Home / Romansa / Menikah Dengan Pria Gila / Bab 2. Keraguan Lisa

Share

Bab 2. Keraguan Lisa

Author: Nychinta
last update Last Updated: 2025-02-13 19:42:31

Lisa diseret masuk ke kamar Yasmin, adik tirinya itu oleh sang Ibu dengan hentakan keras dan kasar. Lalu, mendorong tubuhnya hingga membuatnya jatuh tersungkur di lantai.

“Ah!” tanpa sadar Lisa menjerit.

“Jangan sok-sok-an tersakiti kamu! Dasar memalukan sekali kamu! Bilang saja kalau kamu kebelet mau kawin, kan?!” ucapan itu terdengar sinis di telinga Lisa.

Namun, Lisa yang sudah terbiasa diperlakukan buruk oleh ibunya ini, hanya bisa diam.

“Itu!” tunjuknya ke arah pakaian yang ada di atas tempat tidur pada Lisa, “pinjam itu saja dari Yasmin untuk kamu pakai.”

Yasmin sang adik tiri berjalan mendekati Lisa yang mencoba untuk berdiri. “Aku hanya bisa meminjamkan baju itu padamu, Mbak, karena badanmu yang kecil itu aku hanya punya baju itu yang layak.” Yasmin berkata dengan santai.

Lisa masih diam, dia lalu mengambil pakaian itu, sebuah kebaya model lama berwarna krem, lalu kain batik tulis yang ‘bau lemari’ sangat menempel, baju ini memang cukup sederhana dan pas di badannya.

“Ini alat make up-nya! Ingat pakainya yang benar! Kalau rusak, Mbak harus ganti!” sinis Yasmin sambil menyerahkan beberapa jenis make up padanya.

Lisa masih mematung, dia masih saja tidak percaya kalau dirinya benar-benar harus menikah dengan pria itu.

Pria yang akhirnya bisa menyebutkan namanya dan membuatnya penasaran.

‘Tunggu! Kalau pria itu tadi menyebutkan namanya, apa dia mengingat siapa dirinya?’ Batin Lisa bertanya-tanya.

Lisa yang baru menyadari hal ini segera keluar dari kamar Yasmin.

“Lisa! Mau kemana kamu?!” Ida berteriak pada Lisa yang buru-buru keluar kamar.

Lisa langsung menghampiri kamar dimana Gandha berada.

Namun, saat pintu terbuka terlihat ayahnya sedang menggantikan pakaian pria itu!

“Lisa, Ayah sedang membantunya mengganti pakaian, kamu bisa keluar dulu.” Duha berkata pada anaknya.

“Tapi, Yah, dia itu sudah ingat!” Lisa berkata pada ayahnya dengan antusias.

Duha mengerutkan keningnya seraya berkata, “Lisa, ayah mohon kamu jangan membuat ulah lagi.”

Setelah ayahnya mengatakan hal demikian Lisa harus menelan kekecewaan kembali. Apalagi, saat melihat pria asing itu kembali ke setelan awalnya. Tatapan kosong ke depan, wajah tanpa ekspresi dan datar, persis bayi besar yang tidak bisa melakukan kegiatan apapun selain di tempat tidur.

***

Flash back.

Satu bulan sebelumnya.

Lisa dan ayahnya bertemu dengan pria asing yang terdampar di tepi laut saat mereka akan pulang ke rumah selepas bekerja di pabrik pengolahan garam milik Juragan Pardi, orang terkaya di kampung mereka saat ini.

“Siapa dia?” Lisa bertanya pada ayahnya.

“Ayah juga tidak tahu, Nak. Coba ayah lihat dulu, apa dia masih hidup?” Segera mereka menghampiri pria itu.

Tubuhnya saat itu banyak terdapat luka dan wajahnya penuh dengan lebam. Keadaannya sangat mengenaskan.

“Kita lapor kepala kampung dulu.” Duha secara tidak langsung memerintah Lisa, sementara dia memastikan pria ini masih hidup atau tidak.

Lisa mengerti dengan perintah ayahnya ini, dia lalu gegas ke rumah Munir, kepala kampung untuk melaporkan hal ini pada beliau.

Setelah menerima laporan Lisa ini, Munir segera menghampiri ke tempat yang dimaksud.

