Share

Episode 6

"Ibu ... kalau begitu sekarang aku antar ke kamar ya, ini sudah malam sebaiknya Ibu istirahat," ucap Ran Xieya. 

Malam sudah menampaki bulannya yang bersinar dengan terang. Ran Xieya duduk bersama sang Permaisuri baru tiba di kamar pribadinya yang luas. Ran Xieya hanya bisa duduk sembari menikmati teh hangat yang dituangkan pada cangkirnya. Keadaan di luar sedang kacau. Ran Xieya menatap dengan was-was. Namun dia tetap menyembunyikan kegusaran hatinya dengan mengelus bola salju yang sedang dipangkunya itu.

Sudah berselang tiga puluh menit dari peristiwa itu. Stick giok Ran Xieya masih berbentuk berupa pedang giok dengan gagang putihnya. Pedang itu sengaja diletakkan disampingnya terduduk. Ran Xieya bahkan tak berani menatap Permaisuri, takut jika dia heran usai Putri ini jadi berubah akibat kerasukan jiwa dari seorang Senna. 

“Aku tak tahu puteri manisku mahir berpedang," puji Permaisuri. 

“Ah itu ... aku hanya melihat dan meniru saja.” Ran Xieya tersenyum hambar. 

Sang Permaisuri kembali tersenyum. “Aku juga tidak tahu jika puteri kecilku  ini memiliki kekuatan spiritual yang bisa menyucikan kekuatan gelap," ucap Permaisuri. 

Memang  ucapan sang permaisuri bukan sebuah pertanyaan, hanya saja Ran Xieya merasa harus menjelaskannya. “Aku ... aku tak sengaja menemukannya," ucap Ran Xieya seraya terkekeh canggung.

"Tidak apa-apa, Ibu senang melihatmu kembali sembuh dan riang kembali. Ibu selalu percaya jika Ran Xieya adalah sebuah keajaiban yang pernah kulahirkan.” Permaisuri yang cantik jelita ini berucap sembari membelai wajah Ran Xieya dengan lembut. 

Ran Xieya tertegun. Dia bisa melihat betapa sayangnya sang ibu terhadap wadahnya ini. Ujung perasaan menghangat. “Ibu tidurlah hari sudah larut malam," ucap Ran Xieya. Ia pun berjalan kearah sang permaisuri untuk memengangi lengan sang Permaisuri dan membantunya berjalan menuju ranjang kasurnya.

“Xieya bisa tidur disini.” Sang Permaisuri berucap seraya menggeser posisi berbarinya.

Ran Xieya langsung menggeleng singkat sembari tersenyum. “Aku akan menjagamu," ucap Ran Xieya dengan lembut.

“Xieya tumbuh menjadi anak yang baik.” Permaisuri berucap dengan penuh kasih sayang. Kerinduan terpancar dari kedua mata magenta Permaisuri yang mirip dengan Ran Xieya. Kini Ran Xieya tahu dari mana asal turunan kecantikan ini. 

Sensasi familiar ini pernah terjadi dikehidupan sebelumnya. Ran Xieya buru-buru menoleh kesembarang arah, setelah menyelimuti tubuh sang permaisuri. Setelah meraih pedang gioknya Ran Xieya berjalan menuju ambang pintu. Dia pun segera menutupnya dengan perlahan.

Ran Xieya duduk di atas anak tangga tepat di depan kamar pribadi sang permaisuri. Dia meletakkan pedang gioknya itu disebelahnya. “Kalian bisa beristirahat aku akan berjaga di sini,” perintah Ran Xieya.

Dua orang pengawal yang berjaga di depan kamar permaisuri menunduk dengan hormat. “Ampun, Tuan Puteri biar kami yang berjaga di depan kamar Yang Mulia Lan Hua.”

Ran Xieya menggeleng dengan singkat. “Kalian sudah menjaga Ibu sedari tadi. Pergilah kalian bisa makan atau istirahat dulu," suruh Ran Xieya sembari mengibas-ngibaskan tangan kanannya.

Kedua pengawal itu sempat tersentak kaget. Keduanya masih tak habis pikir dengan sifat rendah hatinya sang Putri. “Sungguh kemurahan hati Tuan Putri untuk kami. Selain hebat Anda sangat-sangat baik Tuan Putiri.” Mereka pun memberi hormat kepada Ran Xieya serta langsung melenggang pergi.

Kini menyisakan Ran Xieya yang terduduk seorang diri menatap kembali rembulan yang bersinar dengan anggun, angin menerpa permukaan kulitnya lagi. Ran Xieya sedang merenungi nasibnya yang berubah drastis usai masuk ke dunia ini sekaligus masuk ke tubuh Wanita muda yang malang ini. Kesepian menyelimuti Ran Xieya yang mendadak merindukan sosok Nenek yang sudah pergi meninggalkanya. Bulir air mata Ran Xieya sudah menetes dengan perlahan.

“Tuan Putri! Tuan Putri Ran Xieya!”

Ran Xieya mendengar panggilan Lin May. Dia segera menghapus air matanya dengan kasar. "Kenapa kau berlari-lari Lin May?"

