Mungkin bagi sebagian orang, menikah itu adalah tanda penyatuan kedua orang yang saling jatuh cinta tapi sayangnya tidak bagi Kalila. Pernikahan ini tidak diketahui sebab dan tujuannya. Dia pikir dia tidak akan pernah berhubungan dengan Johan lagi. Untuk itu dia mengajukan perjanjian pra nikah agar dia dan Johan tidak saling merugikan satu sama lain.
“Mau lo setuju atau enggak sama ni perjanjian, pokoknya lo harus setuju. Gue nggak mau rugi kalau harus berhubungan sama lo lagi.” Kalila mendongak ke langit-langit kamarnya. “Lagipula kenapa dari banyaknya orang yang gue temui justru lo lagi lo lagi sih, Jo?” Kalila frustrasi dibuatnya.
Hari ini hari terakhir Johan berada di Jogja. Awalnya pria itu mengajak Kalila untuk bertemu dan menghabiskan waktu untuk melihat-lihat kota yang terkenal memiliki wisata alam yang indah itu. Sayangnya, Kalila menolaknya. Dia memang tidak memiliki banyak waktu untuk bermain-main. Dia harus membaca jurnalnya juga. Dia sudah bertekad untuk menyelesaikan magisternya tahun depan.
Kalila menatap jam di dinding. Dia bergegas untuk datang ke kafe. Ketika masuk ke dalam kafe tersebut, dia menemukan Johan sudah duduk di salah satu meja dengan pakaian kasualnya.
“Minum dulu.” Kalila hendak memberikan surat perjanjian itu langsung, tetapi Johan lebih dulu menyodorkan jus alpukat ke depannya. Kalila menurut dan menyeruput alpukat itu. Johan diam-diam tersenyum melihat tingkah Kalila. Dia membuka tas dan mengeluarkan kertas penjanjian.
“Oh iya. Mana, biar gue baca.” Kalila langsung mengambil map Johan. Matanya beralih melirik kertasnya yang tanpa map. “Sorry ya, gue nggak punya map,” jelas Kalila yang merasa sedikit terintimidasi dengan keformalan Johan.
“It’s okay. Yang penting isinya.”
Setelah membaca secepat kilat, Kalila lalu membuka diskusi. “Ini gue harus bersih-bersih?” Kalila bertanya dengan muka tertekannya. Dia kira sekaya Johan sudah memiliki pembantu sendiri.
“Iya.” Johan mengangguk dengan mantab.
“Enggak. Gue nggak mau. Lo mau nyari istri apa nyari pembantu?” Kalila protes dan mencoret kalimat itu. Selama ini dia bahkan tidak pernah diperlakukan seperti pembantu di rumahnya sendiri. “Gue juga nggak bisa masak. Jangan ngadi-ngadi lo.” Kalila mengacungkan bolpoinnya ke arah Johan.
Johan bergidik ngeri dengan ancaman Kalila. “Yaudah coret aja.” Johan mencoretnya. Kalila juga mencoret keduanya dan menggantinya dengan membagi urusan itu berdua. “Lo nggak mau duit gue?” tanya Johan ketika dia menemukan hal aneh dalam tulisan Kalila.
“Iya. Gue nggak mau ntar kalau lo kena kasus gue keikut. Ogah banget.” Kalila bergidik ngeri. Sebenarnya dia melakukan itu hanya agar tidak dianggap rendah oleh Johan. Dia menyetujui pernikahan ini bukan karena uang Johan tapi karena alasan lain. Untuk itu, dia ingin menekankan kepada Johan bahwa dia tidak membutuhkan uang pria itu.
“Nggak. Harus dong. Kan gue kepala rumah tangga.” Johan menentang keras wanita di depannya. Alis tebalnya bertaut dan menatap tajam Kalila.
“Nggak perlu. Gue bisa ngurusin hidup gue sendiri.” Kalila berikukuh.
“Makanya sini biar gue urusin.” Johan juga tidak mau kalah.
