Share

Tujuh

last update Last Updated: 2024-07-05 14:10:59

Gina mengembuskan napas perlahan. Ia mengenal suara itu yang tak lain adalah Guntara--mantan suaminya. Entah ada keperluan apa datang sepagi ini. Gedoran pintu rumah kontrakan Gina semakin keras.

"Mungkin lagi di kamar mandi, Mbak Salma-nya, Mas. Tadi, ada kok dan belum berangkat kerja," kata salah satu tetangga yang masih terdengar oleh Danu dan Salma.

"Oh, gitu? Atau sedang ada tamu. Ini ada sandal laki-laki," kata Guntara menunjuk sepasang sandal laki-laki yang ada di teras rumah kontrakan Salma.

"Waduh, kalo itu saya nggak tahu. Mungkin sandal orang yang kemarin membersihkan got depan itu. Got itu mampet dan banjir saat hujan," kata tetangga Salma yang memang tidak salah.

Guntara bukan cemburu, tetapi memang rasanya sangat aneh. Salma biasanya langsung membukakan pintu rumah ini. Kali ini tidak. Guntara hanya ingin membicarakan sesuatu pada Salma. Pagi adalah waktu yang tepat untuk bicara.

"Maaf, ada apa? Saya dari kamar mandi. Kebetulan perut saya tidak enak." Salma terpaksa keluar dan membuka pintu rumah kontrakannya.

Danu pun kalang kabut saat melihat siapa yang ada di luar. Ia pun segera berjalan ke belakang rumah Salma. Danu diam-diam keluar dari rumah Salma. Ia tidak mau kepergok sedang bersama dengan Salma.

"Aku nggak lama, Sal. Aku pengen kita rujuk." Ucapan Guntara sangat enteng.

Napas Salma kembang kempis mendengar ucapan Guntara. Mereka bercerai karena Salma dianggap mandul. Bahkan Guntara sudah menikah lagi dua tahun yang lalu. Apa kabar istri kedua Guntara jika tahu suaminya melamar mantan istrinya.

Danu terpaksa tidak memakai sandal saat meninggalkan rumah kontrakan Salma. Beruntung, nasi yang dimakannya sudah habis dan piring sudah berada di wastafel. Danu juga tidak mendengar obrolan antara mantan suami dan istri itu. Andai Danu mendengar, mungkin hatinya akan panas. 

"Mas, aku harus kerja. Sudah sangat terlambat saat ini. Untuk bahasan ini, maaf, aku tidak bisa." Salma langsung menolak tegas lamaran mendadak dari sang mantan suami itu. 

Guntara mengepalkan tangan karena menahan amarah. Ia yang tidak sabar dan memilih menceraikan Salma karena belum ada momongan di antara mereka. Hasutan sang ibu juga adiknya membuat ia mantap menceraikan Salma. Dari pernikahan keduanya juga, Guntara belum mendapatkan momongan.

"Aku antar sampai ke pabrik?" tawar Guntara sambil beranjak dari duduknya.

Helaan napas panjang keluar dari mulut Salma. Ia sulit memberikan pengertian pada mantan suaminya itu. Tanpa mereka sadar, ada sosok wanita yang diam-diam mendengarkan obrolan mereka. Aliyah--istri kedua Guntara yang kini mengusap air mata di pipi.

"Ada istri kamu, Mas." Salma menunjuk dengan dagu ke arah pintu di mana wanita itu berdiri.

Guntara jelas langsung menoleh dan terkejut. Rupanya diam-diam Aliyah mengikutinya sampai rumah ini. Guntara pun langsung keluar. Salma merasa lega saat mantan suaminya keluar. 

"Dan ...." Salma memanggil Danu sambil mencari keberadaan laki-laki yang baru saja menemaninya sarapan pagi.

Tidak ada jawaban dari Danu. Salma mencari hingga pintu belakang, nihil. Keberadaan Danu tidak ada. Salma hanya bisa mengembuskan napas panjang saat ini.

'Kamu pergi nggak pamit sama sekali.' Salma kesal karena tidak mendapati kekasihnya itu.

