Home / Romansa / Menikah Karena Visa / BAB 103 : Ibu Daniel yang Sabar

Share

BAB 103 : Ibu Daniel yang Sabar

Author: Kim Hwang Ra
last update Huling Na-update: 2025-08-16 23:35:27

Daniel baru saja memarkirkan mobilnya di halaman ketika ibunya sudah menunggu di depan pintu dengan senyum ramah.

“Kalian pulang tepat waktu,” ucapnya. “Ayo, ikut Ibu sebentar. Senja hari ini cantik sekali, sayang kalau dilewatkan.”

Elena tertegun. “Ke mana, Bu?”

“Ke danau,” jawab ibu Daniel ringan. “Hanya lima menit jalan kaki dari sini. Udara sore juga bagus untukmu, Elena.”

Daniel sempat ingin menolak. “Bu, Elena baru pulang dari rumah sakit, mungkin dia butuh istirahat—”

Namun Elena justru tersenyum kecil. “Tidak apa-apa, Daniel. Lagipula… sudah lama aku tidak melihat senja dengan tenang.”

Mereka bertiga pun berjalan bersama. Jalan setapak menuju danau dikelilingi pepohonan rindang, angin sore mengibaskan rambut Elena yang masih tergerai. Tak lama, danau itu tampak di depan mata—airnya memantulkan cahaya oranye keemasan, membuat suasana terasa damai.

Ibu Daniel duduk di bangku kayu tua, sementara Elena berdiri di tepi danau, menatap langit yang perlahan berubah warna
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Menikah Karena Visa   BAB 168 : Kisah Asmara CEO

    Pagi itu apartemen terasa lebih sepi dari biasanya. Elena sibuk memasukkan dokumen dan beberapa helai pakaian ke dalam koper kecil. Sementara Daniel hanya berdiri bersandar di pintu, memperhatikan tanpa banyak bicara. “Udah semua?” tanya Daniel datar, meski matanya sesekali melirik wajah Elena. Elena menutup resleting kopernya. “Iya… mungkin.” Suaranya pelan, nyaris seperti menghindari percakapan panjang. Mereka turun bersama-sama, lalu masuk ke mobil. Perjalanan ke bandara Molgrad terasa panjang padahal jalanan pagi itu cukup lengang. Tidak ada obrolan hangat seperti biasanya, hanya suara radio yang diputar pelan. Sesekali Daniel membuka mulut, lalu menutupnya lagi. Elena juga hanya menatap keluar jendela, seakan terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri. Setibanya di bandara, Daniel menurunkan koper Elena. “Jaga diri baik-baik di sana,” katanya singkat. Elena mengangguk, mencoba tersenyum. “Kamu juga… jangan terlalu memaksakan diri di kantor.” Keduanya berdiri canggung

  • Menikah Karena Visa   BAB 167 : Alicia dan Daniel

    Ia menepuk bahu Alicia pelan. “Karena kamu temanku. Dan aku nggak suka lihat kamu disakiti.” Dari kejauhan, Elena berdiri di balik kaca gedung, memperhatikan diam-diam. Ekspresinya sulit ditebak—antara iba, cemburu, dan ragu. Ia tahu Daniel tulus membantu Alicia, tapi tetap saja hatinya terasa perih melihat Daniel begitu dekat dengan perempuan lain. Elena akhirnya berbalik, masuk lebih dalam ke gedung, pura-pura sibuk dengan berkas di tangannya. Sementara itu, Alicia masih duduk dengan wajah rapuh, dan Daniel tetap di sisinya, berusaha menenangkan. Ruang rapat sore itu cukup tegang. Semua tim hadir, termasuk Alicia yang masih tampak murung setelah kejadian pagi tadi. CEO menatap Elena dengan penuh keyakinan. “Elena,” ucapnya sambil menyerahkan map tebal, “saya ingin kamu ikut ke luar kota. Ada proyek baru yang membutuhkan sentuhan desain secara langsung.” Elena terkejut. “Ke luar kota? Dalam waktu dekat, Pak?” CEO mengangguk mantap. “Besok pagi kita berangkat. Proyek ini