Kalila menggertakkan giginya. Matanya menatap Johan dengan tajam. “Lo nurut aja kenapa. Toh ini buat kepentingan bersama. Lo jatuh masih ada gue, gue jatuh masih ada lo. Toh kita berdua juga nggak akan selamanya ada diikatan ini kan.” Mendengar perkataan Kalila membuat hatinya seperti rolercoaster. Wanita di depannya memang pandai mempermainkan kata.
“Terserah lo aja kalau gitu.” Johan menutup surat perjanjian dari Kalila.
“Udah? Cuma itu aja yang lo protes?” tanya Kalila dengan menaikkan alis kanannya. Tidak ada jawaban dari Johan. Sepertinya pria itu marah kepadanya. “Yaudah kalau gitu ini gue ambil nanti gue jadiin satu sama punya lo. Gue balik dulu.”
Kalila menyeruput jus alpukatnya secepat kilat dan memasukkan surat itu ke dalam tasnya. Sayangnya sebelum Kalila pergi, Johan menarik tangan Kalila dan membawanya keluar dari kafe.
“Naik apa ke sini?” tanya Johan singkat.
“Motor lah. Mana punya gue mobil.” Kalila menjawab dengan ketus. Dia sudah lelah dan ingin pulang ke kosannya. Dia muak juga melihat Johan.
“Motor lo mana?” tanya Johan sambil melirik satu persatu. Bibirnya melengkung ke atas begitu mendapatkan plat motor khas kotanya. “Ayok. Kunci motor?” Johan mengulurkan tangannya ke arah Kalila.
“Mau ngapain lo?” tanya Kalila dengan pandangan menyelidik. Dia mencium bau-bau akan ada power abuse di sini.
“Udah mana kuncinya.”
Johan langsung merebut kunci yang berada di tangan kiri wanita itu. Jantung Kalila berdetak dengan kencang ketika tubuh Johan seperti ingin memeluknya. Alhasil Kalila melepaskan kunci tersebut agar tidak menimbulkan spekulasi macam-macam dari orang yang melihat mereka.
Pria itu tersenyum dengan bangga. Dia lalu memakaikan helm Kalila. Sementara dirinya akan membeli helm di jalan nanti.
“Lo kenapa nggak pakai helm malah ngasih ke gue?” tanya Kalila begitu menyadari kebodohan Johan.
“Nanti gue bisa beli di jalan. Yang penting lo aman dulu. Yuk!” Johan menaiki motor Kalila. Pria itu memberikan kode kepada Kalila untuk naik. Kalila hanya bisa menurut karena mau gimana lagi kunci motornya ada pada Johan.
Setelah Kalila duduk di belakang. Johan mengambil kedua tangan Kalila dan melingkarkan ke perutnya. Dia lalu menyetarter motornya dengan tiba-tiba. Alhasil Kalila memeluk dengan erat. Pria itu tertawa dengan renyah. Johan tiba-tiba melupakan rasa kesalnya.
Sepanjang perjalanan, Johan berbicara sambil melihat sekitar jalanan Jogja yang cukup ramai di hari libur ini. Dia juga banyak mengomentari bentuk-bentuk bangunan yang dilihatnya. Meskipun banyak berbicara, Johan tidak melupakan penjual helm tujuannya. Begitu dia menemukannya, Johan berhenti dan membelinya.
“Lo ngapain sih harus beli? Buang-buang duit tau nggak. Padahal bisa kita ke kosan gue dulu buat pinjem ke anak kos.” Kalila akhirnya mengeluarkan suaranya setelah hanya mengatakan ‘heem’ sepanjang jalan tadi.
“Nggak apa-apa sih. Nanti bisa buat lo.” Johan menjawab dengan tanpa beban karena uang bukanlah masalah untuk dirinya.
“Lagian lo mau bawa gue ke mana sih?” tanya Kalila penasaran. Dia dari tadi tidak tahu pria itu akan membawanya ke mana. Apalagi mereka sudah menuju ke pinggir kota.
