Share

Episode 4

"Kalau begitu aku harus berhati-hati juga," ucap Ran Xieya. Raut wajahnya serius sembari mencerna situasinya saat ini.

"Yang Mulia lebih baik sekarang Anda membersihkan diri karena Lin May akan menyiapkan air hangat untukmu, jangan lupa pertemuan malam ini yang mulia." Lin May berucap sembari membungkuk hormat pada Ran Xieya. Gadis itu menggeser pintu kemudian keluar dari kamar Ran Xieya dengan pelan.

Ran Xieya seorang diri masih memikirkan dirinya saat ini. "Ah, jujur saja aku jadi pusing, bagaimana aku bisa masuk ke dunia ini kemudian ada di tubuh Putri Malang seperti ini!" jerit Ran Xieya. Dia pun menarik napas agar bisa membuat dirinya dengan tenang. "Baiklah, tenang ... Ran Xieya, Ran Xieya, serahkan semua masalahmu padaku." Ran Xieya beranjak berdiri kemudian keluar dari kamarnya.

Ran Xieya baru selesai mandi. Tubuhnya sudah terasa segar kembali. "Ah, mandi air hangat memang paling terbaik," ucap Ran Xieya. Dia tengah duduk menikmati citrus senja di gazebo istana. Ran Xieya seorang diri kemari karena Lin May tak bisa mengekori langkah lincah Ran Xieya.

"Hihi, pasti Lin May sedang mencari-cariku saat ini," kekeh Ran Xieya. Kedua iris magentanya memandangi sekitar kediaman Ran. Bunga anggrek nyaris tumbuh disetiap sudut kediaman Ran. Belum lagi pepohonan wisteria yang tengah berbunga lebat di musim semi ini. Ran Xieya mendecak kagum. Keindahan ini tak bisa ditemuinya pada kehidupan lamanya. “Kediaman ini memang Indah, memanjakan kedua mata," puji Ran Xieya.

Ran Xieya tengah melamun sendiri sementara kedua tangannya memengangi stick rambut giok pemberian neneknya. Satu-satunya benda yang ikut masuk ke dunia antah berantah ini. “Sekarang aku bertekat untuk membantumu Ran Xieya, semoga setelah menemukan akhir dari semuanya, kehidupan lamaku akan jauh lebih baik," gumam Ran Xieya seorang diri.

Ran Xieya tak menyadari jika dia duduk bersantai di gazebo hingga senja berganti oleh malam. Sang dewi malam menyapa dengan cahaya rembulannya yang anggun. Dirinya menghabiskan waktu untuk melamuni sesuatu yang masih tak dipahaminya. Tentang bagaimana dirinya berakhir ditubuh seorang Putri yang bernasib malang ini.

“Disini ternyata!" teriak Lin May. Dia yang tiba dengan tergesa-gesa belum lagi nafasnya tersengal. Tampaknya gadis ini sudah mencari Ran Xieya sampai kelelahan.

“Duduklah," suruh Ran Xieya sembari menepuk-nempuk bantal duduk yang ada disebelahnya.

“Tidak apa Tuan Putri," tolak Lin May dengan halus.

Gazebo ini terdapat sebuah meja kecil dan empat buah bantal duduk serta tentunya hanya keluarga kerajaan yang berhak menempatinya. Lin May tak mau bersikap diluar batasnya sebagai pelayan tapi kedua mata magenta Ran Xieya langsung memicing padanya.

"Ayolah duduk, ini salahku juga yang membuatmu kelelahan,” ucap Ran Xieya. Sorot mata Ran Xieya menatap lembut meminta gadis itu segera duduk disampingnya.

“Aku mencarimu kemana-mana Yang Mulia karena Anda ditunggu Kaisar dan Permaisuri di Aula Istana," ucap Lin May. Dia dengan ragu-ragu pun duduk disebelah Ran Xieya.

“Apa menurutmu kedua orang tuaku menyayangiku Lin May?” tanya Ran Xieya.

Pertanyaan yang tiba-tiba diucapkan Ran Xieya membuat pelayan pribadinya itu tersentak kaget. Lin May mencoba untuk tersenyum menutupi kegusarannya. “Tentu saja, Yang Mulia,” jawab Lin May.

Ran Xieya yang mendengar jawaban Lin May pun segera beranjak berdiri. “Jangan menemaniku May, kau bisa kembali ke kamarmu ataupun bersantai di sini.” Setelah berucap Ran Xieya pun berjalan menuju aula utama.

Kebaikan hati Ran Xieya membuat Lin May mengkerut heran. Dia tak menyangka sang Tuan Puteri yang dilayaninya selama sepuluh tahun ini memiliki kepribadian yang sangat hangat. “Syukurlah ... tapi ini seperti bukan Anda, Yang Mulia," Gumam Lin May. Pelayan pribadi itu mengulum senyuman seraya menatap punggung Ran Xieya yang semakin menjauh.

