"Ibu ... kalau begitu sekarang aku antar ke kamar ya, ini sudah malam sebaiknya Ibu istirahat," ucap Ran Xieya.
Malam sudah menampaki bulannya yang bersinar dengan terang. Ran Xieya duduk bersama sang Permaisuri baru tiba di kamar pribadinya yang luas. Ran Xieya hanya bisa duduk sembari menikmati teh hangat yang dituangkan pada cangkirnya. Keadaan di luar sedang kacau. Ran Xieya menatap dengan was-was. Namun dia tetap menyembunyikan kegusaran hatinya dengan mengelus bola salju yang sedang dipangkunya itu.
Sudah berselang tiga puluh menit dari peristiwa itu. Stick giok Ran Xieya masih berbentuk berupa pedang giok dengan gagang putihnya. Pedang itu sengaja diletakkan disampingnya terduduk. Ran Xieya bahkan tak berani menatap Permaisuri, takut jika dia heran usai Putri ini jadi berubah akibat kerasukan jiwa dari seorang Senna.
“Aku tak tahu puteri manisku mahir berpedang," puji Permaisuri.
“Ah itu ... aku hanya melihat dan meniru saja.” Ran Xieya tersenyum hambar.
Sang Permaisuri kembali tersenyum. “Aku juga tidak tahu jika puteri kecilku ini memiliki kekuatan spiritual yang bisa menyucikan kekuatan gelap," ucap Permaisuri.
Memang ucapan sang permaisuri bukan sebuah pertanyaan, hanya saja Ran Xieya merasa harus menjelaskannya. “Aku ... aku tak sengaja menemukannya," ucap Ran Xieya seraya terkekeh canggung.
"Tidak apa-apa, Ibu senang melihatmu kembali sembuh dan riang kembali. Ibu selalu percaya jika Ran Xieya adalah sebuah keajaiban yang pernah kulahirkan.” Permaisuri yang cantik jelita ini berucap sembari membelai wajah Ran Xieya dengan lembut.
Ran Xieya tertegun. Dia bisa melihat betapa sayangnya sang ibu terhadap wadahnya ini. Ujung perasaan menghangat. “Ibu tidurlah hari sudah larut malam," ucap Ran Xieya. Ia pun berjalan kearah sang permaisuri untuk memengangi lengan sang Permaisuri dan membantunya berjalan menuju ranjang kasurnya.
“Xieya bisa tidur disini.” Sang Permaisuri berucap seraya menggeser posisi berbarinya.
Ran Xieya langsung menggeleng singkat sembari tersenyum. “Aku akan menjagamu," ucap Ran Xieya dengan lembut.
“Xieya tumbuh menjadi anak yang baik.” Permaisuri berucap dengan penuh kasih sayang. Kerinduan terpancar dari kedua mata magenta Permaisuri yang mirip dengan Ran Xieya. Kini Ran Xieya tahu dari mana asal turunan kecantikan ini.
Sensasi familiar ini pernah terjadi dikehidupan sebelumnya. Ran Xieya buru-buru menoleh kesembarang arah, setelah menyelimuti tubuh sang permaisuri. Setelah meraih pedang gioknya Ran Xieya berjalan menuju ambang pintu. Dia pun segera menutupnya dengan perlahan.
Ran Xieya duduk di atas anak tangga tepat di depan kamar pribadi sang permaisuri. Dia meletakkan pedang gioknya itu disebelahnya. “Kalian bisa beristirahat aku akan berjaga di sini,” perintah Ran Xieya.
Dua orang pengawal yang berjaga di depan kamar permaisuri menunduk dengan hormat. “Ampun, Tuan Puteri biar kami yang berjaga di depan kamar Yang Mulia Lan Hua.”
Ran Xieya menggeleng dengan singkat. “Kalian sudah menjaga Ibu sedari tadi. Pergilah kalian bisa makan atau istirahat dulu," suruh Ran Xieya sembari mengibas-ngibaskan tangan kanannya.
