"Hentikan! jangan menyerangnya!" sergah Ran Xieya.
Sorak keributan dari para pelayan itu berasal dari luar aula utama. Beberapa tamu yang penasaran pun turut keluar. “Baise!” teriak Ra Xieya pada Rubah itu. Ran Xieya tak bergeming karena melindungi sosok Rubah yang justru tampak jinak padanya padahal Rubah berukuran besar itu dua kali lipat darinya.
Ran Rinyou bergegas mendekati kerumunan usai mendengar hal Ran Xieya memanggil nama rubah kesayangannya dengan setengah berteriak yang segera berlari. “Ran Xieya jangan mendekat ke sana!” teriak sang Kakak yang turut mencegahnya.
"Grrrghhhh," erang Rubat itu.
Rubah itu tampak terpojok karena beberapa prajurit menodongnya dengan ujung tombak. Dia bisa saja menyerang namun Baise masih mengingat tuannya yang berhati lembut. Apalagi rubah itu melihat usaha Ran Xieya yang menghadang todongan ujung tombak yang mengarah padanya.
“Sie! kamu tidak terluka, kan?" tanya Ran Xieya disela-sela terpojoknya. Ran Xieya berdiri di depan rubah putih berukuran besar itu. “Sejak kapan kau tumbuh sekeren ini Sie?” Ran Xieya masih sempat terkekeh melihat perubahan Baise dari bola salju yang lemah menjadi rubah besar dengan sembilan ekor yang menyibak dengan luas.
Kini Ran Xieya giliran menatap para prajurit dan ratusan pasang mata bangsawan yang tengah melototinya. Ran Xieya tak akan membiarkan Rubah ini jadi korban akibat seluruh orang yang tampak mewaspadainya. Ran Xieya tahu jika sosok Rubah ini masih sosok yang sama di dunia asalnya. Anak kecil yang menemani dirinya dulu. “Dia tidak akan menyerang kalian! dia bukan rubah yang jahat!” bentak Ran Xieya tegas.
“Xieya! roh gelap bisa menyamar menjadi apapun!” suara teriakan seorang pemuda seusianya membelah keheningan. Pria muda itu menatap dengan yang haus akan mangsanya. Pemuda itu dengan serta merta mengangkat pedangnya untuk menyerang rubah itu. Dia bahkan tak main-main untuk melayangkan serangannya meskipun Ran Xieya ada menghadangnya.
Ran Xieya juga dengan spontan menarik tusuk gioknya. Benda itu langsung berubah menjadi pedang kemudian Ran Xieya gunakan untuk melawan Pria itu. Kilatan cahaya pedang Ran Xieya dengan tepat menangkis ujung pedang pemuda itu.
Trangggg!
“Siapa yang memberikan Si Bodoh ini senjata? Menyingkirlah!” bentak pemuda itu sembari mengeraskan rahangnya.
Ran Xieya tak bergeming. Dia semakin tak gentar untuk melindungi Baise. “Tidak akan! aku akan melindunginya," ucap Ran Xieya dengan kilatan di mata magentanya. Magenta membara milik seorang ksatria bukan seorang putri.
“Yu sudahlah." Seorang pria muda lain berucap sembari menarik sang adik dengan paksa.
“Kak Chiyou! Dia itu membawa siluman masuk kedalam istana kita," elak Pemuda itu.
“Itu bukan siluman jahat.” Han Xue Tian berucap dengan tenang membuat panasnya situasi menjadi reda. Sosoknya sebagai ksatria tingkat tinggi turut meredakan keributan. Han Xue Tian masuk dalam kerumunan kemudian menghadap Ran Xieya.
Yu anak dari Selir kedua mau tak mau menurunkan pedangnya. Dia pun pergi dengan tatapan yang kesal. "Awas saja kau Xieya," ancamnya pada Ran Xieya.
Ran Xieya tak lagi memperdulikan ancaman Yu. Dia langsung memeluk tubuh berbulu putih Baise dengan erat. “Sie kau tak apa-apa?” tanya Ran Xieya cemas.
Sang rubah hanya mengangguk membalas ucapan tuannya itu. "Tidak, Nona," sahut Baise.
“Syukurlah." Bulir air mata Ran Xieya lolos begitu saja. Betapa dia sangat menyayangi peninggalan sang neneknya itu. Rubah dan tusuk rambut giok ini.
Melihat hal itu Han Xue Tian langsung berdiri didekat Ran Xieya. Dia menyodorkan sapu tangan dari saku jubahnya. Tatapannya bisa saja dingin kemudian wajah Tuan Muda Kedua Han itu datar sehingga membuat rancu sikapnya yang sebenarnya perduli pada Ran Xieya.