Ran Xieya berjalan dengan santai. Setibanya di depan gerbang pintu megah aula utama beberapa prajurit menunduk hormat padanya. Eh, Ran Xieya ini benar-benar terhormat, batin Ran Xieya. Ia masuk sembari tersenyum melintasi pintu yang terbuka itu. Gerbang pintu megah itu dibuka oleh beberapa pelayan.

Ran Xieya menatap Raja dan Permaisuri yang duduk dengan tenang. Ada kakaknya Ran Rinyou dan istrinya, serta dua orang wanita cantik beserta dua orang perempuan seusianya sisanya dua orang pemuda seusianya. Yang lainya beberapa pria paruh baya yang tak dikenal oleh Ran Xieya bahkan Tabib istana yang sudah duduk sembari menatapnya dengan jengkel. Masalahnya aku tidak kenal siapapun selain, Lin May, batin Ran Xieya.

"Lihatlah caramu berpakaian Ran Xieya, benar-benar menentang aturan Ran,” sindir dari salah satu wanita itu terdengar menggema keseluruh ruangan.

Bulu kuduk Ran Xieya meremang ngeri. Wanita itu mirip sosok antagonis dalam drama yang pernah ditontonnya. Malangnya, dia bisa merasakan sendiri aura mencekamkan itu. Aura-aura antagonis jahat, batin Ran Xieya. Ran Xieya memilih diam daripada harus bersilat lidah dengan Wanita itu.

“Selir Mye, kurasa ini bukan saat yang tepat untuk membicarakan pakaian anakku," sahut suara lembut seorang wanita yang duduk bersanding dengan sang Raja.

Hm siapa dia? apakah dia Permaisuri? ibunya Ran Xieya? batin Ran Xieya. Dia menduganya jika wanita cantik itu merupakan ibunya, Sang permaisuri. Keindahannya paras dan iris magenta diwariskan dari sang Permaisuri pada Ran Xieya begitu mirip apalagi saat melihat senyuman yang terpancar dengan hangat.

"Xieya, duduk, Nak jangan berdiri di sana," ucap Permaisuri.

"Baik, Ibu," ucap Ran Xieya sembari duduk. Ran Xieya memperhatikan orang-orang disekelilingnya. Hanya tatapan Permaisuri dan Ran Rinyou kakak laki-lakinya yang tampak bersahabat, sisanya menatap Ran Xieya dengan penuh kebencian, cemooh, meledek bahkan sinis. “Terserah saja,” gumam Ran Xieya. Ran Xieya mengulum senyuman yang canggungnya.

Salah seorang pria paruh baya baru memasuki itu kemudian berdiri ditengah-tengah aula. Dia memberi hormat kepada sang Raja yang disertai deheman. “Hm ... kita langsung mulai saja Yang Mulia, kurasa kesalahan Putri Ran Xieya terlalu berbahaya karena jika dibiarkan Tabib akan berakhir mengenaskan," ucap Pria tua itu.

Sekarang seluruh tatapan hanya terpaku padanya. Seolah menanti penjelasan dari sosok Ran Xieya. Ran Xieya pun menghela napas. “Apa kalian akan mempercayaiku?" tanya Ran Xieya. "Jika aku bilang pria tua itu hendak melecehkanku? aku tidak memiliki bukti tapi Tabib itu memang berniat jahat dengan alasan membersihkan kutukan, hey, ktukan macam apa yang bisa ditangani oleh seorang Tabib?" tanya Ran Xieya tersenyum remeh.

Pria tua itu mengangguk. "Silahkan Tabib berikan pembelaanmu atas perkataan dari Putri Ran Xieya," suruh Pria tua itu.

Apa ini? kenapa aku seolah sedang didakwa dipengadilan, batin Ran Xieya. Ran Xieya menyanggah dagunya dengan kedua tangannya. Sesekali tersenyum bahkan sesekali memicingkan matanya. Dia memerhatikan Tabib yang sedang menatapnya dengan murka.

“Ini penghinaan!” bentak Tabib sembari menunjuk Ran Xieya. “Yang Mulia sudah selama lima tahun ini saya menangani keluarga kerajaan, semuanya baik-baik saja, jelas yang dikatakan tuan puteri Ran Xieya tidak ada buktinya. Sebagai tabib terbaik ini adalah penghinaan!” sergah Tabib yang murka seraya menunjuk Ran Xieya.

Ran Xieya terbatuk kering. Sejujurnya dia tengah menahan tawa. “Hey, Tabib macam apa kau ini? apakah sikap keras kepalamu akan membuat pasienmu sembuh? sejak kapan memberi obat dengan sikap tercela, kau membuat pasienmu menua sebelum waktunya," ledek Ran Xieya.