Kedua pengawal itu sempat tersentak kaget. Keduanya masih tak habis pikir dengan sifat rendah hatinya sang Putri. “Sungguh kemurahan hati Tuan Putri untuk kami. Selain hebat Anda sangat-sangat baik Tuan Putiri.” Mereka pun memberi hormat kepada Ran Xieya serta langsung melenggang pergi.
Kini menyisakan Ran Xieya yang terduduk seorang diri menatap kembali rembulan yang bersinar dengan anggun, angin menerpa permukaan kulitnya lagi. Ran Xieya sedang merenungi nasibnya yang berubah drastis usai masuk ke dunia ini sekaligus masuk ke tubuh Wanita muda yang malang ini. Kesepian menyelimuti Ran Xieya yang mendadak merindukan sosok Nenek yang sudah pergi meninggalkanya. Bulir air mata Ran Xieya sudah menetes dengan perlahan.
“Tuan Putri! Tuan Putri Ran Xieya!”
Ran Xieya mendengar panggilan Lin May. Dia segera menghapus air matanya dengan kasar. "Kenapa kau berlari-lari Lin May?"
Gadis itu berlari menghampirinya. Dia membawa jubah tebal pada kedua tangannya. Lin May memakaikan jubah itu pada Ran Xieya. “Kenapa Anda sendiri belum istirahat Yang Mulia?” tanya Lin May.
Ran Xieya langsung menjawab. “Aku tidak bisa tidur jadi kuputuskan untuk berpatroli menjaga Permaisuri.”
Lin May Mengangguk paham. “Biar Lin May ini meminta Yang Mulia untuk tidur pun pasti Yang Mulia tidak akan mau," celetuk Lin May sembari duduk disebelah Ran Xieya.
“Kenapa?”
“Anda memang sejak dulu sudah keras kepala.”
"Haha, kurasa itu benar." Ran Xieya terkekeh mendengarnya. Dirinya yang asli pun memiliki kepribadian yang sama.
“Oh iya, Tuan Putri tahu pengawal menemukan tubuh Tabib di depan kamarmu. Keadaannya sudah mengenaskan.” Lin May berucap dengan serius.
Ran Xieya tak terkejut. Dia sudah menduganya, setelah pedang Han Xue Tian menghunus tubuh serigala jelemaan Tabib, dia sudah menduganya. "Aneh sekali, kenapa semuanya tiba-tiba terjadi dalam satu malam ini?" gumam Ran Xieya.
“Yang Mulia, Lin May ini bahkan tak tahu jika anda bisa berpedang.” Lin May berucap dengan kedua mata yang berbinar. “Anda terlihat tangguh, indah dan kuat disaat yang bersamaan,” puji Lin May.
Ran Xieya hanya terkekeh sembari menggelengkan kepalanya. "Kau berlebihan dibandingkan Han Datar Xue Tian pasti jauh sekali," sahut Ran Xieya.
“Siapa bilang? Anda hebat seperti pemburu iblis saja tapi Tuan Muda Han Xue Tian memang jauh lebih unggul," ucap Lin May.
Saat nama pemuda itu disebutkan. Ran Xieya memayunkan bibir ranumnya. Ran Xieya menjadi kesal. “Aiya ... jangan sebut-sebut nama dia di depanku," ketus Ran Xieya.
Tiba-tiba saja pergelangan tangannya ditarik oleh tangan lebar seseorang, sontak, tubuh Ran Xieya pun terangkat berdiri. Tak cukup dengan tangan kanannya, pemuda itu menarik kedua tangannya secara bersamaan.
“Hei! Kau ini apa-apaan!” Ran Xieya berteriak dengan memberontak. Dia pun berusaha melepaskan tangannya, tapi perbedaan keduanya sangat jauh. Sia-sia saja Ran Xieya ini memberontak sosok tubuh besar seperti Han Xue Tian.
Tubuh tegap dan tinggi Han Xue Tian tak bergeming. Masih dengan rautnya yang datar serta tatapannya yang dingin. “Di mana kau mendapatkan pedang itu?" tanya Han Xue Tian dingin.