Sesampainya di sana Lisa melihat kalau ayahnya sedang berusaha untuk menyadarkan pria itu.

“Ayah, apa dia masih hidup?” Lisa bertanya.

“Dia masih bernafas dan jantungnya juga berdetak, tetapi dia masih belum sadar.” Duha berkata dengan nada khawatir.

“Pak Duha, kita bawa dia ke rumah Bapak saja, kan rumah Pak Duha dekat dari sini.” Munir berkata pada Duha dan langsung disetujui begitu saja.

Akhirnya pria ini dibawa ke rumah Duha. Awalnya Ida protes karena suaminya membawa orang asing ke rumahnya, terlebih lagi dia masih dalam keadaan tidak sadar. Kebetulan, sekali Yasmin, anak mereka yang baru pulang ke kampung mengambil cuti kerja, dia adalah seorang perawat di sebuah rumah sakit besar di kota.

“Yasmin, tolong bantu Ayah lihat dulu keadaannya,” pinta Duha pada anaknya ini.

Sebagai anak yang baik di mata ayahnya, Yasmin terpaksa memeriksanya, dia mengatakan kalau pria ini masih pingsan dan dalam keadaan yang kurang baik. Berikan waktu istirahat dan gantikan pakaiannya.

Duha melakukan apa yang dikatakan oleh Yasmin, dia menggantikan pakaian pria itu, dan Duha juga melihat beberapa bekas luka dan juga lebam di sekujur tubuhnya. Setelah bersih, Yasmin datang kembali dan mengobati luka pria itu dengan setengah hati.

Tidak lama berselang pria itu bangun, dia terlihat kebingungan dan melihat orang lain dengan mata yang ketakutan.

Pak Duha berusaha untuk bertanya tentang dirinya, namun sayangnya pria itu hanya diam dan membisu. Yasmin mengatakan mungkin saja pria ini sedang hilang ingatan, lantaran syok berat karena sesuatu yang mungkin terjadi padanya.

“Pak, lebih baik kita serahkan saja dia sama pihak yang berwenang, mana tahu ada orang yang mencarinya.” Ida istrinya berkata dengan sedikit ketus.

Namun, saat akan dibawa keluar pria itu selalu menjerit dan berkata dengan suara lirih, “Tolong … tolong aku … aku akan melakukan apa saja, asal kalian jangan membunuhnya, tolong aku ….” Kalimat ini bagai sebuah rekaman yang selalu berulang. Kalimat yang sama dengan cara penyampaian yang terdengar pilu.

Hingga akhirnya, Duha memutuskan agar tetap merawat pria asing ini sampai dia bisa mengingat siapa dirinya.

Setelah sadar, pria ini hanya bisa berteriak seperti tadi, lalu pandangannya juga terlihat kosong dan dia persis seperti seorang yang lumpuh, melakukan semuanya di atas tempat tidur. Pun buang hajat, dia merasa seolah tidak terjadi apapun.

Duha yang selalu membersihkannya, menggantikan pakaiannya dan juga mengelap badannya. Ida benar-benar marah dengan kelakuan suaminya ini. Dia tidak habis pikir kenapa suaminya sampai dengan sangat bodoh mau merawat orang yang tidak dikenal seperti ini.

Awalnya, Duha meminta istrinya untuk menyuapinya makan, tentu saja Ida menolak dengan tegas permintaan ini.

“Enak saja! Suruh saja Lisa melakukannya! Kalian yang menemukannya kemarin dan membawanya ke sini. Jadi, lebih baik kalian saja yang bertanggung jawab dengan orang asing itu!” Kalimat Ida terdengar sangat tegas dan tidak bisa dibantah.

Lisa akhirnya mengatakan pada sang ayah kalau dia bersedia membantu pria itu untuk mengurus makannya, tetapi untuk urusan menggantikan pakaian dan celananya tetap menjadi urusan Duha.

Begitulah kejadian ini terjadi, rutinitas mereka bertambah sejak kehadiran pria ini. Pria ini seperti orang linglung, tiba-tiba suka menjerit hal yang mereka tidak mengerti, entah bahasa asing apa yang digunakannya.

