Dua hari yang lalu …
“Lusa kita mau ke Jogja buat ninjau lokasi. Lo bisa nggak, Je?” tanya Hendrian yang jadi ketua proyek kali ini.
“Bisa-bisa aja.” Jehan mengangguk setuju meskipun matanya masih terfokus pada akun I*******m wanita yang kemarin dia ajak untuk menikah. Entah setan mana yang menggerogoti dirinya sehingga dia bisa mengatakan itu pada wanita yang sudah lama tidak dia temui.
Sejak pertemuan mereka kembali dan tuntutan pernikahan yang tidak ada habisnya, Jehan akhirnya memilih Kalila. Yang terlintas dipikirannya hanya wanita itu. Dia pun awalnya iseng mengajaknya, tidak tahunya Kalila benar-benar menyetujuinya. Jika memang tidak ada wanita lain, dia pikir Kalila cukup baik untuk diajak kerja sama. Toh wanita itu juga tidak menginginkan sebuah pernikahan.
“Gue lihat-lihat lo nggak fokus buat ngurusin proyek ini. Lo lagi jatuh cinta?” Rakoma mendekat dan melihat foto-foto Kalila yang terpampang di sana. Pria itu tersenyum jenaka. “Beneran ternyata. Kali-kali bisa kenalin sama gue lah.” Rakoma berusaha menggoda sahabatnya itu.
“Apaan sih lo. Privasinya tolong.” Jehan menoyor kepala Rakoma untuk menjauh dari tempatnya. Kakinya bahkan menendang kursi itu dan berhasil membuat si empunya tertabrak ke kursi yang kosong di sebelahnya.
Rapat itu telah berakhir setelah keputusan jadwal keberangkatan ditentukan, tiga hari dari sekarang. Jehan sudah tersenyum dan menemukan kesempatan yang bagus untuk bertemu dengan Kalila. Setelah sekian lama dia bisa menemui wanita itu. Sepertinya tidak banyak berubah. Yang berubah hanya keterampilan wanita itu untuk mengata-ngatai orang.
***
Dua hari kemudian …
Setelah meninjau lokasi di daerah Sleman bawah, mereka bertiga memutuskan tempat yang harus dicoba di kota pelajar tersebut. Jehan hanya diam mendengarkan kedua orang itu berdiskusi. Yang satunya ingin mencoba makanan sunda yang muncul di fyp TikTok-nya. Sedangkan satunya lagi ingin memakan indomie sambil melihat gunung merapi. Jelas sekali perbedaan keduanya.
“Lo mau ke mana habis ini, Je?” Akhirnya perdebatan panas itu berakhir ketika mereka menyadari bahwa Jehan tidak ikut arah pembicaraan mereka.
“Nge-date bagusnya di mana?” tanya Jehan dengan gamblang.
Hendra dan Rakoma membuka mulut dengan terkejut. Masalahnya sahabat mereka itu tidak terlihat sedang dekat dengan seorang wanita. Bahkan di kantor pun tidak pernah mereka melihatnya, kecuali hari kemarin.
“Hati-hati kemasukan lalat dah tu mulut.”
“Gile, lo ketemu LC mana sore-sore gini?” Hendra meletakkan tangannya di bahu Jehan dan mengedipkan matanya. Pria itu dengan jelas terlihat mupeng.
“LC mata lo.” Jehan bergidik dengan ngeri. Sahabat-sahabatnya memang tidak ada yang waras. Otaknya hanya sebatas selangkangan dan minuman keras.
“Ya lo kalau nggak sama LC sama siapa lagi coba?” Rakoma menaikkan alisnya. Dia bahkan mengajak Hendra untuk bersekongkol. Kedua otak pria itu memang sudah tidak bisa diselamatkan.
“Dia anak baik-baik,” ucap Jehan dengan jujur.
“Whatt?? Tunggu.” Rakoma berusaha mengingat sesuatu. Otaknya memutar kembali foto di akun I*******m seseorang. “Jangan bilang tebakan gue bener. Lo mau nikah sama dia?”
Rakoma terkejut dan langsung berteriak begitu otaknya tersambung. Prinsip di lingkaran mereka itu hanya bermain dengan pelacur, untuk serius tentu mencari yang baik-baik. Jadi, ketika mendengar Jehan mengatakan hal tersebut, sontak mereka memikirkan hal yang sama.
Jehan hanya terdiam di tempatnya. Dia sedang menimbang apakah seharusnya dia berkata jujur saat ini. Jika dia jujur apakah memang benar nantinya dia akan menikah? Lagipula Kalila memiliki tipe yang sangat jauh dari dirinya. Iya kalau dia memang akan benar-benar menikah, jika Kalila berubah pikiran bagaimana? Bagaimana dia harus menaruh wajah malunya di hadapan kedua sahabat laknatnya itu.