“Pantai Indrayanti.”
Plakkkk
Kalila memukul helm Johan dengan kuat. Beruntungnya pria itu masih bisa menyeimbangkan diri meskipun terkejut dengan kekuatan Kalila. “Lo gila apa. Itu dua jam dari tempat kita tadi. Balik nggak lo.” Kalila berteriak dengan keras.
“Nanggung. Udah mau lewat perbatasan ini. Bentar lagi masuk kawasan Gunung Kidul.”
“JOHAN GILA!!!”
Johan segera mengemudikan mobilnya dengan cepat. Dia mengingat semua yang pernah Kalila lewati untuk mencintainya. Kalila memang dari dulu tidak pernah berpaling darinya, Kalila selalu menunggunya. Sejauh apa pun pria itu pergi, Kalila masih berada di tempat yang sama. Untuk menunggunya. Sekarang biarkan Johan yang melakukan untuk Kalila.Napas Johan terengah-tengah begitu melihat Kalila berada di ruang tunggu sebelum masuk ke dalam gate keberangkatan. Kalila terlihat menatap layar iPadnya dengan fokus. Dia mengintip sebentar di iPad itu. Betapa terkejutnya Johan ketika melihat wajahnya berubah menjadi karakter lucu yang ceria. Dia jadi mengingat apa yang dikatakan oleh Raina semalam.Raina: Kalila itu bisa dibilang obses banget sama lo, Kal. Cuman dia nggak pernah nunjukin aja. Dia melakukan banyak hal buat ketemu lo lagi. Dia pengennya ketika dia bertemu sama lo, dia juga sudah menemukan kehidupannya sendiri. Dia bilang sama gue kalau Kalila memang belum nemuin orang lain yang sebai
Kalila mendapatkan pesan dari Johan setelah pria itu pulang dari rumahnya. Pesan itu tidak dia balas. Beberapa hari setelahnya, Johan menjadi sering mengiriminya pesan tapi Kalila tidak pernah membalasnya. Dia sedang sibuk mengurus hal-hal yang diperlukan nantinya saat di Lampung. Dia tidak sempat untuk membalas Johan. Alhasil pria itu seperti berdialog sendiri. Malam hari setelah semuanya selesai, Kalila baru mengcek pesannya.Pesan yang dikirimkan Johan sangat banyak. Kalila tersenyum melihat chat yang terkadang lucu. Dia juga ikut sedih ketika Johan memelas untuk mendapatkan jawabannya. Kalila juga kembali mengingat masa lalu yang pernah terjadi di antara mereka. Pesan yang dikirimkan Johan itu membawa nostalgia bagi dirinya.Johan Minggu, 20 Juli 2025. Pukul 18.00Kal, gue udah nyampe ya di apartemen.Sent a photo [apartemen Johan]Sepi banget rasanya nggak ada lo :”((Senin, 21 Juli 2025Pukul 08.00Kal, hari ini gue kerjaGue udah sampai nih di kantorPukul 12.00Gue makan sia
Sesampainya di apartemen. Johan mengirimkan pesan kepada Kalila, dia juga mengirimkan foto apartemen untuk membuktikan kepulangannya. Akhirnya ruang obrolan itu berubah lebih hidup. Bukan hanya berisi log panggilan dengan Kalila saja. Ya meskipun wanita itu hanya membaca pesan yang dia kirimkan, tapi tidak masalah. Dia bisa mencoba seperti yang Kalila lakukan dulu. Jika Kalila tidak bisa melakukannya sekarang, maka sekarang giliran dia yang bertanggung jawab untuk itu.Sama seperti delapan tahun yang lalu ketika Kalila yang mendekatinya. Sekarang biarkan dia yang mendekat ke arah Kalila. Memang dia belum menyukai Kalila tapi perasaan tidak nyaman saat Kalila memakai pakaian terbuka di pernikahan Raina kemarin sangat mengganggunya. Dia masih ingat betapa gencarnya Kalila mendekatinya semasa SMA dulu, gadis itu masih terlihat polos karena tidak mengenal make up dan pakaian yang tidak senonoh. Saat itu Kalila tidak terlihat cantik tapi dia memiliki kelakuan yang lucu.***“Kal, tunggu Ka