“Ran Xieya cukup,” tegas Sang Raja. Pria itu memandangi Ran Xieya sekilas dengan tatapan tajamnya. “Penasehat kerajaan sudah menyelidiki semuanya. Aku sudah tahu ...," ucap Raja terjeda karena mendadak aula didatangi oleh pengawal pembawa pesan.

Derapan langkah beberapa pengawal masuk tergesa-gesa. “Yang Mulia! kami melihat sinyal dari klan Han," ucap Pengawal.

Aula didatangi oleh kedua Pemuda dari Klan Han. Dua orang Pria rupawan yang berjalan dengan berwibawa itu langsung serempak memberi hormat pada Raja. “Yang Mulia Ran Xuan Ya ... Han Suiren Hua dan Han Xue Tian datang di waktu yang tidak tepat, maafkan kami Yang Mulia," ucap Pemimpin Klan Han.

Dua orang pria muda yang tampan dengan jubah panjang biru tuanya memberi hormat kepada baginda raja Ran Xuan Ya. Sekilas kedua Pria itu tampak seiras tapi yang membedakan mereka adalah iris mata keduanya. Sang pria yang memberi hormat terlebih dulu memiliki perangai yang lembut seiras dengan iris obisidannya yang senantiasa menatap teduh sedangkan pria yang lebih muda yang mengikutinya dari belakang memberikan raut yang datar dengan tatapan beku dari iris mata biru langitnya.

Ran Xieya tak sengaja menubruk pandangannya dengan pemuda dingin itu. Ran Xieya terbuai untuk memperhatikan Pemuda dengan garis lahir spirtual didahinya. Bagi Ran Xieya yang baru berada di dunia ini. Ia terpukau oleh Pria berparas rupawan namun berraut wajah dingin itu. Tampan juga, batin Ran Xieya.

“Psst ... Xieya!” teriak Ran Rinyou namun berbisik. Pria itu melambai-lambaikan tangannya pada wajah Ran Xieya bahkan Ran Rinyou sudah berpindah duduk disamping Ran Xieya. “Kenapa kau memerhatian Tuan Muda Kedua Han Xue Tian?" tanya Ran Rinyou.

Ran Xieya menaikkan bahunya tak acuh. "Memangnya kenapa?"

Ran Rinyou langsung membalas. "Pria itu dingin dengan siapapun."

“Seharusnya kami tiba siang tadi hanya saja kami diserang mahluk kegelapan di perbatasan Ran, kami juga bertemu beberapa rombongan Shin dan Jhan di sana,” ucap Pemimpin Klan Han.

"Han Suiren Hua, bagaimana dengan mahluk-mahluk itu?" tanya Raja.

Han Suiren Hua mengangguk. "Yang Mulia, kami berhasil mengalahkan mereka tapi beberapa rombongan terjebak di jurang misterius," jawab, Han Suiren Hua. Pria itu memberi hormat pada Raja Klan Ran. "Kedatangan Han Suiren Hua ini meminta bantuan Yang Mulia untuk membantu beberapa rombongan yang terjebak di jurang perbatasan," ujar Han Suiren Hua.

Sang Raja langsung beranjak dari singasananya. Dia melangkah menuruni singasana dengan penuh kharisma mendekati kedua pemuda yang enggan menyudahi hormatnya. Dia segera meraih pundak pemuda itu. “Pemimpin Klan Han, Suiren Hua dan Putra kedua Han Xue Tian, tidak perlu sungkan," sahut Raja. "Selagi kalian bagian dari tamu yang diundang untuk perjamuan kehamilan Permaisuri, maka akan jadi tanggung jawabku," ucap Raja.

"Terima kasih, Yang Mulia," sahut Han Suiren Hua.

"Mari ikut denganku, biar kukirim beberapa pasukan." Raja berucap sembari berjalan meninggalkan ruangan aula diikuti kedua pemuda Han itu. "Penasehat, biar aku yang memutuskan akhir pengadilan ini," ucap Raja.

"Baik, Yang Mulia." Penasehat pun memberi hormat pada Raja Ran. Setelahnya Penasehat membuarkan pertemuan ini. Pertemuan yang belum memiliki hasil akhir karena terhenti oleh kedatangan pemuda-pemuda Han itu.

Lin May yang menunggui Ran Xieya dari ambang pintu masuk aula melihat tuannya yang tak beraksi. Lin May langsung masuk menghampiri Ran Xieya. “Yang Mulia Ran Xieya, Yang Mulia Xieya," ucap Lin May. Gadis itu sambil mengguncang pundak Ran Xieya yang tak bergeming.

"Lin May, kenapa aku bahkan tidak tahu jika saat ini ada perjamuan?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status