Gadis itu berlari menghampirinya. Dia membawa jubah tebal pada kedua tangannya. Lin May memakaikan jubah itu pada Ran Xieya. “Kenapa Anda sendiri belum istirahat Yang Mulia?” tanya Lin May. 

Ran Xieya langsung menjawab. “Aku tidak bisa tidur jadi kuputuskan untuk berpatroli menjaga Permaisuri.”

Lin May Mengangguk paham. “Biar Lin May ini meminta Yang Mulia untuk tidur pun pasti Yang Mulia tidak akan mau," celetuk Lin May sembari duduk disebelah Ran Xieya.

“Kenapa?”

“Anda memang sejak dulu sudah keras kepala.”

"Haha, kurasa itu benar." Ran Xieya terkekeh mendengarnya. Dirinya yang asli pun memiliki kepribadian yang sama.

“Oh iya, Tuan Putri tahu pengawal menemukan tubuh Tabib di depan kamarmu. Keadaannya sudah mengenaskan.” Lin May berucap dengan serius.

Ran Xieya tak terkejut. Dia sudah menduganya, setelah pedang Han Xue Tian menghunus tubuh serigala jelemaan Tabib, dia sudah menduganya. "Aneh sekali, kenapa semuanya tiba-tiba terjadi dalam satu malam ini?" gumam Ran Xieya.

“Yang Mulia, Lin May ini bahkan tak tahu jika anda bisa berpedang.” Lin May berucap dengan kedua mata yang berbinar. “Anda terlihat tangguh, indah dan kuat disaat yang bersamaan,” puji Lin May.

Ran Xieya hanya terkekeh sembari menggelengkan kepalanya. "Kau berlebihan dibandingkan Han Datar Xue Tian pasti jauh sekali," sahut Ran Xieya. 

“Siapa bilang? Anda hebat seperti pemburu iblis saja tapi Tuan Muda Han Xue Tian memang jauh lebih unggul," ucap Lin May.

Saat nama pemuda itu disebutkan. Ran Xieya memayunkan bibir ranumnya. Ran Xieya menjadi kesal. “Aiya ... jangan sebut-sebut nama dia di depanku," ketus Ran Xieya.

Tiba-tiba saja pergelangan tangannya ditarik oleh tangan lebar seseorang, sontak, tubuh Ran Xieya pun terangkat berdiri. Tak cukup dengan tangan kanannya, pemuda itu menarik kedua tangannya secara bersamaan.

“Hei! Kau ini apa-apaan!” Ran Xieya berteriak dengan memberontak. Dia pun berusaha melepaskan tangannya, tapi perbedaan keduanya sangat jauh. Sia-sia saja Ran Xieya ini memberontak sosok tubuh besar seperti Han Xue Tian.

Tubuh tegap dan tinggi Han Xue Tian tak bergeming. Masih dengan rautnya yang datar serta tatapannya yang dingin. “Di mana kau mendapatkan pedang itu?" tanya Han Xue Tian dingin.

Ran Xieya mulai menatap dengan ragu. Dia tak mungkin menceritakan pedang itu merupakan stick rambut giok pemberian neneknya dikehidupannya yang lain dengan panjang lebar. Semua orang tak akan mempercayainya. Termasuk pria tampan ini. "Memangnya kenapa sih?" elak Ran Xieya. 

"Katakan," perintah Han Xue Tian meremat tangan Ran Xieya cukup keras.

Ran Xieya merintih kesakitan. Pergelangan tangannya yang malang sampai memerah. Ran Xieya memicingkan matanya menatap pemuda itu. Rambut hitam panjangnya tergerai dengan bebas membingkai pahatan paras rupawan yang sempurna tapi sayang Ran Xieya terlanjur kesal padanya. “Jika kujelaskan kau akan menganggapku gila sama seperti yang lainnya.” Ran Xieya mendesis tak suka.

Pemuda itu membulatkan iris biru langitnya usai mendengar ucapan Ran Xieya. Dia pun melepaskan pegangannya pada kedua tangan Ran Xieya. Pria muda itu menatap Ran Xieya datar seolah-olah perbuatannya tak berarti pada Ran Xieya.

“Kau tahu aku muak denganmu!" bentak  Ran Xieya. Ran Xieya tak puas kemudian memukul dada bidang pemuda itu dengan kedua kepalan tangannya. Tiba-tiba saja dia terdiam membeku. Kenapa kepalaku tiba-tiba sakit, batin Ran Xieya. Ran Xieya langsung memengangi kepalanya. Tak lama pandangannya memburam. 

“Yang Mulia!” Teriak Lin May ketika melihat tubuh lunglai Ran Xieya yang ambruk tiba-tiba.

Lengan pemuda itu dengan cepat meraih tubuh Ran Xieya. Pemuda itu memandangi paras damai Ran Xieya yang tak sadarkan diri, kemudian dia pun menganggkat tubuh Ran Xieya dengan mudah.

“Xieya! astaga, Tuan Muda Kedua ... tolong bawa anakku ke dalam," 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status