Ran Xieya mulai menatap dengan ragu. Dia tak mungkin menceritakan pedang itu merupakan stick rambut giok pemberian neneknya dikehidupannya yang lain dengan panjang lebar. Semua orang tak akan mempercayainya. Termasuk pria tampan ini. "Memangnya kenapa sih?" elak Ran Xieya.
"Katakan," perintah Han Xue Tian meremat tangan Ran Xieya cukup keras.
Ran Xieya merintih kesakitan. Pergelangan tangannya yang malang sampai memerah. Ran Xieya memicingkan matanya menatap pemuda itu. Rambut hitam panjangnya tergerai dengan bebas membingkai pahatan paras rupawan yang sempurna tapi sayang Ran Xieya terlanjur kesal padanya. “Jika kujelaskan kau akan menganggapku gila sama seperti yang lainnya.” Ran Xieya mendesis tak suka.
Pemuda itu membulatkan iris biru langitnya usai mendengar ucapan Ran Xieya. Dia pun melepaskan pegangannya pada kedua tangan Ran Xieya. Pria muda itu menatap Ran Xieya datar seolah-olah perbuatannya tak berarti pada Ran Xieya.
“Kau tahu aku muak denganmu!" bentak Ran Xieya. Ran Xieya tak puas kemudian memukul dada bidang pemuda itu dengan kedua kepalan tangannya. Tiba-tiba saja dia terdiam membeku. Kenapa kepalaku tiba-tiba sakit, batin Ran Xieya. Ran Xieya langsung memengangi kepalanya. Tak lama pandangannya memburam.
“Yang Mulia!” Teriak Lin May ketika melihat tubuh lunglai Ran Xieya yang ambruk tiba-tiba.
Lengan pemuda itu dengan cepat meraih tubuh Ran Xieya. Pemuda itu memandangi paras damai Ran Xieya yang tak sadarkan diri, kemudian dia pun menganggkat tubuh Ran Xieya dengan mudah.
“Xieya! astaga, Tuan Muda Kedua ... tolong bawa anakku ke dalam,"
“Xieya! astaga, Tuan Muda Kedua ... tolong bawa anakku ke dalam," Han Xue Tian mengangguk singkat. "Baik, Permaisuri." Han Xue Tian menggendong tubuh Ran Xieya kemudian membawanya masuk ke kamar Permaisuri. Han Xue Tian yang menggendong tubuh tak sadarkan diri Ran Xieya meletakkannya dengan pelan untuk berbaring disebuah kursi panjang yang berada disisi lain ruangan itu. Surai hitam Ran Xieya tergerai menutupi paras manisnya yang sedang tertidur. Jemari panjang Han Xue Tian dengan perlahan menepikan helaian rambut hitam Ran Xieya. Lin May segera menggeserkan pintu kamar permaisuri. "Yang Mulia, kenapa tiba-tiba seperti ini," ucap Lin May kemudian sibuk mengurusi Ran Xieya. “Permaisuri Ran Lan Hua." Han Xue Tian menunduk hormat ketika Permaisuri mendekati Ran Xieya. Permaisuri duduk dipinggiran kasur. Ia menatap Ran Xieya yang masih terlelap kala itu. "A-Xie pasti kelelahan, Xue Tian bagaimana keadaan di luar istana?” “Mahluk kegelapan sampai di pusat kota, Xue Tian diperintahk
"Hentikan! jangan menyerangnya!" sergah Ran Xieya.Sorak keributan dari para pelayan itu berasal dari luar aula utama. Beberapa tamu yang penasaran pun turut keluar. “Baise!” teriak Ra Xieya pada Rubah itu. Ran Xieya tak bergeming karena melindungi sosok Rubah yang justru tampak jinak padanya padahal Rubah berukuran besar itu dua kali lipat darinya. Ran Rinyou bergegas mendekati kerumunan usai mendengar hal Ran Xieya memanggil nama rubah kesayangannya dengan setengah berteriak yang segera berlari. “Ran Xieya jangan mendekat ke sana!” teriak sang Kakak yang turut mencegahnya."Grrrghhhh," erang Rubat itu.Rubah itu tampak terpojok karena beberapa prajurit menodongnya dengan ujung tombak. Dia bisa saja menyerang namun Baise masih mengingat tuannya yang berhati lembut. Apalagi rubah itu melihat usaha Ran Xieya yang menghadang todongan ujung tombak yang mengarah padanya. “Sie! kamu tidak terluka, kan?" tanya Ran Xieya disela-sela terpojoknya. Ran Xieya berdiri di depan rubah putih beruk
