"Lin May, kenapa aku bahkan tidak tahu jika saat ini ada perjamuan?" tanya Ran Xieya. Dia sembari menoleh pada Lin May. Senyumnya jadi hambar karena tidak tahu mengenai perjamuan Permaisuri yang ternyata sedang hamil.
Lin May mengelus pundak Ran Xieya. "Lin May paham, ingatan Tuan Putri memang payah," hibur Lin May."Aiya ... kau seperti mengolokku," sahut Ran Xieya sembari meringis pelan.Lin May menggeleng. "Itu katamu sendiri, Yang Mulia," ungkap Lin May.Ah benar juga, batin Ran Xieya. Dia pun terkekeh pada Lin May. "Ayo kita keluar dari aula ini, jujur saja aku benci tatapan mereka padaku," bisik Ran Xieya sembari beranjak berdiri."Mari kita kembali ke kamarmu, Yang Mulia," sahut Lin May.Beberapa langkah lagi kedua gadis ini akan tiba di depan pintu kamar Ran Xieya. Gadis itu sudah mengeluh lapar. “Kenapa kamarku sangat jauh dari aula itu? aku merasa mengelilingi lapangan stadium,” ucap Ran Xieya mengeluh.Biarpun Lin May tak terlalu mengerti dengan ucapan Ran Xieya tetapi dia tetap memilih untuk memaklumi tuannya ini. “Sabarlah tuan puteri sebentar lagi kita sampai," sahut Lin May.Bruk! Keduanya sama-sama tersentak kaget ketika tubuh mengenaskan seorang pelayan terlempar tepat di depan mereka. Tubuh Pelayan malang itu menghantam pilar salah satu istana ketika Ran Xieya dan Lin May baru saja hendak berjalan melintasi koridor istana ini.Lin May membelalakkan kedua matanya. "Siluman Serigala!" teriak Lin May. Gadis itu bergetar ketakutan ketika menatap sosok Siluman Serigala sudah menghadang Ran Xieya dan Lin May.Ran Xieya langsung menelaah situasi di sekitarnya. Dia melihat serakan tubuh beberapa pelayan dan pengawal yang tergeletak di sepanjang koridor Istana. Ran Xieya sudah menduga jika mahluk serigala buas itu sudah lebih dulu menghabisi orang-orang yang kebetulan melintas. Jika melarikan diri, serigala itu malah akan memakan korban lainnya tapi jika melawan apakah tubuh lemah Ran Xieya ini sanggup? batin Ran Xieya.“Bagaimana mereka bisa menembus perisai pelindung istana?” gumam Lin May.Sosok serigala buas yang menyeramkan itu mulai melangkah mendekati mereka. "Argh," erang Serigala. Mahluk itu membuka mulutnya yang menampaki gigi dengan dengan ceceran cairan merah yang menetes di sepanjang lantai kayu akasia ini."Yang Mulia, larilah!" jerit Lin May sembari menghadang Ran Xieya. Lin May berdiri di depan Ran Xieya dengan tubuhnya yang bergetar ketakutan.Ran Xieya tersenyum miring. Dia tak akan menjadikan Lin May sebagai tameng hidupnya. Ran Xieya melihat Serigala yang melesat cepat hendak menerkam mereka. Gawat, jika saja ada benda yang bisa menahannya, batin Ran Xieya. Anehnya tangan kanan Ran Xieya malah meraih tusuk rambutnya sendiri.Trang!Lin May yang semula hanya bisa menunduk ketakutan sembari menutup kedua matanya. Kilatan benda yang tajam menyilaukan kedua mata Lin May. Dia sendiri merasa heran sampai detik ini tubuhnya masih baik-baik saja. Lin May dengan seluruh keberanian yang sedikit terkumpul membuka kedua kelopak matanya. Dia pun terkejut mendapati Ran Xieya yang menangkis kedua tangan berkuku tajam milik sosok siluman serigala itu dengan sebuah pedang."Cepat pergi dari sini!" perintah Ran Xieya. Kedua tangannya dengan kokoh menahan serangan Serigala dengan pedangnya. "Jangan banyak tanya lagi, aku tak tahu darimana datangnya pedang ini," ucap Ran Xieya. Ran Xieya mendorong siluman serigala itu hingga berhasil terpental walaupun tak jauh.Kedua alis Ran Xieya mengkerut satu dia tampak sedang berpikir keras saat ini. Apa titik kelemahannya? batin Ran Xieya.