Share

Episode 9

"Apa ... apa kau mau menghakimiku juga?" tanya Ran Xieya dengan kedua mata berkaca-kaca.

"Aku ... tidak ...," ucap Han Xue Tian tertahan karena menatap Ran Xieya hendak terisak lagi. 

Lin May baru tiba dengan langkah terbirit-birit. Pelayan itu memberi hormat pada Han Xue Tian. “Sudahlah Tuan Putri setelah para pemimpin clan berdiskusi kita bisa bertemu dengan Sie lagi," ucap Lin May sudah kewalahan menenangkan sang Putri yang terisak dengan tangisannya. Dia tak henti-hentinya mengelus pundak Ran Xieya. "Tuan Muda kedua Han, terima kasih sudah menghantar Putri Xieya kemari," ucap Lin May.

"Hm." Han Xue Tian mengangguk. "Kalau begitu, selamat tinggal Xieya." Han Xue Tian berucap sembari meninggalkan Ran Xieya bersama Lin May. 

Lin May dan Ran Xieya lanjut berjalan memasuki kamarnya. Di sana lagi-lagi Ran Xieya cemas akan keberadaan Rubah putih itu. “Kalau dia disakiti oleh si Yu itu bagaimana?" rengek Ran Xieya.

“Tidak akan, Lin May ini pasti yakin Han Suiren Hua dan Han Xue Tian bisa membantu menyakinkan Yang Mulia. Lihat mereka sangat berempati denganmu Tuan Putri.”

“Benarkah?” Ran Xieya bertanya mirip anak kecil yang sedang kehilangan mainan berharganya. Hidungnya memerah, kedua pipi gempalnya bersemu serta kedua matanya sudah sembab oleh air mata.

Lin May segera menjawab. "Benar Tuan Putri." 

“Jadi kau melupakan kakakmu?" sahut Ran Rinyou yang baru tiba menghampiri kamar Ran Xieya bersama Permaisuri. 

Ran Xieya mendongkak menatap Ran Rinyou yang baru tiba bersama sang Permaisuri. "Ibu," gumam Ran Xieya.

“Aiya ... Anak ibu jelek jika menangis seperti ini?” Sang permaisuri meraih sapu tangan yang digenggam oleh Ran Xieya serta mulai mengelap air mata dan cairan bening yang keluar dari hidungnya.

“Ayah tidak akan melukai peliharaanmu itu Xieya kata Ayah, kau bisa memeliharanya.” Ran Rinyou menyahut. 

“Benarkah!” jerit Ran Xieya. Wajah Ran Xieya berbinar dengan cerah. 

Baru saja keluarga ini bercengkerama. Suara ketukan pintu yang terdengar dengan pelan dari luar. Ran Xieya membukakan pintu yang terbuat dari kayu itu. Kedua mata magenta Ran Xieya menatap kehadiran Han Xue Tian bersama kakaknya.

“Salam Yang Mulia." Suara itu berasal dari Han Suiren Hua.

Ran Xieya mengangguk. “Pemimpin Han Suiren Hua! Xue Tian, kenapa kalian kemari?” tanya Ran Xieya.

“Benar ... kami hendak berpamitan pulang kembali ke kediaman utama Ran, He hua.” Han Suiren Hua berucap pada Ran Xieya.  Pria itu juga melirik keberadaan Permaisuir dan Putra mahkota, Ran Rinyou yang ada di dalam kamar Ran Xieya. 

Ran Xieya jadi kesal. “Kenapa kalian cepat sekali pulang?” tanya Ran Xieya padahal masih ingin bertemu dan menjahili Han Xue Tian.

"Kami masih memiliki misi Yang Mulia namun kabar baiknya Anda bisa memelihara Rubah itu," ucap Han Suiren Hua melirik sang adik yang terus menatap sang Putri dalam diamnya. Dia pun langsung tersenyum penuh arti.

Ran Xieya mengangguk paham. "Ah iya Xue Tian ini sapu tanganmu tapi hehe ... sudah kotor oleh ingus dan air mataku.” Ran Xieya hendak mengembalikan sapu tangan pemberian Han Xue Tian. 

