran Xieya ini ... tapi dia sama seperti kita, seseorang yang ‘dipengaruhi’oleh An Tian,” ucap Ra Byusha.“Lantas ... apakah Lian Xia Tian sengaja mendekatinya karena itu?” tanya Ran Xieya. “Benar sekali, bahkan aku sendiri harus berpura-pura mati dihukum oleh Ghanandra agar bisa menjauhinya. Dia benar-benar lelaki berbahaya.” Ra Byusha mendadak berbicara sendu.“Tapi Ran Xieya ini berbeda, dia benar-benar jatuh cinta dengan sosok Lian Xia Tian, tapi karena tubuh dan meridian jiwanya tak mampu menahan energi An Tian. Dia mati, kemudian Lian Xia Tian memanggil jiwa yang sama dan Taraaaaa.... disinilah kau berada Senna Cassia Charlisle. Cucu muridku Yueran.” Ra Byusha berucap konyol dengan mencubit pipi gempal Ran Xieya. Kemudian menatap Ran Xieya dengan lembut, Wanita
“Tapi ... jalan kita berbeda a-Sen, ibu tetap memiliki misi yang akan menentangmu." Erythrina Verna berucap sembari membelai permukaan wajah Senna dengan lembut. “Maafkan aku, tapi aku berjanji akan terus melindungimu apapun yang terjadi A-Sen kecil kami," ucap Wanita itu sambil beranjak berdiri. Kedua mata Senna membelalak, selama ini ibunya tahu jika ia bersemayam di tubuh Ran Xieya. “Ibu, tunggu," sergah Ran Xieya menarik pergelangan tangan ibunya yang hendak pergi itu. “A-Sen, ibu tak dapat selalu menemanimu tapi aku berjanji akan terus melindungimu," ulang Erythrina Verna. Senna menggeleng. "Selama ini Ibu tahu?" tanya Senna. "Tapi kenapa kau diam, dikala aku terjebak di tubuh malang itu tanpa tahu apapun?!" bentak Senna dengan kedua mata melalangnya. “Ibu paham sayang, ini semua demi kebaikan keluarga kita. Aku, kau dan ayahmu," ucap Wanita itu. Senna dirudung perasaan yang bertabrakan, ia kesal dan sedih kemudian nyaris menitikkan air matanya. “Tidakkah kau memahaminya sedi
“Maafkan aku.” “Apa yang harus kumaafkan darimu? kau berbuat banyak untukku.” “Itu ...," ucap Han Xue Tian tertahan kala pintu ruangannya lagi-lagi didatangi oleh seseorang.Wanita paruh baya dengan dress hitam mahalnya menatap Senna dengan angkuh. “Qita apa sudah mendapatkan Sen Ya itu?" tanya Wanita itu pada Xuanze Rhein Qita. Senna menatap dengan heran kedatangan Wanita itu. “Siapa?” tanya Senna tak mendelik.“Gadis biasa? Jangan katakan jika dia orangnya," sindir Wanita paruh baya itu bernada angkuh.Senna terkekeh geli, hidupnya yang berasal dari orang susah hingga sering dicibir oleh keluarganya sendiri mendadak gelak tawa mendengar Wanita itu. “Lantas jika aku orangnya, apakah itu sebuah masalah?” tanya Senna mengangkat sebelah alisnya. Dia tak takut, tentu saja. Penjelasan dari Ra Byusha cukup menyakinkannya, tak ada seorang pun yang bisa mengendalikan Sen Ya selain dirinya.“Tch. Tuan muda Xuanze sampai menunda rapatnya untuk gadis bermulut kasar seperti ini," sahut seoran
Tidak pernah terpikirkan oleh Senna alias Ran Xieya dapat kembali ke kehidupan sebelumnya. Dunia asalnya ini memang berbeda meski begitu Senna merindukannya. Ia percaya jika sudah tiada namun kembali hidup di sosok Ran Xieya. Saat itu lagi, Senna tak sengaja terbangun tengah malam. Baru sejak empat jam lalu Elya pamit pulang setelah menemaninya bersama Kang Kakak, Banri. Senna termangun, memikirkan sesuatu. Dia tidak bodoh untuk menyadari, jika Sen Ya pedang suci miliknya pasti sudah ada di tangan ibunya. Erythrina Verna tak lain karena tujuan mereka yang saling bersinggungan. Senna menghela napas cukup panjang. “Astaga, semuanya malah jadi rumit," gumam Senna memengangi dahinya sendiri. Tak lama Senna memilih untuk beranjak ke kamar mandi. Sekedar membasuh wajah. “Xieya ... Xieya ... Kurasa nasib kita sama-sama payah," celetuknya sendiri sembari memandangi wajahnya dari pantulan cermin. Senna pun kembali ke ranjang kasurnya, dia merogoh gunting kecil yang ada didalam nakas. Itu mi
Senna menyetir dengan pikiran yang kacau, wajah yang murung. Sudah berapa kali melesat dengan laju dengan menghinari lampu lalu lintas. Bahkan masih mengenakan piyama pasien Rumah Sakit. Senna mendecak sendiri. "Aku bisa dikira pasien kabur," gumam Senna. Mobil hitam yang dikendarainya berhenti di sebuah gang yang sempit, gelap dan hanya sebuah lampu jalan yang menerangi. Gadis bersurai hitam legam itu menghembuskan napas, sesekali mengusap kedua tangannya yang terasa mendingin.Senna keluar dari mobil hitam itu setelah memparkirkannya didekat gang sempit ini, kedua iris kenarinya menatap was-was karena cemas jika terdapat orang suruhan Xuanze yang mengincarnya. Biar bagaimanapun ia baru saja pulih, walaupun bisa menghadapi mereka Senna tetap saja merasakan tubuhnya masih lemah.Tiba di tempat semasa kecilnya dihabiskan, Senna diam meratapinya. Tampaknya sangat sepi. Rumah Susun yang jauh dari kata sederhana, dalam ruang sepetak yang hangat tersimpan kenangan yang manis. "Aku pulang.