“May cepatlah menjauh dari sini!” teriak Ran Xieya.“Tapi bagaimana denganmu Yang Mulia?" tanya Lin May.Ran Xieya mendecak kesal. Saat ini dia tengah serius berada ditengah-tengah pertarungan sengit. “Kau hanya menyusahkan pergerakanku, aku tak bisa menyerang dan melindungimu sekaligus.” Ran Xieya berucap sembari mengayunkan pedangnya lagi ketika Serigala itu hendak menyerangnya.Tch, tubuh ini tak sekuat tubuhku, batin Ran Xieya.Ran Xieya menatap Lin May pun mengangguk. Dia pun segera berlari menjauh dari area pertarungan Ran Xieya. Kini hanya Ran Xieya yang meladeni Serigala buas itu. "Ayolah, akan kuladeni dirimu," ucap Ran Xieya tersenyum remeh.“Gggrrrrhh ... bunuh! bunuh penghina!” bentak Serigala Buas yang mengeluarkan erangan suara manusia.Ran Xieya mendengar ucapan parau sosok siluman serigala itu. “Jangan katakan jika itu Tabib?" terka Ran Xieya. Tangan kanannya bersiap-siap menggengam gagang pedang giok itu dengan erat. Ketika sebuah cakaran nyaris mengenainya. Ran Xieya memilih untuk melesat menghindari serangan itu. Dirinya memiliki kelincahan yang baik dengan mudah menghindari tiap serangan serigala itu.“Xieya!” teriak Permaisuri.Ran Xieya menoleh kearah permaisuri yang tiba bersama rombongan pelayannya serta beberapa pengawal. Dia berdiri dibelakang Ran Xieya bersama Lin May. Tatapan Ran Xieya memicing.“Kenapa kau malah memanggil bala bantuan!” bentak Ran Xieya. Kali ini dia harus repot menghabisi Serigala agar tidak mencelakai Permaisuri. Ini sama sekali tak membantu, batin Ran Xieya.“Awas tuan puteri!” jerit Lin May.Ran Xieya segera menangkis tangan serigala itu dengan pedangnya. Seluruh tenaganya dikerahkan ke kaki kanannya untuk menendang tubuh serigala itu hingga terpental dengan jauh. Ran Xieya memicingkan kedua iris magentanya. Aura gelap semakin tebal di sekitar Istana. Ran Xieya bisa melihat beberapa serigala mulai tampak memanjati gerbang pagar yang ada di sekitar istana.Ran Xieya mendecih kesal. “Ck, kalian lindungi Permaisuri!” perintah Ran Xieya pada para pengawal.Ran Xieya mau tak mau membasmi beberapa Serigala yang mulai mendekati Permaisuri. Tubuhnya yang lemah dikerahkan dengan seluruh tenaga untuk menyerang serigala yang menyerang Permaisuri. Rambut hitam panjangnya yang tergerai dengan bebas turut bergerak kesana dan kemari mengikuti sang pemilik yang bertarung dengan tekun. Dia sudah mengayunkan pedang gioknya untuk menebas serigala-serigala yang mencoba menyerangnya. Pada akhirnya Ran Xieya berhasil menghabisi seluruh Siluman Serigala itu."Tingal satu lagi, astaga ... aku kelelahan, tubuh ini benar-benar buruk untuk bertarung," ucap Ran Xieya. Gadis itu berdiri dengan napas menderu serta tubuhnya bertahan dengan pedang giok yang ditancapkan di tanah.Ran Xieya beralih menatap satu Serigala yang masih bertahan. Saat Ran Xieya mau menarik pedangnya Serigala sudah lebih dulu melesat hendak menerkam Ran Xieya."Gawat, tidak akan sempat," gumam Ran Xieya. Ran Xieya tak bisa menghindar. Kebetulan saat ini ia berdiri di depan