Sampai akhirnya selepas Lisa memberikan makan malam pada pria itu, hujan turun lebat, dan terjadilah kehebohan yang berujung pada dirinya harus menikah dengan pria yang dia ketahui namanya adalah Gandha.

***

“Mbak Lisa!” Terdengar suara lengkingan tertangkap di telinga Lisa.

“Udah selesai belum?” Yasmin masuk ke kamar untuk memastikan kalau Lisa sudah selesai.

“Nah, lumayanlah, sekarang mending Mbak Lisa keluar, calon suami Mbak yang gila itu udah nungguin di depan, tuh!” Ucapan Yasmin jelas terdengar mengejek.

Lisa berusaha mengatur napasnya, dia benar-benar tidak menyangka sama sekali kalau akhirnya dia akan menikah di usianya yang ke 25 tahun, dimana usia ini malah sudah dianggap perawan tua oleh orang-orang di kampung mereka.

Sampai di ruang tamu, Lisa sudah mendapati beberapa orang yang sudah datang, tatapan mereka kepada Lisa jelas menunjukkan rasa penghakiman.

Kemudian, dia melihat ke arah calon suaminya itu. Wajahnya yang menyedihkan, tatapan kosongnya, serta wajahnya yang masih terdapat beberapa bekas luka membuatnya terlihat menyedihkan, wajarlah orang-orang saat ini sedang membicarakannya.

Menyadari hal ini, Dalam hati Lisa ragu, apa mungkin calon suaminya bisa berkata lantang untuk mengucapkan ijab kabul pernikahan? Namun, prasangkanya segera dia tepis.

‘Tadi dengan suara jelas, pria ini menyebutkan siapa namanya. Apa mungkin dia …?’

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikah Dengan Pria Gila   Bab 94. Aku Kembali

    Saat menaiki Yacht itu tetap saja perasaan Lisa sedikit gelisah, walaupun berbagai cara dilakukan oleh Gandha untuk menenangkan istrinya itu, Lisa teruse menerus terpikir apa yang akan terjadi nantinya.Yacth ini terasa berjalan sangat lambat, beberapa kali Gandha memberikan kehangatan pada istrinya itu.“Lebih baik kamu mendengarkan ini saja,” ucap Gandha lalu menempelkan air bud ke telinga Lisa. Sebuah musik yang cukup menenangkan terdengar jelas di sana.Lisa membiarkan wajahny diterpa angin dan memejamkan matanya, benar … ini cukup membuatnya tenang. Gandha memang sangat mengerti bagaimana cara membuat merasa bahagia.Tidak lama berselang, akhirnya yacht ini pun bersandar. Dengan hati-hati Gandha menuntun istrinya untuk turun dari sana, menjaganya dengan penuh perhatian.Beberapa orang terkejut melihat Gandha, hal ini dirasakan jelas oleh Lisa. Namun, hal itu tidak lama terjadi.“Tuan Gandha, ayo ikut saya.” Satria yang sudah ada lebih dulu di sana menghampiri keduanya. Bersama de

  • Menikah Dengan Pria Gila   Bab 93. Harus Percaya Diri

    Lisa terdiam. Ada desir hangat yang menyelusup di dadanya. Ucapan Gandha mungkin sederhana, tapi cukup untuk membuatnya merasa sedikit lebih kuat.Lisa menghela napas, jemarinya mengusap keningnya yang terasa panas. "Iya, Mas... tapi …."Gandha tersenyum singkat, lalu menatap Lisa dengan penuh kelembutan. "Kamu nggak pernah berpikir seperti ini sebelumnya. Sepertinya ini efek hormon kehamilan."Lisa mengerutkan dahi. "Maksudnya?"Gandha tersenyum kecil, lalu meraih tangan Lisa dan menggenggamnya erat. "Kamu tahu nggak? Aku belakangan ini baca-baca soal kehamilan," katanya sambil menatap mata Lisa lekat-lekat. "Katanya, ibu hamil itu bakal jauh lebih sensitif, gampang cemas, terus kadang suka overthinking hal-hal kecil."

  • Menikah Dengan Pria Gila   Bab 92. Kamu Penyelamatku!