Ran Xieya segera meraih sapu tangan itu dengan ragu-ragu. "Terima kasih," ucap Ran Xieya.
“Ini adalah mahluk spiritual yang sudah terikat denganmu dan kau memiliki pedang yang sudah diberkati oleh surga, pedang Sen Ya,” ucap Han Xue Tian kepada Ran Xieya.
“Hiks ... aku tidak tahu ... aku tidak tahu," ucap Ran Xieya disela-sela tangisnya. "Kalian tidak boleh membunuh Sie, hiks, kau juga Xue Tian! tidak boleh! tidak boleh menyakiti Sie!” Ran Xieya memukuli dada Han Xue Tian dengan pelan. Ran Xieya itu hanya sedang kesal karena semua orang hendak menyakiti Rubah kesayangannya jadi ia lampiaskan pada Han Xue Tian yang kebetulan mendekatinya.
Han Suiren Hua menatap Putri Kerajaan Ran yang sedang memukuli adiknya. Pria itu tak marah justru ikut menenangkan situasi. “Tuan Putri ... Tidak ada yang akan melukai rubahmu,” ucap Han Suiren Hua hanya bisa tersenyum saat melihat tingkah lucu Ran Xieya kepada sang adik sedangkan Han Xue Tian sudah kebingungan menatap seorang gadis yang tengah menangis. Han Suiren Hua menikmati pemandangan ini.
Seluruh keributan langsung hening. Kerumunan orang-orang membelah menampaki kharisma sang raja yang datang menghampirinya bersama sang Permaisuri. “Xieya istirahatlah sebentar," perintah Raja.
Ran Xieya menatap waspada ayahnya. Dia takut jika sampai Raja ikut-ikutan memburu Baise. Ran Xieya pun segera menggeleng. Dia kembali menghadang Raja menghadap Rubah putih ini.
“Aku tak akan melukai rubahmu," ucap Raja dengan lembut. "Namun untuk meredakan keributan ini sementara itu rubahmu akan berdiam diri di kuil," ujar Raja.
Han Xue Tian yang ada disamping Ran Xieya langsung memengang pundak Gadis itu. "Xieya, tidak apa," sahut Han Xue Tian.
Raja menatap Ran Xieya yang bermata sembab itu. Tak ia sangka Putrinya menangisi Rubah suci yang kehadiranya misterius. Raja menatap Han Xue Tian. "Xue Tian, tolong antar Xieya ke kamarnya," suruh Raja.
"Baik, yang mulia," sahut Han Xue Tian.
Jika sudah Han Xue Tian. Ran Xieya langsung percaya. Ran Xieya pun mengangguk. "Pokoknya jika sampai ada orang yang menyakiti Baise, akan aku hukum," ancam Ran Xieya dengan bibir manyunnya. Gadis itu beranjak lebih dulu meninggalkan aula istana diikuti oleh Han Xue Tian yang masih sempat memberi hormat pada Raja.
Sepeninggalan Ran Xieya. Raja melirik Pemimpin Klan Han. "Han Suiren Hua, bagaimana menurutmu?" tanya sang Raja.
“Yang Mulia." Han Suiren Hua memberi hormat pada sang Raja. "Selamat, Putri Ran Xieya tampaknya memiliki beberapa syarat untuk jadi terpilih," ucap Han Suiren Hua.
Sang raja hanya mengangguki ucapan Han Suiren Hua. “Aku tak menyangka orang yang terpilih itu adalah puteriku sendiri.” Raja pun berucap sembari beranjak. "Bubar, sudah tidak ada keributan lagi di depan aula istana," perintah Raja.
Di sisi tempat yang berbeda. Ran Xieya berjalan di koridor istana bersama Han Xue Tian yang mengekorinya dari belakang. Beberapa langkah lebih lamban dari Ran Xieya yang masih membungkam. Ran Xieya masih cemas dengan keadaan Baise.
"Xieya," ucap Han Xue Tian.
Ran Xieya menghentikan langkahnya kemudian membalikkan tubuhnya. "Apa? apa kau mau menghakimiku juga?"