Kalila kembali ke dalam kamar tidurnya. Dia melihat Johan telah berbaring dan tidur di sana. Kalila berdiri di depan Johan. Dia berjongkok untuk menatap wajah pria kesayangannya selama ini. Selama hampir delapan tahun dia menyukai Johan dan sampai sekarang dia belum menemukan bagaimana cara agar pria itu bisa menyukainya.Kalila mengulurkan tangannya untuk menyentuh hidung runcing Johan. Sejak SMA dia sangat ingin melakukan ini. Dia juga ingin menyentuh rambut lebat pria itu.“Lo tahu, Jo. Gue dari dulu pengen banget nyentuh rambut lo yang tebal ini, alis lo yang tebal, dan rahang lo yang tegas. Tapi sebenarnya gue suka semua bagian dari wajah lo.” Kalila secara berurutan memegang wajah Johan.Kesedihan kembali menyelimuti Kalila. Dia menyadari perasaannya yang bertepuk sebelah tangan dari dulu. Sekarang dia tidak berani untuk melakukan itu lagi. Dia kecewa tapi memang benar apa yang dikatakan oleh mamanya. Dia harus mengalah untuk ini.“Gimana caranya biar lo suka sama gue, Jo?” liri
“Kenapa kita selalu berputar-putar sih, Kal?” tanya Johan. Pria itu duduk di ranjang sisi kanan dan duduk merenung. Kalila juga melakukan hal yang sama, dia duduk di sisi kiri dan mengamati balkon kamarnya.“Kayaknya kita emang nggak pernah cocok sih, Jo,” ucap Kalila dengan pasrah. Dia tidak tahu harus mengatakan apa untuk hubungan yang tidak jelas mereka ini.Sejak awal Kalila memang menyukai Johan, tapi dari dulu sampai sekarang memang Johan tidak pernah menyukainya. Pria itu tidak mau mencoba.“Penting banget buat kaum kalian ya nanyain kita cinta apa enggak?”Kalila sudah tidak bisa menahan amarah. Dia berdiri dan menatap Johan dari tempatnya. “Cinta itu fondasi awal buat saling memahami hubungan satu sama lain, Johan. Kalau lo nggak paham cinta itu kayak gimana pentingnya. Contohnya itu kayak kalau kalau lo mau gambar atau bangun rumah, lo butuh fondasi awal buat mendirikan bangunan kan? Sama, cinta juga kayak gitu.” Kalila menarik napasnya.“Lo dari kemarin mau mulai dari awal
Acara pernikahan Raina tidak jauh berbeda dengan pernikahan Wening dan Kalila. Orang-orang yang diundang hanya itu-itu saja. Bedanya sekarang mereka memiliki status yang berbeda. Saat menghadiri pernikahan Wening, Kalila dan Johan berstatus sebagai single. Kemudian mereka datang di pernikahan Raina dengan status suami dan istri.Wening dan yang lain tidak bisa menyembunyikan ekspresi. Mereka sangat menantikan waktu untuk mengejek pasangan itu.“Wahhh akhirnya bisa ceng-cengin pengantin baru juga.” Wening yang memulai percakapan di meja itu. Wajahnya berseri-seri dengan pipi yang bertambah bulat.Kalila langsung mencibir wanita itu. “Yang bener aja lo Wen.”Semua mata menatap Johan yang memberikan jasnya kepada Kalila. Dari tadi pria itu sangat cerewet mengenai pakaiannya. Kalila menolaknya tapi Johan memaksa, alhasil semua orang di meja itu langsung bersorak–sorai. Tidak takut dengan kebisingan yang tercipta. Raina yang berada di tempat berbeda hanya bisa memberikan kode untuk tetap m