“Udah. Lo berdua diem aja kalau gitu. Gue cari tempat sendiri.” Jehan meninggalkan kedua sahabatnya. Dia lalu membawa mobil yang mereka sewa itu sendiri.
“Kayaknya ada yang nggak beres.” Hendrian menatap mobil yang mereka sewa menjauh dari lokasi mereka survei.
Rakoma langsung memukul bahu Hendrian. Pria itu terkadang memang lemot. Meskipun dua-duanya sama saja. “Heh, itu mobil kita cuma satu, Yan.”
“Alah emang si Jehan. Kurang ajar.” Hendrian langsung menyumpah serapahi Jehan begitu sadar akan ketidakberesan situasi saat ini.
Sebelum Jehan memutuskan untuk ke Tempo Gelato, dia sudah mencari tahu selama perjalanan tadi. Sayangnya dia masih bingung sehingga ingin bertanya kepada dua cecurut yang dia tinggal. Hanya saja kedua orang itu tidak bisa dipercaya. Bukannya memberikan jawaban yang bisa dia terima, tetapi dia justru mendapati pertanyaan yang bahkan Jehan sendiri belum tahu jawaban pastinya.
Suasana Tempo Gelato itu benar-benar ramai dengan banyaknya muda-mudi yang menikmati gelato. Mereka bahkan banyak yang bercengkrama di sana. Jehan lalu membeli dua cup gelato berisi tiga rasa. Pertama dia membeli rasa matcha tea, vanilla choco, dan cheese. Kedua, dia membeli untuk dirinya sendiri dengan rasa chocomint, nutela, dan coffe.
“Ada tambahan lagi, Kak?”
“Tidak ada. Emm di lantai atas atas interiornya ekstetik nggak, Kak?” Jehan ingin memastikan tempat yang bagus untuk Kalila.
“Untuk pacarnya ya? Tempat kami juga terkenal dengan interiornya yang bagus kok, Kak. Sangat anak muda.” Jehan tersenyum malu mendengar perkataan pelayan itu. Kemudian dia bergegas menaiki tangga dan cukup takjub dengan interiornya. Sesuai dengan promosi di media sosial.
Dia menunggu kedatangan Kalila dengan gusar. Ini pertama kalinya dia bertemu dengan wanita itu setelah sekian lama. Dia juga sudah berusaha menyiapkan berbagai topik yang harus dia bahas. Dia ingin mencairkan suasana agar percakapan kali ini berjalan dengan lancar. Jika biasanya dia tidak ingin memulai percakapan, kali ini dia sangat ingin membangun image yang baik di hadapan Kalila. Maklum, dia harus membuat Kalila benar-benar yakin untuk menikah.
Jehan mengamati satu-persatu manusia yang muncul di lantai dua. Begitu wanita yang memakai hoodie dengan celana bahan dan sepatu kets itu muncul, jantung Jehan serasa berhenti berdetak. Dia tidak salah melihat. Itu adalah wanita yang berkali-kali muncul dalam ingatannya. Kalila yang cantik tanpa perlu harus menggunakan make up tebal. Bahkan Jehan yakin seratus persen bahwa wanita itu tidak mau repot-repot berdandan untuk dirinya. Tapi Jehan akui, tidak memakai riasan pun Kalila sudah lebih dari cantik.
“Jehan, kan?” tanya wanita itu dengan basa-basi. Jehan lalu mengangguk dan menyerahkan gelato berisi matcha, vanilla choco, dan cheese kepada Kalila. Wanita itu terlihat terkejut di tempatnya. Jehan pikir dia sudah mengingat kesukaan Kalila dengan benar. Entah benar atau tidak yang jelas dia hanya mengikuti instingnya.
Jehan hanya bisa tersenyum tipis ketika Kalila menyukai pilihan gelatonya. Dia tidak bisa mengondisikan jantungnya yang ingin lompat saat ini juga.
“Apa kabar?” tanya Jehan dengan tenang meskipun dia menahan rasa gugup.
“Baik kok.” Kalila lalu menyuapkan rasa matcha tea ke mulutnya. Gelato ini terasa lumer begitu menyentuh lidahnya. Sensasi dinginnya cukup menenangkan panas dari luar tadi. “Ngapain lo tiba-tiba muncul di sini? I mean like … nggak ada hujan, nggak ada angin, tiba-tiba sampai ke Jogja.” Kalila bertanya dengan santai.