Salma segera mengeluarkan motor matic barunya. Ia membeli dengan uang cash setelah menjual motor lamanya. Salma beberapa waktu yang lalu juga sedang mencari rumah tinggal. Ia berpikir akan membeli rumah daripada terus-menerus mengontrak.

"Kamu ngapain ngikutin aku sampai sini? Lancang!" Pertengkaran Guntara dan sang istri masih terdengar jelas oleh telinga Salma.

Salma berusaha cepat mengeluarkan motor dari teras rumah agar bisa segera meninggalkan rumah ini. Tidak etis rasanya ikut mendengar pertengakarab Guntara dan Aliyah. Sudah bukan urusan Salma lagi ketika pasangan suami dan istri itu bertengkar.

Dulu, Salma pernah memohon agar tidak diceraikan oleh Guntara. Ternyata, laki-laki itu tetap menceraikannya. Sakit? Sudah pasti. Salma bahkan keluar dari rumah besar Guntara tanpa sepeser uang sedikit pun empat tahun yang lalu.

Sementara itu, Danu kali ini berhenti di salah satu perumahan. Seperti biasa, ia menawarkan dagangannya. Lumayan, sepertiga dagangannya laku. Setidaknya masih ada sedikit laba yang diterimanya. Laba yang rencananya akan digunakan untuk menambah uang kulakan.

"Mas Danu, kok tumben jualan di sini?' tanya salah satu warga kompleks perumahan ini.

"Iya, tadi sekalian lewat. Kalo mau ke pabrik belum jadwal pulang atau istirahat. Nunggu di depan pabrik juga lumayan panas dan lama," jawab Danu ramah pada pembelinya.

"Syukur deh kalo sambil datang ke sini. Nggak repot lagi harus ke pasar kalo mau beli buah." Pembeli itu memang berlangganan buah pada Danu sejak lama. "Ini manggis dan mangga, berapa?" tanyanya lagi sambil mengambil dua bungkusan buah itu.

"Totalnya empat puluh ribu, itu udah saya kasih potongan. Mangga lagi mahal soalnya," kata Danu sengaja mengatakannya sebagai politik dagang.

Pembeli itu mengangsurkan uang pecahan lima puluh ribu rupiah. Danu segera membungkus dua kantung buah itu. Buah yang dijual Danu selalu dalam keadaan masih baik. Oleh karena itu pembeli suka karena Danu dianggap pembeli yang jujur.

"Ini kembaliannya sepuluh ribu, ya. Terima kasih, Bu," kata Danu dengan ramah.

"Sama-sama, Pak Danu," jawab pembeli itu dengan ramah. 

Tak lama setelah pembeli itu pergi, ada banyak pembeli lain yang juga membeli dagangab Danu. Belum sampai siang, dagangan Danu hanya tinggal lima kantong buah saja. Mangga dua kantong, pepaya satu kantong, dan dua kantong manggis. Danu merasa jika Salma adalah sumber keberuntungannya, tetapi hatinya masih tetap milik Gina. 

Lima kantong buah itu pun akhirnya tidak ada yang membeli hingga waktu sore tiba. Sesuai dengan perjanjian, Danu akan singgah dulu di rumah Salma sebelum pulang. Salma jelas sangat bahagia karena sedang mabuk asmara. Pesona ketampanan Danu memang membuat janda tanpa anak itu lupa daratan.

"Itu buahnya sisa segitu aja, Dan?" tanya Salma saat Danu ada di depan pabriknya.

"Wah ... Salma kok akrab banget sama penjual buah ini?" Salah satu teman kerja Salma bertanya dengan nada biasa saja, tetapi sukses membuat Danu dan Salma kelabakan.

"Ini namanya Danu. Dia tinggal nggak jauh dari kontrakanku. Wajarlah, namanya tetangga makanya kelihatan akrab. Tenang, dia juga sudah nikah kok," kata Salma memberikan alibi agar teman-temannya tidak curiga.

Semua teman Salma hanya saling tatap saja. Antara percaya dan tidak karena gosip di pabrik sedang ramai; Salma menjadi biang keladi perceraian bos mereka. Akan tetapi, mereka tidak menemukan bukti perselingkuhan keduanya. Antara sang bos besar dan Salma bahkan tidak tampak ada affair. 