"Apa ... apa kau mau menghakimiku juga?" tanya Ran Xieya dengan kedua mata berkaca-kaca. "Aku ... tidak ...," ucap Han Xue Tian tertahan karena menatap Ran Xieya hendak terisak lagi. Lin May baru tiba dengan langkah terbirit-birit. Pelayan itu memberi hormat pada Han Xue Tian. “Sudahlah Tuan Putri setelah para pemimpin clan berdiskusi kita bisa bertemu dengan Sie lagi," ucap Lin May sudah kewalahan menenangkan sang Putri yang terisak dengan tangisannya. Dia tak henti-hentinya mengelus pundak Ran Xieya. "Tuan Muda kedua Han, terima kasih sudah menghantar Putri Xieya kemari," ucap Lin May. "Hm." Han Xue Tian mengangguk. "Kalau begitu, selamat tinggal Xieya." Han Xue Tian berucap sembari meninggalkan Ran Xieya bersama Lin May. Lin May dan Ran Xieya lanjut berjalan memasuki kamarnya. Di sana lagi-lagi Ran Xieya cemas akan keberadaan Rubah putih itu. “Kalau dia disakiti oleh si Yu itu bagaimana?" rengek Ran Xieya. “Tidak akan, Lin May ini pasti yakin Han Suiren Hua dan Han Xue Tian
“Aku senang sekali adikku yang manis ini masih ingat nama gegenya,” kekeh Pemuda itu. Pria muda berambut perak panjang membingkai paras tampannya, kedua iris mata semerah darah dan bibir tipis yang tersungging senyuman dengan tahi lalat dibawahnya, tiga garis seiras Han Xue Tian tumbuh didahinya juga namun hanya berbeda warna, jika Han Xue Tian memiliki tanda berwarna biru cerah maka pemuda ini berwarna hitam pekat serta jubah hitam yang senada membalut tubuh tegapnya. Dibalik paras tampan yang terukir seringai yang tajam. Paras seiras Han Xue Tian yang lain muncul didepannya. Kegelapan amat mencintainya. Aura gelap yang mendominasi membuktikan jati dirinya yang sebenarnya. Teror yang sudah lima tahun lamanya tidak menganggu kedamaian negara aliansi. Sang Putra dari Klan Lian yang dijuluki sebagai Pangeran Iblis. “Aiya senang berjumpa kembali pemimpin clan Han, Han Suiren Hua! Kemarin kau itu hanya seorang murid wah sekarang sudah menjadi pemimpin ya, selamat, selamat." Pemuda itu
Rambut hitam Ran Xieya tergerai bebas dengan panjang. Ran Xieya tak memerdulikan riasan. Dia hanya memakai balutan jubah sederhana berwarna biru muda dengan motif anggrek putih disetiap ujung jubahnya. Ran Xieya sudah duduk berjam-jam didalam perpustakaan Ran. Ran Xieya mempelajari dunia yang dia tinggali saat ini.“Aku bahkan baru tahu nama kalau nama kerajaan ini Shizhu Ran Aiya ... kasihan sekali Ran Xieya harus menanggung malu karena semua kebodohanku jika orang lain sampai tahu.” Ran Xieya berucap sambil meringis kecil. Dia menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Ran Xieya kembali membaca buku itu. Satu tumpukan gunung buku-buku lain yang ada disebelah kanan sudah menunggunya. Ran Xieya masih betah untuk duduk disana. Kini kedua mata magentanya sedang serius menatap satu halaman yang memuat informasi mengenai Kerajaan Shizu Ran. 'Klan Ran satu-satunya klan yang mempelajari ilmu alam dan pengobatan kemudian mempraktekkannya didalam kehidupan sehari-hari.”'Kerajaan Shizhu Ran
