Share

Part : 4.

"Suka gak?" Tanya Arkan padaku saat membuka pintu apartemennya.

Sebelum menikah denganku arkan sudah tinggal sendirian di apartemen ini. Alasannya hanya karena ingin mandiri saja, padahal dia itu anak tunggal. 

Walaupun sebenarnya orang tuanya tidak setuju, tapi Arkan bersikeras untuk tinggal sendiri. Salah satu alasanya juga. Apartemen lebih dekat dari kantor tempatnya bekerja. Sehingga dia tidak terlalu lelah harus bolak-balik kantor dan rumah. Apalagi kalau pulang ke rumah bisa terjebak macet. 

"Suka," kataku pelan. Arkan tersenyum bangga saat mendengar jawabanku.

Aku melihat ke sekeliling apartemen Arkan. Apartment-nya terlihat sangat teratur dan rapi. Apartemen ini juga terkesan laki-laki sekali, cat dindingnya saja berwarna abu-abu dan hampir semua perabotanya berwarna coklat tua. 

Lemari hias ada di ruang tamu, berisi beberapa action figure. Ada sofa juga, apartemen Arkan  tidak terlalu luas, dan terdapat dua kamar, tapi terlihat sangat nyaman sekali untuk ditinggali.

Aku melihat dapur yang ditata dengan rapi, berbagai alat memasak ada di sana. Aku tersenyum melihat balkon yang luas, untuk ukuran apartemen. 

Balkonnya juga terdapat berbagai tanaman dan didominasi oleh kaktus. Kaktus memang perawatannya mudah, tidak harus disiram setiap hari dan tahan akan panas matahari. 

"Ingin melihat kamar kita?" 

Aku mengangguk kaku, bicara soal kamar otakku semakin tidak bisa berpikir jernih. Jantungku berdebar kencang dan wajahku memerah. 

"Ini kamar kita. Aku berharap kamu suka pada kamar yang aku siapkan untuk kita," kata Arkan sambil meletakan koper kecilku di dekat lemari besarnya. 

Kamar Arkan cukup luas, terdapat ranjang king size, lemari, dan meja rias disana. Tentu saja aku heran kenapa ada meja rias? Dia laki-laki masa, suka berdandan. 

"Meja riasnya buat kamu. Gue gak dandan aja udah ganteng kok."

"Iya ganteng tapi nyebelin, buat apa?"

"Akhirnya ngaku juga kalau suami lo ini ganteng. Kemarin masih malu-malu ternyata" 

Arkan berkekeh lalu melompat ke ranjangnya, aku memutar bola mataku bosan. Melihat ke sekeliling, memperhatikan setiap sudut kamar Arkan.

Hampir semua perabotan Arkan dari kayu berwarna coklat, tapi yang paling unik adalah lantai yang berwarna hitam, entah karena Arkan suka atau karena warna hitam tidak cepat terlihat kotor. Aku juga masuk dan memperhatikan kamar mandinya.

"Akhirnya tidak perlu takut kelihatan ayah atau ibu lagi," kata Arkan langsung memelukku dari belakang, aku kaget dan hampir saja oleng jika tidak di tahan oleh Arkan. 

Walau aku jomblo abadi tapi ini tidak romantis sekali, berpelukan saat berada dikamar mandi. Mending kalau di balkon, pasti romantis lah. Di bawah langit cerah, hembusan angin membelai kulit, menyejukkan kulit yang hangat karena pelukan. 

Lah, ini malah berpelukan di dalam kamar mandi. Saat aku ingin melihat sabun apa yang dipakai, sampo apa yang dipakai Arkan. Ini sangat tidak romantis. 

"Akhirnya gue punya temen juga dan sendirian terus," Arkan berbisik tepat di telingaku. 

Bulu kudukku berdiri karena geli, wajahku memanas. Ya Allah, seperti ini rasanya dipeluk laki-laki, seperti ini rasanya mendengar suaranya di telingaku tanpa takut dosa dan merasa bersalah. Kalau mau tau gimana rasanya, menikah lah. 

Aku ingin melepas pelukan Arkan tapi terasa sangat nyaman. Aku saja sampai tidak rela jika pelukan ini berakhir cepat. Otak dan hatiku sangat tidak sinkron. Aku bingung harus menuruti otakku atau hatiku. 