Han Xue Tian hanya diam dia tak menanggapi perkataan konyol dari Ran Xieya. "Tidak mengapa," sahut Han Xue Tian singkat.

Ran Rinyou lyang menepuk dahinya sendiri mendengar perkataan polos adiknya itu.  Pria itu pun menghampiri Ran Xieya. “Kakak Suiren Hua dan adik Xue Tian maafkan sikap bodoh Xieya, dia memang berbicara sesukanya," ucap Ran Rinyou dengan senyum canggung.

“Tidak masalah Rinyou, Xue Tian juga pasti tidak keberatan untuk memberikan saputangannya.” Han Suiren Hua menahan tawa karena kedua telinga Han Xue Tian memerah. 

“Hn. Tidak keberatan, ambil saja untukmu Xieya," ucap Han Xue Tian dengan pelan.

Ran Xieya melihat ke seluruh ruangannya seolah mencari-cari sesuatu. “Aha aku tahu!” Dia pun keluar dari kamarnya dan memetik setangkai anggrek putih kemudian memberikannya pada Han Xue Tian. “Ini ambil, aku berikan ini sebagai pengganti saputanganmu tapi lain kali jika kita bertemu aku akan membelikan sapu tangan yang baru untukmu Xue Tian,"ucap Ran Xieya. Betapa polosnya Ran Xieya menyodorkan setangkai anggrek itu untuk pemuda sedingin Han Xue Tian.

Han Xue Tian yang kaku tak disangka justru meraih setangkai anggrek itu dari Ran Xieya. “Baiklah," ujarnya dengan singkat.

“Baiklah kami permisi Yang Mulia Ran Lan Hua, Rinyou, Xieya," ucap Han Suiren Hua sembari beranjak bersama adiknya itu.

Wajah Ran Rinyou sudah merah padam akibat menahan tawa sedari tadi. Sang Permaisuri pun hanya bisa tersenyum menanggapi Ran Xieya sementara Lin May sampai bergetar menuangkan teko teh ke dalam cangkir yang akan ia suguhkan pada Permaisuri karena menahan tawanya.

“Kalian kenapa?” tanya Ran Xieya heran.

“Kau ini bodoh atau polos?” celetuk Ran Rinyou.

“Ha?” Kedua alis Ran Xieya bertemu, sangking kebingungannya dia memiringkan sedikit kepalanya. "Aku kenapa?" tanya Ran Xieya.

“Tuan Putri itu artinya Tuan Putri sudah mengatakan perasaan ketulusan kasih sayang kepada Tuan Muda Han Xue Tian," ucap Lin May sembari tersipu malu.

“Apa itu benar?” Ran Xieya masih bertanya dengan heran.

Sang permaisuri mengangguk. “Tradisi keluarga Ran memang seperti itu jika sepasang kekasih bersungguh-sungguh dengan perasaannya.”

“Bukankah biasanya seorang pria yang memberikan anggreknya? Hahaha ... Xieya dengan santainya memberikan anggrek itu pada Han Xue Tian," ledek Ran Rinyou.

Seluruh paras Ran Xieya sudah merah padam. Dia menghentakkan sebelah kakinya sembari melipatkan kedua tangannya. Wajah merah Ran Xieya dipalingkan dengan cepat. “Kalau itu aku tidak tahu," elaknya mencari pembenaran.

Sementara itu Han Xue Tian disisi lain hanya bisa menatapi setangkai anggrek putih itu. Paras tampannya yang dibingkai oleh raut yang datar. Pria muda itu merasakan. degupan jantungnya terpacu dengan kuat.

“Aku tak menyangka jika dilangkahi adikku sendiri dengan cepat," goda Han Suiren Hua yang berdiri di dekat sang adik yang ketika saat itu memandangi anggrek ditangannya. Pria itu memberi senyuman yang terpatri begitu saja.

“Xieya tak mungkin begitu," sahut Han Xue Tian dengan singkat.

Han Suiren Hua yang mendengarnya mengangguk setuju. “Benar, walaupun Putri Ran Xieya yang kita temui lima tahun yang lalu begitu pemalu bahkan dia tak sanggup berhadapan dengan orang dari luar istana.”