“Kau mau bilang jika Sang Kekacauan Malam Tak Berakhir, kembali muncul?” Han Xue Tian mengangguk. "Benar, Yang Mulia." “Kenapa dia tiba lebih cepat dari ramalan Shizhu Ran?” Kini Raja menjadi panik usai mendengar ucapan Han Xue Tian. Disaat hiruk pikuk keriuhan pada saat itu. Han Xue Tian langsung menduduki tubuhnya lagi ditengah-tengah aula utama. Kedua lututnya yang menghantam kerasnya lantai umbin sampai terdengar Bruk dengan keras. Seluruh mata tengah menatap ksatria langit bersalju yang tengah membungkuk menghadap sang kaisar Shizhu Ran. “Xue Tian ... tak perlu membungkuk.” Kaisar berucap sembari menatap heran Han Xue Tian. “Yang Mulia, izinkan aku untuk membawa Ran Xieya ke He Hua Han," ucap Han Xue Tian berlutut pada Kaisar. Sang Kaisar membelalakkan kedua matanya tak percaya dengan ucapan Han Xue Tian. Ran Rinyou juga tak kalah terkejutnya sementara sisanya para petinggi Klan hanya terbatuk kering berbeda dengan Ran Xieya hanya diam dengan raut wajah yang tenang. “Tak
Ran Xieya usai bergulat pendapat dengan para Tetua di Aula Istana kemudian memilih kembali ke perpustakaan. Gadis manis itu sedang menyoret-nyoret sesuatu menggunakan kuasnya. Kedua alisnya mengkerut. Tampaknya Gadis itu tengah menyelami aktivitasnya itu. “Hm, seingatku seperti ini sih,” gumam Ran Xieya seorang diri sembari terkekeh kecil. Tak berapa lama Lin May tiba dengan membawakan nampan berisi seteko teh yang mengepul dan beberapa cemilan kue beras. "Yang Mulia Putri Xieya," ucap Lin May seraya meletakkan kue beras itu. “Ah, Lin May, Kebetulan sekali aku lapar!” Ran Xieya menjerit girang. seraya menyunggingkan senyuman manisnya. Lin May yang saat itu baru meletakkan nampannya diatas meja belajar hanya bisa menggeleng. “Tuan Putri melewatkan makan siang maka dari itu, Permaisuri mencari tuan Putri kemana-mana?” Lin May menuangkan teh hangat pada cangkir keramik. Ia suguhkan untuk Ran Xieya. Tadinya Ran Xieya hendak menyuapi sepotong kue beras kedalam mulutnya. Tiba-tiba saja
“Dia juga melindungi siluman jadi-jadian,” imbuh Yuu tak mau mengalah. Ia tersenyum dengan seringai diwajahnya. "Memelihara siluman seperti teknik ilmu iblis, apakah kau berusaha membelot lagi?" tuduh Yu.“Ayah tidak lupa bukan jika Ran Xieya menolak perjodohannya dengan Han Xue Tian lima tahun yang lalu. Paman Han Changyi sendiri yang akan menjodohkan Han Xue Tian denganku.” Satu lagi tuduhan Alin dengan suara cemprengnya membuat suasana jadi semakin runyam untuk Ran Xieya. Ran Xieya tersenyum canggung sembari menoleh kepada Sang Permaisuri “Ibu ... apakah semua perkataan mereka itu benar?” tanya Ran Xieya yang tak punya ingatan Ran Xieya asli ini.“Xieya jelaskan!” bentak Sang Raja. Aih? apa ... apa yang mau aku jelaskan? ingat saja tidak, batin Ran Xieya. Ran Xieya mendeham sementara ia sudah menatap kesal saudara-saudar tiri dari Selir yang sedang menertawakannya dengan puas. Kedua putra dan kedua putri dari Selir tampak puas dengan kekalahan Ran Xieya ini. “Baiklah," ucap Ran