Sang dokter menghela napas panjang. "Kami sudah semaksimal mungkin. Namun, mohon maaf, kami tidak bisa menyelamatkan calon cucu kalian," ucapnya sedih.
"Ohhh ... tidak!" Mama Dela berseru sedih. "Cucuku ... kenapa semalang itu? Dia bahkan belum melihat indahnya dunia. Kenapa sudah diambil duluan?" ratap Mama Dela tersedu-sedu. Air matanya berlinang tanpa bisa dicegah.
"Tabahkan hatimu, Ma." Samg suami merangkul lembut. Lelaki itu mengelus pelan bahu istrinya.
"Tapi itu calon pewaris kerajaan bisnis kita, Pa," tukas Mama Dela masih tidak terima, "karena tidak mungkin Dela yang akan meneruskan usaha kita. Tidak mungkin Saga juga," tuturnya dengan sesenggukan.
"Kalo sudah takdir kita bisa apa, Ma?" Sang suami tampak berusaha bijak. "Yang penting Dela selamat, dia bisa kapan saja kasih cucu buat kita," lanjutnya menenangkan.
"Dokterrr!" Seorang perawat keluar dari ruangan dengan
"Nay, kamu masih di situ?" Dela menegur ketika mendapati Nayra terbengong tanpa mau menjawab permintaannya."Eum ... iya, Mbak.""Mau, ya, dateng ke sini? Kasihan Saga dari pagi perutnya belum keisi apa-apa," bujuk Dela serius."Aku izin dulu sama suami ya, Mbak," sahut Nayra sembari melirik ke arah Azriel. Sang suami sendiri mengangkat alis dengan maksud ada apa?"Tapi serius datang lho," ujar Dela setengah memaksa."Insya Allah," balas Nayra kalem, "udah dulu ya, Mbak, aku nerusin makan dulu. Assalamualaikum."Nayra mematikan sambungan telepon begitu Dela menjawab salamnya."Kenapa sih?" Azriel yang penasaran langsung melontarkan pertanyaan."Mas Saga katanya tadi siang pingsan saat presentasi.""Terus?""Mbak Dela bilang dia pengen banget makan bubur ayam buatan aku."
Nayra tengah berkutat dengan wajan dan kompor. Dua jam yang lalu Azriel mengirimkan pesan. Lelaki yang sudah menemani hidupnya selama beberapa bulan ini memintanya untuk membuat spaghetti.Sementara setengah jam yang lalu, Davi sang adik meminta Nayra untuk membuat banyak makanan. Pemuda itu ingin mengenalkan seorang gadis pada kakaknya. Nayra yang antusias tentu sangat senang mendengarnya.Itu berarti Davi sudah bisa move on dari Bela. Dan Bela cukup merasa senang. Karena menurutnya, Bela membawa pengaruh buruk untuk Davi.Nayra ingat sekali, Davi sering meminta uang dalam jumlah yang banyak demi bisa berkencan dengan Bela. Gadis yang katanya paling cantik di kampusnya Davi. Tidak segan-segan Davi menggelapkan uang kuliahnya untuk membelikan Bela sebuah ponsel di hari ulang tahunnya.Puncaknya adalah saat Davi meminjam mobil Ryan saat dating dengan Bela. Davi yang belum mahir berkendara harus menabr
Dela menghembus napas mendengar permintaan Saga. Baginya ini terlalu melunjak. Andai sang suami sedang dalam keadaan tidak lemah, dia ingin membentak pria itu keras-keras."Del, aku butuh air teh hangat," pinta Saga kembali mengulang."Harus teh hangat buatan Nayra?" cibir Dela gemas. Dia masih menahan rasa gondoknya."Iya, Del, teh hangat buatan Nayra emang yang paling cocok buat perut aku.""Tapi ini masih pagi banget, Ga," tukas Dela kian keki, "gak ada adab banget kalo tiba-tiba aku suruh Nayra buatin teh untuk kamu. Ingat juga, dia itu istri orang sekarang. Istrinya Azriel. Pemuda yang udah kamu pilih untuk mendampingi hidupnya Nayra." Dela bercerocos panjang saking gemasnya.Saga terdiam mendengar omelan istrinya. "Oke, jika itu memberatkan kalian semua ya sudah ... gak usah saja," putusnya legowo."Ya iyalah kamu harus sadar diri," sela Dela masih senewen, "kalo kam