    Lisa berdiri di depan cermin tinggi berbingkai ukiran emas, jemarinya saling meremas, seolah itu satu-satunya cara menenangkan kegelisahan yang terus menghantui. Pantulan dirinya tampak anggun dalam balutan gaun satin berwarna nude lembut, lehernya dihiasi kalung tipis berbandul mungil yang gemerlap saat terkena cahaya lampu gantung. Tapi, seanggun apa pun penampilannya, rasa canggung itu tak bisa diusir.Kamar itu terlalu mewah untuk disebut sekadar ruang ganti. Dindingnya berlapis panel kayu mahoni, dengan jendela besar yang tirainya setengah terbuka, membiarkan cahaya sore yang mulai meredup masuk ke dalam ruangan. Di sudut, sebuah kursi malas berbahan beludru krem tampak belum tersentuh, sementara aroma lembut bunga lili dari vas kristal di atas meja kecil menciptakan suasana yang justru membuat Lisa makin sadar — dia bukan bagian dari dunia ini.Baga

  • Menikah Dengan Pria Gila   Bab 91. Rencana Kejutan

    Hal ini tentu membuat Diva terkejut, dia benar-benar tidak bisa menyembunyikan raut wajahnya saat ini. Dan menurut Gandha hal itu sangat wajar sekali.Diva kembali menatap Gandha lekat-lekat, seolah berusaha membaca setiap gerak-geriknya. Sejak tadi, berbagai pertanyaan berseliweran di kepalanya, dan kali ini dia tak mau lagi menahan diri. Rasa penasaran yang sudah lama dipendam akhirnya mencapai puncaknya.Diva menarik napas, lalu bersandar sedikit ke depan, menatap Gandha tanpa berkedip."Oke, begini saja …," ucap Diva membuka suara, nadanya tegas tapi tetap terdengar santai.Tanpa menunggu respons, Diva langsung melanjutkan, matanya tetap mengunci ke arah pria itu. "Sekarang kamu tinggal di mana?" tanyanya cepat.Gandha se

  • Menikah Dengan Pria Gila   Bab 90. Permintaan Gandha Pada Diva

    Sesaat udara sekitar mereka memang menjadi kaku lalu detik berikutnya, Gandha tak bisa menahan tawanya.“Pantas saja Elvan menyukaimu! Sangat menarik sekali ternyata.” Gandha berkata terus terang, karena dia sudah tahu persis Elvan itu orang yang seperti apa. Tidak mudah untuk menaklukan hati keponakannya itu.Wanita itu masih terlihat kebingungan.“Kamu Diva, kan?” Kembali Gandha bicara padanya.Diva hanya mengangguk cepat, terlihat dia masih berpikir sesuatu di dalam kepalanya.“Kamu … apa kamu benar-benar Gandha? Pamannya Elvan?” tanyanya lagi dengan nada tidak percaya.Gandha lalu mengeluarkan ponselnya menunjukkan pada wanita itu gambar dirinya dan Elvan, beberapa kali wanita

  • Menikah Dengan Pria Gila   Bab 89. Menemui Wanita Elvan

    Lisa membelalak. Nama itu sudah sering ia dengar. Nama yang selalu disebut Gandha saat tidur tak sadarkan diri di masa-masa awal pernikahan mereka. “Itu… Elvan?” bisiknya.“Iya. Dan yang di sebelahnya…,” tanya Lisa.Gandha mengerutkan keningnya sejenak. “Entah siapa ... Mungkin pacarnya. Atau bahkan istrinya?”Gandha tak bisa menahan senyum tipis. Hatinya terasa lega melihat keponakan yang dulu dianggapnya seperti adik kandung sendiri, kini berdiri tegap dan terlihat lebih dewasa.Namun suasana mendadak berubah saat Gandha menyadari sesuatu.“Nico …,” gumamnya sambil meraih ponsel dan menekan nomor seseorang.Lisa memperhatikannya heran. “Kenapa, Mas?”“Aku harus cari tahu siapa wanita itu dan apa saja yang terjadi selama aku pergi.”Lisa hanya diam memperhatikan suaminya ini.“Sudah lima tahun berlalu, yang aku pantau hanya perusahaan dan siapa saja yang mengendalikannya, tapi aku … tidak sedikit pun menyelidiki kehidupan pribadi keponakanku.” Gandha berkata dengan jujur.Lalu terlih

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status