Keduanya kembali memandangi kota utama Ran menggunakan perahu yang sudah mereka sewa hingga tiba di muara perbatasan Ran dan Han yang cukup jauh. Beruntung sungai panjang Ran yang ditumbuhi wisteria disekitarnya membuat hari menjadi teduh. 

“Bagaimana menurutmu tentang rubah dan Sen Ya yang dimiliki tuan Putri, Xue Tian?” tanya Ran Suiren Hua. Ada helaan nafas diujung ucapan Han Suiren Hua.

“Dia sudah ditakdirkan," jawab singkat Han Xue Tian.

Lagi-lagi Han Suiren Hua hanya bisa memandangi sang Adik. “Apa kau tidak cemas, Xue tian?” tanya Han Suiren Hua. Dia bisa menilai raut wajah sang Adik meski hanya menatap datar. 

Bibir tipis Han Xue Tian ingin berucap namun dia mengurungkan niatannya. Pria muda itu diam sembari menatap air yang tenang melalui kedua mata birunya. Pikirannya berkecamuk dibalik wajah tenang yang ia miliki ini.

Han Suiren Hua menghela napas. “Jika yang ditakdirkan Sen Ya sudah tampak maka dia juga seharusnya sudah menampaki dirinya.” 

“Aku tahu.” Han Xue Tian berucap sembari menggengam erat ujung gagang pedangnya yang memang terselip dipinggangnya itu.

Han Suiren Hua tersenyum kembali, dia paham reaksi sang adik jika itu menyangkut Ran Xieya. “Jika adik Fang Yin tahu, dia pasti cemburu pada tuan Putri Ran Xieya," ucap Han Suiren Hua tengah membicarakan adik bungsu mereka. Han Fang Yin memang menempel pada Han Xue Tian sedari kecil. 

Pria tua yang semula mendayung perahu yang mereka naiki tiba-tiba saja mematung. “Tuan Muda saya rasa tak bisa mengantarkan anda lebih jauh," ucap Pria tua itu.

Han Suiren Hua mengeryitkan dahinya heran. “Kenapa Tuan? kami masih harus tiba diujung sungai ini,” ucap Han Suiren Hua. Pria bermata obisidian itu mulai heran menatap air sungai yang awalnya tenang menjadi riak yang riuh.

Han Xue Tian langsung mengeluarkan pedang dari dalam sarungnya, tanpa berkata-kata. Dia dengan tenangnya menebas lagi benang tak kasat mata yang ada pada pria tua itu. Han Xue Tian memiliki pengamatan mata dan tindakan yang tepat.

“Xue Tian!” teriak Han Suiren Hua dengan sedikit terlonjak kaget.

Pria tua langsung berubah menjadi kaku. Kedua matanya menatap tak simetris. Kulitnya jadi mengeras kemudian alat pergerakan tangan dan kaki bergerak lagi dengan kaku mirip seperti boneka kayu. 

“Boneka yang bagus," ucap Han Xue Tian sembari menebasnya dengan pedangnya.

Tubuh Pria tua itu terkulai layaknya marionette yang terputus talinya. Pria itu sudah dikendalikan oleh seseorang yang memiliki keahlian memanipulasi manusia dengan benang. Ilmu manipulasi seperti ini hanya dimiliki oleh para iblis yang berbahaya.

"Lian Xia Tian," ucap Han Xue Tian. Rahang tegasnya mengeras serta kilatan dari kedua matanya tak mampu ditipu. Han Xue Tian sudah tahu teknik penipu seperti ini milik seseorang yang berbahaya. 

Seluruh ketenangan sungai Ran hilang. Langit bergemuruh ribut kemudian gelombang sungai meraung dari dalam sementara aura hitam pekat tiba didepannya. Suara kekehan seorang pria terdengar dengan jelas, melalui kabut hitam yang perlahan-lahan menampakkan sosok seorang pria muda yang berdiri didepan mereka berdua, membuat kedua saudara Han diam tak bergeming.

“Aku senang sekali adikku yang manis ini masih ingat nama gegenya,”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status