  • Menikah Karena Visa   BAB 166 : Tekanan Orangtua

    Di meja makan, suasana tidak jauh beda dari semalam. Elena duduk santai sambil memainkan sendok, sementara Alicia tampak manis tapi sesekali melirik Elena dengan tatapan penuh tanda tanya. Daniel? Dia mondar-mandir dari dapur ke meja, membawa roti bakar, kopi, dan teh hangat. “Ini… kopi tanpa gula untuk Elena. Dan ini… teh hangat untuk Alicia,” katanya, berusaha terdengar netral. Elena mengangkat alis, lalu tersenyum tipis. “Hmm… sepertinya kamu sudah hafal selera kami, Daniel.” Alicia langsung menimpali, “Iya, aku juga baru tahu kalau kamu bisa perhatian begini. Kalau dulu waktu kita kecil, kamu bahkan nggak bisa bikin mie instan.” Daniel terbatuk canggung. “Waktu kecil kan beda… sekarang aku harus bisa.” Ia buru-buru duduk, tapi jelas wajahnya menahan stres. Elena hanya menyeruput kopinya pelan-pelan. “Kemajuan yang bagus, Daniel.” Sementara Alicia menyandarkan dagu ke tangannya. “Aku jadi ingin lebih sering sarapan di sini.” Daniel hanya bisa menghela napas panjan

  • Menikah Karena Visa   BAB 165 : Perang Dingin

    Meja makan apartemen malam itu terasa sesak. Piring berisi makanan dari restoran sudah tertata, namun tidak ada yang benar-benar menikmati suapan pertamanya. Daniel membuka suara dengan hati-hati. “Elena… Alicia sedang ada masalah dengan keluarganya. Dia… minta izin untuk menginap sementara.” Elena berhenti mengaduk sup di depannya, menatap Daniel singkat lalu kembali menunduk. “Oh, gitu.” Suaranya datar, hampir tidak ada intonasi. Alicia menghela napas pelan lalu menatap Elena, sedikit ragu tapi akhirnya memberanikan diri bertanya. “Elena… maaf, aku boleh tanya sesuatu ngga?” Elena mendongak, tersenyum tipis. “Hmm.” “Aku cuma… heran. Kenapa kamu bisa keluar masuk apartemen Daniel dengan bebas? Bukannya dia tinggal sendiri?” Daniel yang sedang menyuap nasi hampir tersedak. Ia buru-buru minum air, memandang Elena dengan tatapan “tolong jangan buat masalah.” Elena tersenyum lebih lebar, meski jelas nada suaranya penuh sindiran. “Ah, itu. Aku sering ke sini… soalnya

  • Menikah Karena Visa   BAB 164 : Alicia Menginap

    Hari itu kantor terasa lebih sibuk dari biasanya. Proyek besar yang selama berminggu-minggu mereka kerjakan akhirnya mencapai tahap akhir. Para investor, termasuk Alicia, datang untuk memantau progres terakhir sebelum laporan final dibawa ke meja direksi. Elena duduk di kursi rapat panjang, matanya fokus menatap layar laptop sambil mengetik cepat. Beberapa dokumen menumpuk di sampingnya, dan jelas terlihat kalau dia sudah bekerja tanpa henti sejak pagi. Daniel duduk tidak jauh darinya, pura-pura sibuk memeriksa berkas lain. Namun dari sudut mata, ia memperhatikan Elena yang terus menghela napas kecil sambil memijat pelipis. Pelan-pelan, Daniel meraih botol air mineral dan menyodorkannya ke arah Elena. “Minum dulu,” bisiknya singkat, nyaris tak terdengar oleh orang lain. Elena menoleh sekilas, ekspresinya masih serius, tapi ia menerima botol itu dan berbisik balik, “Terima kasih.” Ia sempat meneguk sedikit, lalu kembali fokus ke layar. Daniel pura-pura sibuk lagi, padahal mat

  • Menikah Karena Visa   BAB 163 : Cemburu Berat

    Pintu kamar terbuka. Elena keluar dengan wajah tenang, ponsel sudah diletakkan di atas meja. Ia berjalan ke arah kulkas, mengambil botol minum lalu meneguknya pelan. Daniel yang sejak tadi duduk di sofa, menatap Elena tanpa berkedip. Rasa cemburu yang ia tahan meletup begitu saja. “Elena…” panggilnya pelan. Elena menoleh sebentar, lalu kembali fokus pada botol minumnya. “Apa?” jawabnya singkat, pura-pura cuek. Daniel berdiri, melangkah mendekat. “Kamu sengaja, ya? Telepon sepanjang jalan, sampai di kamar juga pakek ketawa-ketawa. Kayak aku nggak ada?” Elena terdiam, tidak menjawab. Ia hanya membuka kulkas lagi untuk mengembalikan botol minumnya, berusaha terlihat santai. Tanpa peringatan, Daniel mendorong pelan tubuh Elena hingga punggungnya menyentuh dinginnya pintu kulkas. Wajahnya mendekat, hanya beberapa senti dari wajah Elena. “Sengaja atau nggak, aku nggak peduli. Tapi aku serius, aku nggak sabar nunggu sampai hari itu datang… supaya kamu nggak bisa dekat sama siap

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status