Permaisuri. Jika itu dilakukannya maka Permaisuri yang ada dibelakangnya akan terluka. Dia pun tak memiliki tenaga lagi untuk menangkis serangan serigala itu.Trang!Kedua iris magenta Ran Xieya melihat kilatan pedang biru laut yang menyala. Sebuah pedang melayang dengan cepat menembus dada serigala itu. Percikan cairan mengenai sebagian wajah Ran Xieya yang cantik. Ran Xieya menoleh untuk menatap orang yang sudah menolongnya.Angin malam yang bergemilir dengan lembut mengayunkan setiap kelopak wisteria untuk gugur. Ran Xieya mengarahkan pandangannya menatap seorang pemuda yang berdiri dengan anggun di atas atap salah satu bangunan istana. Pria dengan tiga garis biru didahinya itu menyala dengan terang seperti pedangnya. Paras tampannya menatap Ran Xieya dengan datar. “Lamban.” Pria itu menggerakkan bibirnya.Samar-samar Ran Xieya bisa mendengar ucapan dingin dari pemuda itu. Ran Xieya hanya bisa mengepalkan tangannya sembari memanggil nama pemuda itu dengan jengkel. “Hei, kau! kemari wajah papan! Irit ekspresi!” teriak Ran Xieya.Sang pemuda dingin itu langsung melesat pergi meninggalkan Ran Xieya yang masih berteriak dengan kesal. Dia tidak berkata sepatah kata pun."Bisanya hanya kabur, dasar Wajah Papan Datar," omel Ran Xieya.“Xieya!” teriak Permaisuri yang langsung berlari untuk menghamburkan pelukan padanya. “Apa kau baik-baik saja? apa ada yang luka?” tanya Permaisuri meraba-raba seluruh tubuh Xieya dengan tatapan yang khawatir.Ran Xieya langsung meraih tangan Permaisuri. Dia pun menggeleng dengan singkat. “Xieya baik-baik saja," ucap Ran Xieya.Sang permaisuri pun kembali meraih tubuh gadisnya ke dalam dekapannya. Dia membanjiri kecupan diseluruh permukaan wajah Ran Xieya. "Oh, anakku Xieya," ucap Permaisuri haru."Ibu ... kalau begitu sekarang aku antar ke kamar ya, ini sudah malam sebaiknya Ibu istirahat,""Ibu ... kalau begitu sekarang aku antar ke kamar ya, ini sudah malam sebaiknya Ibu istirahat," ucap Ran Xieya. Malam sudah menampaki bulannya yang bersinar dengan terang. Ran Xieya duduk bersama sang Permaisuri baru tiba di kamar pribadinya yang luas. Ran Xieya hanya bisa duduk sembari menikmati teh hangat yang dituangkan pada cangkirnya. Keadaan di luar sedang kacau. Ran Xieya menatap dengan was-was. Namun dia tetap menyembunyikan kegusaran hatinya dengan mengelus bola salju yang sedang dipangkunya itu.Sudah berselang tiga puluh menit dari peristiwa itu. Stick giok Ran Xieya masih berbentuk berupa pedang giok dengan gagang putihnya. Pedang itu sengaja diletakkan disampingnya terduduk. Ran Xieya bahkan tak berani menatap Permaisuri, takut jika dia heran usai Putri ini jadi berubah akibat kerasukan jiwa dari seorang Senna. “Aku tak tahu puteri manisku mahir berpedang," puji Permaisuri. “Ah itu ... aku hanya melihat dan meniru saja.” Ran Xieya tersenyum hambar. Sang Permaisuri kem