“Kebetulan ada kerjaan di sini. Kenapa nggak ketemu sekalian. Calon kan?” Jehan menaikkan alisnya dengan percaya diri. Dia membenarkan jasnya.
Mulut Kalila langsung bergumam tidak jelas setelah mendengar kalimat itu. Dia lalu berdehem sebentar sebelum menjawab. “Kenapa lo tiba-tiba ngajakin gue nikah? Kepikiran kalimatnya Wening? Wening lo dengerin.” Kalila memasukkan gelato ke dalam mulutnya dengan gugup. Tangannya sebenarnya terasa bergetar jika dia tidak berusaha menahannya.
“Nggak juga sih. Tapi kenapa lo juga setuju?”
Kalila menatap lantai sebentar sebelum menjawab. Dia lalu melihat wajah pria di depannya. “Gue cuma gabut aja. Siapa tahu ada kerjaan pas nikah.”
Jehan menaikkan alisnya. Kalila yang melihat respons itu langsung meletakkan tangannya di udara untuk menutupi mata Jehan. “M-maksud gue … bukan pekerjaan rumah.”
Kalila semakin mengutuk mulutnya yang membuat jawaban ambigu. Jehan lalu menyentuh tangan Kalila dan menurunkannya agar dia bisa melihat wajah memerah wanita itu. “Jadi … apa?” Jehan bertanya sambil tersenyum dengan misterius. Jelas Kalila tidak menyukai senyum itu.
“Berhenti berpikir kotor, Je. Bukan itu maksud gue.” Jehan tiba-tiba terkikik geli mendengar jawaban Kalila. Jelas-jelas wanita itu yang membawa percakapan ini lebih dari bayangannya.
“Lalu?” tanya Jehan dengan air muka yang lebih rileks daripada sebelumnya.
“Intinya gue mau nikah sama lo. Tapi sebelum itu lo sama gue harus ngurus prenup dulu. Gimana? Gue juga nggak mau rugi. Terus juga harus tes kesehatan dulu. Gue kan nggak tahu ya lo itu habis ngapain aja di luar sana. Apalagi … hidup lo itu kan … gitu.”
Kalila menyisir fisik Jehan dari atas sampai bawah. Dia pernah mendengar rumor yang beredar bahwa pria itu sudah jauh berbeda dari masa sekolah menengah atas dulu. Kehidupan Jehan sekarang lebih liar. Kalila lalu menambahkan satu hal yang penting. “Selain itu ikut kelas pranikah. Gimana?”
Jehan berdiri dengan tegak dan membenarkan jasnya. Dia menatap mata Kalila dengan penuh keseriusan. “Apa pun, Kal. Gue bakal ikutin semua persyaratan lo.”
Jehan tersenyum mendengar betapa seriusnya wanita itu untuk menjadi pengantin wanitanya. Meskipun dahulu dia membenci wanita cerewet itu, tapi sekarang dia sangat ingin mendengar suara itu berkali-kali lagi. Entah apa yang membuat wanita itu untuk menyetujui pernikahan yang Jehan tawarkan. Yang jelas untuk tujuan apa pun dia tidak masalah selama Kalila yang menjadi pasangannya.
Sebenarnya sejak menginjakkan kakinya di tanah Jogja Kalila sangat ingin ke Pantai Indrayanti, hanya saja tempatnya jauh dari tengah kota sehingga dia belum sempat untuk ke sana. Melihat pantai itu sangat indah dari foto membuatnya benar-benar ingin memastikan keadaan alamnya. Ternyata setelah melihatnya langsung, Kalila menyukainya. Pantai dengan pasir putih dan air laut berwarna biru sesuai dengan apa yang ada di imajinasinya.Pantatnya yang kebas terbayarkan dengan pemandangan indah di depannya. Dia hanya bisa melongo melihat pasir putih dan ombak berwarna biru bergulung-gulung di depannya. Tanpa sadar kepalanya sudah dihiasi topi pantai dan matanya diberi kacamata hitam. Dia menoleh melihat pria di sampingnya. Pria itu memakai topi yang sama seperti dirinya dengan kacamata hitam yang telah terpasang di hidungnya.“Lo ngapain beli yang punya cewek?” tanya Kalila heran sekaligus ingin tertawa melihat kelakuan aneh pria itu. Seingatnya pertemuan mereka ketika pernikahan Wening pria i