"Apa ... apa kau mau menghakimiku juga?" tanya Ran Xieya dengan kedua mata berkaca-kaca. "Aku ... tidak ...," ucap Han Xue Tian tertahan karena menatap Ran Xieya hendak terisak lagi. Lin May baru tiba dengan langkah terbirit-birit. Pelayan itu memberi hormat pada Han Xue Tian. “Sudahlah Tuan Putri setelah para pemimpin clan berdiskusi kita bisa bertemu dengan Sie lagi," ucap Lin May sudah kewalahan menenangkan sang Putri yang terisak dengan tangisannya. Dia tak henti-hentinya mengelus pundak Ran Xieya. "Tuan Muda kedua Han, terima kasih sudah menghantar Putri Xieya kemari," ucap Lin May. "Hm." Han Xue Tian mengangguk. "Kalau begitu, selamat tinggal Xieya." Han Xue Tian berucap sembari meninggalkan Ran Xieya bersama Lin May. Lin May dan Ran Xieya lanjut berjalan memasuki kamarnya. Di sana lagi-lagi Ran Xieya cemas akan keberadaan Rubah putih itu. “Kalau dia disakiti oleh si Yu itu bagaimana?" rengek Ran Xieya. “Tidak akan, Lin May ini pasti yakin Han Suiren Hua dan Han Xue Tian
“Aku senang sekali adikku yang manis ini masih ingat nama gegenya,” kekeh Pemuda itu. Pria muda berambut perak panjang membingkai paras tampannya, kedua iris mata semerah darah dan bibir tipis yang tersungging senyuman dengan tahi lalat dibawahnya, tiga garis seiras Han Xue Tian tumbuh didahinya juga namun hanya berbeda warna, jika Han Xue Tian memiliki tanda berwarna biru cerah maka pemuda ini berwarna hitam pekat serta jubah hitam yang senada membalut tubuh tegapnya. Dibalik paras tampan yang terukir seringai yang tajam. Paras seiras Han Xue Tian yang lain muncul didepannya. Kegelapan amat mencintainya. Aura gelap yang mendominasi membuktikan jati dirinya yang sebenarnya. Teror yang sudah lima tahun lamanya tidak menganggu kedamaian negara aliansi. Sang Putra dari Klan Lian yang dijuluki sebagai Pangeran Iblis. “Aiya senang berjumpa kembali pemimpin clan Han, Han Suiren Hua! Kemarin kau itu hanya seorang murid wah sekarang sudah menjadi pemimpin ya, selamat, selamat." Pemuda itu
Rambut hitam Ran Xieya tergerai bebas dengan panjang. Ran Xieya tak memerdulikan riasan. Dia hanya memakai balutan jubah sederhana berwarna biru muda dengan motif anggrek putih disetiap ujung jubahnya. Ran Xieya sudah duduk berjam-jam didalam perpustakaan Ran. Ran Xieya mempelajari dunia yang dia tinggali saat ini.“Aku bahkan baru tahu nama kalau nama kerajaan ini Shizhu Ran Aiya ... kasihan sekali Ran Xieya harus menanggung malu karena semua kebodohanku jika orang lain sampai tahu.” Ran Xieya berucap sambil meringis kecil. Dia menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Ran Xieya kembali membaca buku itu. Satu tumpukan gunung buku-buku lain yang ada disebelah kanan sudah menunggunya. Ran Xieya masih betah untuk duduk disana. Kini kedua mata magentanya sedang serius menatap satu halaman yang memuat informasi mengenai Kerajaan Shizu Ran. 'Klan Ran satu-satunya klan yang mempelajari ilmu alam dan pengobatan kemudian mempraktekkannya didalam kehidupan sehari-hari.”'Kerajaan Shizhu Ran
“Kau mau bilang jika Sang Kekacauan Malam Tak Berakhir, kembali muncul?” Han Xue Tian mengangguk. "Benar, Yang Mulia." “Kenapa dia tiba lebih cepat dari ramalan Shizhu Ran?” Kini Raja menjadi panik usai mendengar ucapan Han Xue Tian. Disaat hiruk pikuk keriuhan pada saat itu. Han Xue Tian langsung menduduki tubuhnya lagi ditengah-tengah aula utama. Kedua lututnya yang menghantam kerasnya lantai umbin sampai terdengar Bruk dengan keras. Seluruh mata tengah menatap ksatria langit bersalju yang tengah membungkuk menghadap sang kaisar Shizhu Ran. “Xue Tian ... tak perlu membungkuk.” Kaisar berucap sembari menatap heran Han Xue Tian. “Yang Mulia, izinkan aku untuk membawa Ran Xieya ke He Hua Han," ucap Han Xue Tian berlutut pada Kaisar. Sang Kaisar membelalakkan kedua matanya tak percaya dengan ucapan Han Xue Tian. Ran Rinyou juga tak kalah terkejutnya sementara sisanya para petinggi Klan hanya terbatuk kering berbeda dengan Ran Xieya hanya diam dengan raut wajah yang tenang. “Tak