“Xieya! astaga, Tuan Muda Kedua ... tolong bawa anakku ke dalam," Han Xue Tian mengangguk singkat. "Baik, Permaisuri." Han Xue Tian menggendong tubuh Ran Xieya kemudian membawanya masuk ke kamar Permaisuri. Han Xue Tian yang menggendong tubuh tak sadarkan diri Ran Xieya meletakkannya dengan pelan untuk berbaring disebuah kursi panjang yang berada disisi lain ruangan itu. Surai hitam Ran Xieya tergerai menutupi paras manisnya yang sedang tertidur. Jemari panjang Han Xue Tian dengan perlahan menepikan helaian rambut hitam Ran Xieya. Lin May segera menggeserkan pintu kamar permaisuri. "Yang Mulia, kenapa tiba-tiba seperti ini," ucap Lin May kemudian sibuk mengurusi Ran Xieya. “Permaisuri Ran Lan Hua." Han Xue Tian menunduk hormat ketika Permaisuri mendekati Ran Xieya. Permaisuri duduk dipinggiran kasur. Ia menatap Ran Xieya yang masih terlelap kala itu. "A-Xie pasti kelelahan, Xue Tian bagaimana keadaan di luar istana?” “Mahluk kegelapan sampai di pusat kota, Xue Tian diperintahk
"Hentikan! jangan menyerangnya!" sergah Ran Xieya.Sorak keributan dari para pelayan itu berasal dari luar aula utama. Beberapa tamu yang penasaran pun turut keluar. “Baise!” teriak Ra Xieya pada Rubah itu. Ran Xieya tak bergeming karena melindungi sosok Rubah yang justru tampak jinak padanya padahal Rubah berukuran besar itu dua kali lipat darinya. Ran Rinyou bergegas mendekati kerumunan usai mendengar hal Ran Xieya memanggil nama rubah kesayangannya dengan setengah berteriak yang segera berlari. “Ran Xieya jangan mendekat ke sana!” teriak sang Kakak yang turut mencegahnya."Grrrghhhh," erang Rubat itu.Rubah itu tampak terpojok karena beberapa prajurit menodongnya dengan ujung tombak. Dia bisa saja menyerang namun Baise masih mengingat tuannya yang berhati lembut. Apalagi rubah itu melihat usaha Ran Xieya yang menghadang todongan ujung tombak yang mengarah padanya. “Sie! kamu tidak terluka, kan?" tanya Ran Xieya disela-sela terpojoknya. Ran Xieya berdiri di depan rubah putih beruk
"Apa ... apa kau mau menghakimiku juga?" tanya Ran Xieya dengan kedua mata berkaca-kaca. "Aku ... tidak ...," ucap Han Xue Tian tertahan karena menatap Ran Xieya hendak terisak lagi. Lin May baru tiba dengan langkah terbirit-birit. Pelayan itu memberi hormat pada Han Xue Tian. “Sudahlah Tuan Putri setelah para pemimpin clan berdiskusi kita bisa bertemu dengan Sie lagi," ucap Lin May sudah kewalahan menenangkan sang Putri yang terisak dengan tangisannya. Dia tak henti-hentinya mengelus pundak Ran Xieya. "Tuan Muda kedua Han, terima kasih sudah menghantar Putri Xieya kemari," ucap Lin May. "Hm." Han Xue Tian mengangguk. "Kalau begitu, selamat tinggal Xieya." Han Xue Tian berucap sembari meninggalkan Ran Xieya bersama Lin May. Lin May dan Ran Xieya lanjut berjalan memasuki kamarnya. Di sana lagi-lagi Ran Xieya cemas akan keberadaan Rubah putih itu. “Kalau dia disakiti oleh si Yu itu bagaimana?" rengek Ran Xieya. “Tidak akan, Lin May ini pasti yakin Han Suiren Hua dan Han Xue Tian
“Aku senang sekali adikku yang manis ini masih ingat nama gegenya,” kekeh Pemuda itu. Pria muda berambut perak panjang membingkai paras tampannya, kedua iris mata semerah darah dan bibir tipis yang tersungging senyuman dengan tahi lalat dibawahnya, tiga garis seiras Han Xue Tian tumbuh didahinya juga namun hanya berbeda warna, jika Han Xue Tian memiliki tanda berwarna biru cerah maka pemuda ini berwarna hitam pekat serta jubah hitam yang senada membalut tubuh tegapnya. Dibalik paras tampan yang terukir seringai yang tajam. Paras seiras Han Xue Tian yang lain muncul didepannya. Kegelapan amat mencintainya. Aura gelap yang mendominasi membuktikan jati dirinya yang sebenarnya. Teror yang sudah lima tahun lamanya tidak menganggu kedamaian negara aliansi. Sang Putra dari Klan Lian yang dijuluki sebagai Pangeran Iblis. “Aiya senang berjumpa kembali pemimpin clan Han, Han Suiren Hua! Kemarin kau itu hanya seorang murid wah sekarang sudah menjadi pemimpin ya, selamat, selamat." Pemuda itu