Mungkin bagi sebagian orang, menikah itu adalah tanda penyatuan kedua orang yang saling jatuh cinta. Tapi sayangnya tidak bagi, Kalila. Dia tidak tahu Jehan memiliki tujuan apa untuk mengajaknya melakukan sebuah hal gila itu. Apalagi selama ini dia berpikiran bahwa Jehan tidak pernah menyukainya, jadi pernikahan ini benar-benar tidak diketahui sebab dan tujuannya. Kalila tidak ingin mengambil risiko. Dia juga memiliki niat tersembunyi untuk menyetujuinya.Kalila mengetikkan beberapa kalimat yang akan menjadi perjanjian mereka. Kalila kemudian membacanya berulang kali hingga menemukan perjanjian yang pas. Dia tidak mau dirinya dirugikan oleh Jehan, begitu juga dengan Kalila. Dia tidak ingin mereka saling merugikan diri sendiri. Entah berapa lama kesepakatan ini akan terjadi yang jelas Kalila pada akhirnya memberikan sebuah kalimat akhir yang dapat memuaskan semua pihak. Setelah perjanjian itu selesai, Kalila lalu mencetaknya. Menjadi anak magister berhasil membuat dirinya harus membeli
Dua hari yang lalu …“Lusa kita mau ke Jogja buat ninjau lokasi. Lo bisa nggak, Je?” tanya Hendrian yang jadi ketua proyek kali ini.“Bisa-bisa aja.” Jehan mengangguk setuju meskipun matanya masih terfokus pada akun Instagram wanita yang kemarin dia ajak untuk menikah. Entah setan mana yang menggerogoti dirinya sehingga dia bisa mengatakan itu pada wanita yang sudah lama tidak dia temui.Sejak pertemuan mereka kembali dan tuntutan pernikahan yang tidak ada habisnya, Jehan akhirnya memilih Kalila. Yang terlintas dipikirannya hanya wanita itu. Dia pun awalnya iseng mengajaknya, tidak tahunya Kalila benar-benar menyetujuinya. Jika memang tidak ada wanita lain, dia pikir Kalila cukup baik untuk diajak kerja sama. Toh wanita itu juga tidak menginginkan sebuah pernikahan.“Gue lihat-lihat lo nggak fokus buat ngurusin proyek ini. Lo lagi jatuh cinta?” Rakoma mendekat dan melihat foto-foto Kalila yang terpampang di sana. Pria itu tersenyum jenaka. “Beneran ternyata. Kali-kali bisa kenalin sam
Angin berembus menyapu kulit putih bersih itu di tengah balutan ceremonial sakral. Mata-mata memandang takjub dan penuh haru. Setitik air mata bergiliran jatuh ke bumi, menandakan betapa banyaknya manusia yang ikut bersuka cita. Bunga-bunga bertaburan dari langit menambah kesan bahagia di antara mereka. Senyuman saling bersambut antara satu dan yang lainnya. Tidak hanya para pengantin yang lega melihat akad berjalan dengan lancar, tetapi juga para tamu undangan. Terutama para orang tua.Hanya saja Kalila menatap mertuanya dengan gugup, berubah tajam, dan kemudian senyumnya pudar. Mertuanya tidak menyukainya. Dari awal memang tidak menyetujui pernikahannya. Mertuanya menyambut tatapannya. Mata itu menajam dan semakin tajam hingga Kalila mundur ke belakang.“Hah ….” Kalila terbangun dari tidurnya. Mimpi itu terasa begitu nyata. Dia mengusap wajahnya yang pias. Kepalanya terasa pusing karena dia baru tidur selama tiga jam. Pagi ini dia harus bersiap-siap untuk ke kampus. Professor pasti
Dua puluh enam tahun …Semua orang menganggap bahwa ketika seseorang sudah menyelesaikan bangku sekolah menengah atasnya, maka dia sudah dewasa. Saat orang itu sudah melewati seperempat abad hidupnya, julukan itu akan berubah menjadi tua. Namun, ketika dia telah meninggal pada usia seperempat abadnya, maka dia kembali muda. Pada intinya semua diukur dengan usia. Menyentuh kepala dua berarti dunia ada genggamanya, padahal kebanyakan orang baru memulai hidupnya.Terkadang, dua puluh enam tahun telah dilalui dengan banyaknya berita. Berita ketika salah satu temanmu menikah, berita ketika salah satu temanmu melahirkan, berita ketika salah satu temanmu cerai, berita ketika salah satu temanmu sudah memikirkan sekolah terbaik untuk anaknya, dan berita apa pun itu tentang kehidupan manusia di sekitarnya.Kenyataannya tidak semua orang memiliki hidup yang sama. Semua orang memiliki kehidupan yang berbeda dengan jalan hidupnya masing-masing. Perjalanan hidup yang naik turun itu tentu tidak sama