"Papa!"Suara cempreng itu terdengar berseru di pintu. Seketika Saga, Adela, dan Nayra menoleh. Tampak berlari si cantik Abrina. Bocah itu menangkap paha Saga. Di belakang sang pengasuh ikut menyusul."Papa," sapa Abrina terlihat semringah.Saga sendiri tidak kalah bahagia. Pria itu gegas membopong Abrina. Dirinya menciumi pipi sang putri dengan gemas. Maklum sudah lebih dari dua minggu keduanya tidak saling bertemu."Bina habis dari mana, Sayang?" tanya Saga lembut. Di sampingnya, Dela ikut mencubit pipi Abrina dengan gemas."Mbak," sahut Abrina seraya menunjuk suster pengasuhnya."Habis dari mini market, Pak. Buat beli susu." Gadis pengasuh itu memberi tahu.Ketika Saga akan berbicara lagi, tiba-tiba perutnya mengeluarkan bunyi. Sepertinya cacing-cacing di dalam sana sedang protes minta jatah makan mereka."Kayaknya Papanya Abrina kelaparan ini," ledek Nayra sedikit menipiskan bibir."Banget, Nay," balas Saga sejujurny
"Pak Saga, nasi gorengnya sudah siap ini," ujar Bik Yati tergopoh-gopoh menghampiri pasangan suami istri itu."Gak, makasih, Bik," tolak Saga pelan.Pria itu bangkit dari duduknya. Ketika Saga hendak mengecup kening Adela, sang istri menahan dadanya."Yakin gak sarapan di rumah?" tanya Adela berusaha membujuk suaminya."Gak, Del, nyium aromanya saja tadi aku udah enek," balas Saga seraya menarik pinggang langsing Dela."Tapi kan Bik Yati sudah selesai masaknya. Udah gak kecium itu bumbu tumisya, Ga," bujuk Adela tidak patah semangat."Tetap saja aroma bumbunya nusuk hidung aku, Del."Adela menghempas napas dengan berat. Dirinya mendepak pelan tubuh sang suami yang sudah menempel padanya."Ya udah, Bik, kamu saja yang temani aku makan pagi," ajak Dela merajuk.Wanita tinggi semampai itu menarik lengan sang asisten rumah tangganya meninggalkan ruang tengah."Del!"Adela tidak menggubris pang
Pukul lima pagi, Adela dan Saga baru saja selesai shalat subuh berjamaah. Wanita itu sudah mulai menjalankan perintah Allah. Walau pun masih sering bolong-bolong, setidaknya Dela sudah bersedia menjalankan kewajiban tersebut.Usai sholat berjamaah, Adela membuka lemari. Perempuan itu mengambil kaos serta celana training. Dia ingin jalan santai mengitari kompleks.Sebenarnya Adela sangat menyukai olahraga joging. Namun, entah kenapa akhir-akhir ini dirinya mudah lelah. Baru beberapa meter berlari napas Dela sudah terengah-engah.Usai memakai sneaker, Dela keluar kamar. Sebelum menutup pintu, dia menengok sang suami. Saga tengah tengkurap sembari memeluk guling.Dela mengulum senyum melihat gaya tidur sang suami. Saga sering kali menasihatinya agar jarang tertidur setelah subuh. Selain menghambat rezeki juga bisa menganggu penampilan.Namun, nasihat tinggal nasihat. Saga melupakan semua petu