"Gue anak tunggal, tiap hari kesepian."

"Kan ada anak tetangga."

"Gak di bolehin main sama papi, maminya." 

"Kenapa?" 

"Mereka bilang gue bandel," kata Arkan pelan. 

Aku langsung tertawa, memang tertebak sekali. Orang yang seperti arakan ini pasti kecilnya bandel dan bikin pusing tujuh keliling. Arkan tipe orang yang tidak bisa diam, tiap subuh dia itu lari. 

Tentu saja aku tau karena dia pernah memberi tahu di grup. Mama juga bilang jika Arkan ini hiperaktif saat kecil sehingga butuh banyak bergerak untuk menghabiskan energinya yang besar. 

Arkan juga sudah naik gunung saat SMP secara rutin. Tentu saja dengan pengawasan orang dewasa. Naik gunung bukan hanya menaklukan tinggunya gunung saja, tapi  membuang energi katanya. Mama juga cerita dia sangat sedih, saat Arkan memutuskan untuk tinggal sendiri.

Kami bahkan ditawari agar tinggal dulu di rumah mama, dan pindah setelah rumah kami di renovasi. Arkan menolak dengan alasan ingin mandiri, dan langsung di ledek oleh sepupunya. Tidak mau bulan madunya terganggu, membuat wajahku memerah, tapi Arkan malah dengan santainya mengiyakan. 

Arkan mulai melangkah dan aku juga ikut melangkah, tidak ku sangka dia mengambil shower dan menyemprotkannya padaku. Aku berteriak histeris saat air mulai membasahi bajuku. 

"Arkan .... Apa-apa sih lo, main siram aja," protesku. 

"Biar lo mandi dong, tadi kayaknya gak bersih," ledeknya.

Aku mengambil shower dan menyemprotkan air pada Arkan. Kami sama-sama basah kuyup.

"Rasain emang enak?"

"Enak dong, yang nyemprot juga istri gue." 

Aku tambah kesal mendengar Arkan yang terkesan kesenangan dan terus menyemprotkan air ke badan Arkan. 

Kamar mandi seperti habis terkena banjir, air menetes dari setiap sudut, sampo dan sabun berjatuhan dari tempatnya. 

Air juga menetes dari tubuh kami, tapi rasanya kok tidak dingin. Badanku malah menghangat, apalagi saat tatapan kami saling beradu. 

Suhu tubuhku semakin hangat dan aliran darahku semakin cepat. Harusnya wajahku pucat karena terkena air dalam waktu yang lama, tapi malah sebaliknya wajahku memerah.

Aku menunduk memutuskan pandangan kami, Arkan malah meraih daguku. Kami saling berpandangan lagi, wajah kami saling mendekat. 

Aku dapat merasakan hangat nafas Arkan, aku tau Arkan juga merasakan hal yang sama. Aku tidak tau siapa yang memulai hingga bibir kami saling bertemu. Berbagi kehangatan, menjalarkan getaran yang membuat geli seluruh tubuh. Membuat perutku terasa aneh, tidak sakit tapi  tidak juga enak. 

Aku tidak bisa menggambar rasa ini, yang pasti aku baru pertama kali merasa hal ini. Aku baru pertama kali merasakan nafas seseorang, baru pertama kali merasakan getaran yang menggelitik sampai membuat tubuhku terasa melayang. 

Kata orang kamar mandi banyak setannya dan aku yakin itu benar, buktinya kami berciuman sekarang. 

Ciuman ini ciuman pertama, pertama memutuskannya adalah aku. Aku langsung berlari keluar kamar mandi. Arkan. Tidak kecewa di malah tertawa di dalam sana. 

"Cie yang baru ciuman," ledeknya. 

"Apaan sih, kayak gak pernah aja," kataku salah tingkah. 

"Kan memang yang pertama," kata Arkan tanpa malu. 

Aku langsung menutup wajahku malu, ini juga ciuman pertama Arkan.  Memikirkannya membuat wajahku semakin merah. 

Ya Allah, apakah aku terkena sakit jantung? Kenapa detaknya semakin kencang saja. Aduh aku harus bagaimana? Apakah ini berbahaya dan bisa mengakibatkan kematian. Seperti aku harus segera konsultasikan ke dokter untuk masalah ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status