Rambut hitam Ran Xieya tergerai bebas dengan panjang. Ran Xieya tak memerdulikan riasan. Dia hanya memakai balutan jubah sederhana berwarna biru muda dengan motif anggrek putih disetiap ujung jubahnya. Ran Xieya sudah duduk berjam-jam didalam perpustakaan Ran. Ran Xieya mempelajari dunia yang dia tinggali saat ini.“Aku bahkan baru tahu nama kalau nama kerajaan ini Shizhu Ran Aiya ... kasihan sekali Ran Xieya harus menanggung malu karena semua kebodohanku jika orang lain sampai tahu.” Ran Xieya berucap sambil meringis kecil. Dia menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Ran Xieya kembali membaca buku itu. Satu tumpukan gunung buku-buku lain yang ada disebelah kanan sudah menunggunya. Ran Xieya masih betah untuk duduk disana. Kini kedua mata magentanya sedang serius menatap satu halaman yang memuat informasi mengenai Kerajaan Shizu Ran. 'Klan Ran satu-satunya klan yang mempelajari ilmu alam dan pengobatan kemudian mempraktekkannya didalam kehidupan sehari-hari.”'Kerajaan Shizhu Ran
“Kau mau bilang jika Sang Kekacauan Malam Tak Berakhir, kembali muncul?” Han Xue Tian mengangguk. "Benar, Yang Mulia." “Kenapa dia tiba lebih cepat dari ramalan Shizhu Ran?” Kini Raja menjadi panik usai mendengar ucapan Han Xue Tian. Disaat hiruk pikuk keriuhan pada saat itu. Han Xue Tian langsung menduduki tubuhnya lagi ditengah-tengah aula utama. Kedua lututnya yang menghantam kerasnya lantai umbin sampai terdengar Bruk dengan keras. Seluruh mata tengah menatap ksatria langit bersalju yang tengah membungkuk menghadap sang kaisar Shizhu Ran. “Xue Tian ... tak perlu membungkuk.” Kaisar berucap sembari menatap heran Han Xue Tian. “Yang Mulia, izinkan aku untuk membawa Ran Xieya ke He Hua Han," ucap Han Xue Tian berlutut pada Kaisar. Sang Kaisar membelalakkan kedua matanya tak percaya dengan ucapan Han Xue Tian. Ran Rinyou juga tak kalah terkejutnya sementara sisanya para petinggi Klan hanya terbatuk kering berbeda dengan Ran Xieya hanya diam dengan raut wajah yang tenang. “Tak
Ran Xieya usai bergulat pendapat dengan para Tetua di Aula Istana kemudian memilih kembali ke perpustakaan. Gadis manis itu sedang menyoret-nyoret sesuatu menggunakan kuasnya. Kedua alisnya mengkerut. Tampaknya Gadis itu tengah menyelami aktivitasnya itu. “Hm, seingatku seperti ini sih,” gumam Ran Xieya seorang diri sembari terkekeh kecil. Tak berapa lama Lin May tiba dengan membawakan nampan berisi seteko teh yang mengepul dan beberapa cemilan kue beras. "Yang Mulia Putri Xieya," ucap Lin May seraya meletakkan kue beras itu. “Ah, Lin May, Kebetulan sekali aku lapar!” Ran Xieya menjerit girang. seraya menyunggingkan senyuman manisnya. Lin May yang saat itu baru meletakkan nampannya diatas meja belajar hanya bisa menggeleng. “Tuan Putri melewatkan makan siang maka dari itu, Permaisuri mencari tuan Putri kemana-mana?” Lin May menuangkan teh hangat pada cangkir keramik. Ia suguhkan untuk Ran Xieya. Tadinya Ran Xieya hendak menyuapi sepotong kue beras kedalam mulutnya. Tiba-tiba saja