Senna berdecak kagum kemudian memalingkan wajahnya. “Aiya ... bodohnya aku meragukan Pemuda ini!" Senna kagum tapi sadar jika ekspresinya berlebihan maka dari itu Senna langsung memalingkan wajahnya. “Aiya ... bodohnya aku meragukan pemuda ini," gumam Senna lirih sendiri. Tak lama Senna kembali penasaran jadi ia menatap Pria Biru itu yang sedang melayangkan serangan, satu hal yang Senna sadari jika Xuanze Rhein Qita tidak membunuh orang-orang itu. “Tidak membunuh? ” Senna bertanya pada dirinya sendiri, saat memperhatikan Xuanze Rhein Qita aka Han Xue Tian itu. Pemuda beriris biru itu hanya melayangkan pedangnya untuk menangkis setiap serangan dari senjata tajam segerombolan orang berjubah hitam ini. Ia memiliki ilmu selaras dengan jiwanya yang kuat. Pria itu mengendalikan pedangnya bergerak menangkis serangan dengan mudah. Senna terlalu fokus memperhatikannya hingga tiba-tiba dia merasakan suara yang masuk dari benaknya itu. “Xieya?” sebuah suara bergumam padanya. Senna terper
Kedua iris matanya memandang pantulan siluet indah yang terpatri dari pantulan cermin kaca. Wajah cantik dipoles riasan tipis memasang raut yang sulit digambarkan oleh kata-kata. Banyak pertanyaan yang membuatnya penasaran. Dia nyaris gila memikirkannya. Gaun berwarna hitam membalut tubuhnya, seolah warna hitam sudah menjadi warnanya sejak tiba di Shizu Ran kemudian kembali kedunianya lagi. Bibir ramum tersenyum tipis. Senna Cassia Charlisle, merasa. Jika kedua orang tuanya memiliki hubungan dengan keluarga Xuanze dan Yue. Semua upaya yang dilakukannya hanya semata-mata untuk mencari titik terang kedua orang tuanya. “Ck. Lucu bukan?”Gumamnya sendiri sambil memasang anting-anting berbandul kristal hitam didaun telinganya. Usai mempersiapkan dirinya. Senna keluar dari apartemen tak lupa memasukkan stick gioknya kedalam tas kecil yang dibawa oleh Senna, disana Chang Banri sudah menunggu dari dalam mobilnya. Pria berusia dua puluh tujuh tahun itu mendehem dengan wajah memerahnya. Sen
Senna mengangguk “Hai Kek, namaku Senna Casia Charlisle. Mendengarmu memanggil Xue Tian, mungkin aku bisa mengenalkan diriku yang lain. Ran Xieya.” Kakek itu bangkit berdiri “Masuklah, tak perlu terburu-buru.”Ucapnya mengajak dua sejoli itu untuk masuk kedalam kediaman tradisional ini. Xuanze Rhein Qita membakar tumbuhan kering yang ia masukkan kedalam sebuah wadah, sehingga menghasilkan aroma wangi yang menenangkan. Pemuda itu juga membantu menuangkan teh dari teko ke cangkir kecil kakeknya. Kemudian menuangkannya kembali ke cangkir Senna. Kakek ramah itu tertawa pelan “Bagaimana cucuku? Apa dia menyulitkanmu Tuan Puteri?”Goda kakek tua itu padanya. Senna menggeleng pelan “Dia melindungiku dengan baik, merawatku sedang sakit dan memasak dengan baik pula. Calon isteri yang baik bukan?”Senna meledek Xuanze Rhein Qita. Pemuda itu hanya menatap dengan raut datar seraya menduduki dirinya disebalah Senna. “Tak sopan jika tidak mengenalkan diri pria tua ini pada tuan puteri yang legend