Ran Xieya usai bergulat pendapat dengan para Tetua di Aula Istana kemudian memilih kembali ke perpustakaan. Gadis manis itu sedang menyoret-nyoret sesuatu menggunakan kuasnya. Kedua alisnya mengkerut. Tampaknya Gadis itu tengah menyelami aktivitasnya itu. “Hm, seingatku seperti ini sih,” gumam Ran Xieya seorang diri sembari terkekeh kecil. Tak berapa lama Lin May tiba dengan membawakan nampan berisi seteko teh yang mengepul dan beberapa cemilan kue beras. "Yang Mulia Putri Xieya," ucap Lin May seraya meletakkan kue beras itu. “Ah, Lin May, Kebetulan sekali aku lapar!” Ran Xieya menjerit girang. seraya menyunggingkan senyuman manisnya. Lin May yang saat itu baru meletakkan nampannya diatas meja belajar hanya bisa menggeleng. “Tuan Putri melewatkan makan siang maka dari itu, Permaisuri mencari tuan Putri kemana-mana?” Lin May menuangkan teh hangat pada cangkir keramik. Ia suguhkan untuk Ran Xieya. Tadinya Ran Xieya hendak menyuapi sepotong kue beras kedalam mulutnya. Tiba-tiba saja
“Dia juga melindungi siluman jadi-jadian,” imbuh Yuu tak mau mengalah. Ia tersenyum dengan seringai diwajahnya. "Memelihara siluman seperti teknik ilmu iblis, apakah kau berusaha membelot lagi?" tuduh Yu.“Ayah tidak lupa bukan jika Ran Xieya menolak perjodohannya dengan Han Xue Tian lima tahun yang lalu. Paman Han Changyi sendiri yang akan menjodohkan Han Xue Tian denganku.” Satu lagi tuduhan Alin dengan suara cemprengnya membuat suasana jadi semakin runyam untuk Ran Xieya. Ran Xieya tersenyum canggung sembari menoleh kepada Sang Permaisuri “Ibu ... apakah semua perkataan mereka itu benar?” tanya Ran Xieya yang tak punya ingatan Ran Xieya asli ini.“Xieya jelaskan!” bentak Sang Raja. Aih? apa ... apa yang mau aku jelaskan? ingat saja tidak, batin Ran Xieya. Ran Xieya mendeham sementara ia sudah menatap kesal saudara-saudar tiri dari Selir yang sedang menertawakannya dengan puas. Kedua putra dan kedua putri dari Selir tampak puas dengan kekalahan Ran Xieya ini. “Baiklah," ucap Ran
Di lain tempat. Ran Xieya bersama Han Xue Tian yang tengah bergulat dengan pikiran masing-masing tapi kemudian Ran Xieya angkat bicara. Ia memiliki ide untuk membuatnya berbincang berdua saja dengan Han Xue Tian. “Baise, bisakah kau carikan Lin May untukku, katakan padanya untuk membuatkanku teh hangat lagi," suruh Ran Xieya. Pemuda manis itu segera mengangguki ucapan Ran Xieya. "Baik, Yang Mulia." Disinilah mereka sekarang. Ran Xieya duduk diseberangan Han Xue Tian yang duduk bersila dengan tegap. Tampan dan berwibawa, itulah sosok ksatria langit bersalju yang selalu memasang raut wajah datarnya. “Aku sengaja menyuruh Baise pergi agar kita bisa berbincang berdua. Sejujurnya ada hal yang ingin kutanyakan padamu.” Ran Xieya memainkan ujung tusuk rambut gioknya. Dia sendiri sedikit malu untuk menatap paras tampan Han Xue Tian yang menatapnya. “Katakan," perintah Han Xue Tian. Ran Xieya langsung bertanya. “Apa yang dikatakan Alin itu benar?” “Hn.” Terdengar Han Xue Tian yang ber
“Lin May jika Ayah dan ibuku atau kakaku yang cerewet mencariku bilang saja aku sedang membujuk Han Xue Tian," ucap Ran Xieya yang sudah menunggangi rubahnya. Kini Ran Xieya tengah termenung sendiri sembari memengangi punggung berbulu Baise. Gadis itu hanya diam dengan pikirannya sendiri. Ran Xieya hanya diam diatas punggung Rubah itu yang melayang dengan mudah diangkasa, sebentar lagi akan mencitrus dengan terang. Tanda senja akan tiba. Kedua mata magenta Ran Xieya menangkap sosok yang dicarinya. Ran Xieya menatap Han Xue Tian yang berada di hutan tepat di depan Istana Ran. “Itu Han Xue Tian, ayo kita hampiri," perintah Ran Xieya. "Baik Yang Mulia." Angguk Rubah raksasa itu. Angin yang berhembus kencang mengganggu rambut hitamnya yang lurus. Semula dia berjalan dengan tegap sembari memengangi pedangnya. Kemudian angin kalut berhembus kencang namun Han Xue Tian meredamnya dengan raut yang datar. Kedua mata biru Han Xue Tian menatap seorang gadis yang baru turun dengan lompatan yan