Share

Part : 5.

Aku benar-benar belum terbiasa melihat Arkan yang ada di sampingku saat bangun tidur, masih kaget, tapi mampu menahan teriakan. Arkan ini unik sekali, di balik sikap jailnya dia adalah laki-laki yang mampu bersikap dewasa. 

Arkan tau jika aku masih belum terbiasa dengan peran baru yang kutanggung. Dia tidak memaksa dan melakukan semuanya secara perlahan. kata Arkan penting kita sudah dalam ikatan yang jelas, secara agama dan negara. Untuk kedepannya hanya perlu dilakukan secara perlahan saja. 

Tidak perlu buru-buru, waktu akan membuat semuanya semakin indah dan berkesan. Kalau saja dia seperti ini dari dulu, sudah pasti aku jatuh cinta. 

Sayangnya dulu daripada mendekati aku secara baik-baik. Arkan malah selalu mencari-cari masalah denganku. Sehari saja dia tidak berdebat denganku. Rasanya pasti membuat badannya gatal-gatal. Sehingga dia terus membuat aku kesal.

Pertama kali kami kenal jangan tanya bagaimana mengesalkannya dia, dia langsung berdebat denganku setelah aku memperkenalkan diriku. Aku masuk ke dalam grup itu juga karena iseng, karena diterima dengan baik aku jadi betah. 

Saat itu aku mendapat link grup dari media sosial. Aku iseng dan meng-klik linknya. Saat aku masuk kukira akan diabaikan. Ternyata aku salah, aku disambut hangat dan sangat ramah. Sehingga mudah untuk beradaptasi dan akupun betah berada disana.

"Sudah bangun?" tanya Arkan dengan suara serak. 

Ini benar-benar seperti di novel-novel, melihat laki-laki tampan yang baru saja bangun dengan suara serak, dan muka bantal. 

Arkan ini tampan sekali, alisnya sangat tebal dan bulu matanya lentik, bibir juga berwarna merah, pasti karena kulit Arkan putih dan dia tidak merokok. 

Sebelum menerima lamaran dari Arkan, ayah mengintrogasi sangat ketat, semua hal di tanya oleh ayah. 

Entan bagaimanapun caranya menyakinkan ayahku. Ayahku biasanya sangat galak pada laki-laki yang mencoba mendekati putrinya. 

"Baru saja," balasku. 

"Kalau begitu, gue mandi duluan. Mau ke masjid, kamu shalat di rumah saja," katanya lalu bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. 

Nikmatnya punya suami yang shalatnya di masjid, walaupun dia menyebalkan dan jail aku sangat bersyukur pada Allah. Rahmat dan anugerahnya sangat tidak terkira padaku. Allah memberikan aku jodoh yang sangat baik.

Selesai mandi Arkan mengganti bajunya dengan Koko putih dan sarung, ketampanan jadi bertambah berkali-kali lipat. Aku juga membayangkan dia akan menggandeng anak laki-laki kami di kedua tangannya kelak, menuju masjid. Mereka berjalan beriringan dengan riang. 

Aku langsung menutup wajahku dengan selimut karena malu, pikiranku sudah kemana-mana saat masih sepagi ini. 

Arkan mendekat dan mencium keningku, membuat tubuhku semakin kaku saja, wajahku masih saja merah. 

"Aku pergi dulu, assalamualaikum, istriku."

"Waalaikumsalam," balasku pelan.

Arkan tipe orang yang jahil tapi romantis, semalam dia memasak untukku. Bahkan sebelum tidur, Arkan menyisir rambutku. Dia tidak meledekku lagi soal ciuman, karena aku ingin menangis saat dia terus membahas itu. Aku benar-benar sangat malu jika menginginkan kejadian ciuman yang kami lakukan. Apalagi itu adalah ciuman pertamaku dan Arkan terus meledekku karena itu.

Arkan minta maaf, dan dia tidak membahas itu lagi. Aku dan Arkan masih memanggil 'Lo, Gue' untuk saat ini. Jika pembahasannya serius baru dia akan mengatakan 'Aku, Kamu' secara tidak sadar akupun mengikutinya. 

Selesai shalat, aku memasak nasi goreng, Arkan tidak rewel soal masakan, selama itu masakan rumahan. Dia juga tidak ragu membantu pekerjaan rumah. Hanya saja dia sudah nampak posesif dari sekarang. Beberapa kali ada yang menggodaku di grup di langsung mengatakan berulang-ulang bahwa aku adalah istrinya, dulu mah dia bodo amat. 

Dia yang paling sering menggoda dan menjahiliku. Bersatu untuk membuatku marah atau kesal. Sekarang dialah yang paling melindungi dan mendukungku. 

Sekarang dia benar-benar tidak mau melihat aku diganggu. Banyak anak grup yang mengatakannya bucin akut, tapi dia dengan santai membalas mereka semua. Dia langsung mengatakan cinta mencintai istri itu kewajiban. Kalau mencintai wanita tanpa ikatan adalah dosa. Apalagi kalau mencintai sepihak. Hal itu membuat anak grup langsung mengatainya.

"Wah istri gue udah masak aja."

Arkan duduk dan mengamati aku yang baru saja menata makanan di atas meja makan. Dia tersenyum dan menepuk kursi di sebelahnya, agar aku duduk di sebelahnya. 

"Gak lari lo?" tanyaku. 

Biasanya jam segini pasti Arkan sedang lari, dan mengirim foto di grup. Aku tidak kuliah jadi keseharian ku adalah membantu ibu membuat kue dan tentunya aktif di berbagai grup yang ku anggap menarik. 

"Udah jalan keliling sih tadi, ada istri di rumah, mau lari juga gak semangat. Libur dulu," katanya sambil mengambil piring. 

Arkan mengeset piring ke arahku, dan menyendok nasi goreng di piringku, baru kemudian di piringnya. Hal yang terlihat sederhana tapi sangat berharga, artinya dia tidak hanya minta dilayani, tapi bisa melakukan hal serupa pula untuk istrinya. 

Setelah masak Arkan mencuci piring. Aku tentu melarangnya, pekerjaan rumah tugas istri, harusnya aku yang mencuci piring. 

"Lo udah masak, biar gue aja yang cuci piring," katanya lembut.

"Tapi kan itu tugas gue."

"Siapa bilang ini tugas lo, tugas lo itu nurut sama gue."

Aku hanya diam saja, tidak berani membantah. Aku melihat Arkan yang mencuci piring dengan telaten, dia seperti sudah biasa melakukannya. 

Heran sekaligus kagum, Arkan anak tunggal dan dimanja, tapi bisa melakukan semua ini. Mama dan Papa juga termasuk orang yang berada, jadi tidak mungkin Arkan dibebankan pekerjaan rumah. 

"Semakin bisa cuci piring dan masak. Lo bisa apa aja?"

"Banyak, lah. Gue multitalenta, bisa bersih-bersih, masak dan cari nafkah."

Kami sama-sama tertawa. Suamiku memang istimewa semoga aku bisa memahami semua kekurangan dan kelebihannya, begitu pula dia. 

"Setelah ini. Ayo kita kerumah mama, kayaknya mama masih ngambek soal kemaren."

"Kita harus minta maaf sama mama." 

"Mama marahnya gak lama, tar dikasih cake juga langsung seneng lagi."

"Tapi kata mama, lo kalau marah lama."

"Kalau sama istri gak lama kok." 

Penyakit jantungku kumat lagi, detaknya bertambah kencang. Kenapa Arkan selalu bisa membuat tubuhku bereaksi sendiri. 

Kalau begini terus aku bisa mati muda, belum punya anak padahal. Aku hampir saja terjungkal ke belakang saat wajah Arkan semakin mendekat, untung dia menahan pinggangku dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya menyentuh wajahku yang memerah. 

Arkan meniup wajahku, aku langsung menutup mata. Arkan suka sekali meniup wajahku, entah kenapa?

"Merah terus, ditiup biar gak panas," katanya jail. 

Aku langsung memukul pelan, tapi reaksi Arkan sangat berlebihan. Dia menjerit seakan sangat kesakitan.

"Jangan KDRT dong," katanya 

"Masa gitu doang sakit?" 

"Iya sakit banget, butuh obat nih."

"Obatnya apa?"

"Ini," kata Arkan lalu mencium pipiku, setelah itu dia langsung berlari ke kamar. Aku mengejarnya dengan kesal, dia terus mengerjaiku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status