Entah berita dari mana, suatu ketika istri bos besar melabrak Salma. Tidak ada yang tahu obrolan antara dua wanita beda kelas itu. Satu hal yang pasti, setelah itu nama Salma langsung buruk. Gosip jahat itu penyebabnya terlepas dari benar atau tidaknya kejadian itu.

"Mas Danu, habis ini pulang bareng saya, ya. Saya mau ketemu Mbak Gina ada perlu." Suara perempuan itu membuat dada Salma seperti sesak mendadak. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   63

    Hujan turun deras malam itu, menampar atap kamar kontrakan tempat Gina tinggal. Suasana sunyi dan gelap, hanya disinari lampu temaram dari pojok ruangan. Gina duduk di pojok ranjang, memeluk lutut, tubuhnya terbungkus sweater lusuh warna abu. Raut wajahnya terlihat sendu, matanya sembab, bekas air mata masih tampak di pipinya.'Ternyata otak dan hati nggak sinkron. Mas Danu sama sekali tidak berubah.' Gina mengatakan dalam hati dengan sangat pilu. Gina masih sempat berpikir jika Danu akan berubah saat ia berangkat kerja ke luar negeri. Akan tetapi, justru Danu semakin parah. Entahlah apa yang ada di otak Danu saat ini. Cinta dalam hati Gina kini berubah menjadi sebuah kebencian mendalam. Sudah satu minggu berlalu sejak ia terakhir kali melihat wajah Danu. Satu minggu penuh dengan pergolakan batin, antara rindu, dan benci, antara luka dan keinginan untuk melupakan. Seharusnya ia bisa hidup tenang setelah lepas dari pernikahan pura-pura itu. Namun, kenangan tentang Danu terus berputa

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   62

    Malam telah jatuh dengan sempurna saat Gina melangkah keluar dari gedung restoran tempatnya bekerja. Lampu-lampu jalan menyinari aspal yang sedikit basah akibat hujan sore tadi. Langkahnya pelan, lelah menguasai setiap inci tubuhnya. Mata wanita itu sayu, wajahnya pucat, dan napasnya terdengar berat. Hampir dua bulan sudah ia hidup terpisah dari sang anak, Putri. Rindu itu tak pernah surut, malah semakin hari semakin menyesakkan.Gina selalu menaiki bus umum untuk mengantarnya sampai ke flat tempatnya mengontrak. Di dalam bus, ia merindukan sang anak--Putri. Ia butuh semangat, butuh kehangatan yang hanya bisa didapat dari suara dan wajah kecil yang sangat dirindukan. Putri adalah alasan Gina mau bekerja keras saat ini. “Assalamualaikum, Bunda!” sapa ceria Putri dari layar.Wajah mungil itu muncul dengan senyum lebar. Matanya berbinar, rambutnya ditata rapi dengan jepit warna merah muda. Di latar belakang, terlihat ruang tamu rumah Reza—kakaknya, tempat Putri sementara tinggal. Putri

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   61

    Malam itu, suasana di kantor polisi sangat berbeda dari biasanya. Lampu-lampu neon yang terpasang di langit-langit memantulkan cahaya terang yang terasa dingin, hampir seolah-olah menguatkan nuansa suram yang menyelimuti ruangan itu. Di sudut ruangan, Guntara duduk di kursi kayu keras, tangan terborgol, wajahnya tampak lelah dan kosong. Tidak ada sedikit pun ekspresi penyesalan yang terlukis di wajahnya, hanya kelelahan yang tampak menghantui setiap gerak-geriknya.Salma sudah tidak ada di sana. Ia menolak memberikan kesaksian atau bertemu dengan Guntara. Setelah kejadian tadi malam, Salma memilih untuk meninggalkan tempat itu dan kembali ke rumah salah satu warga. Meski di dalam dirinya masih ada rasa sakit yang mendalam, ia merasa lebih tenang di tempat yang jauh dari Guntara. Ia tahu, apapun yang terjadi, ia harus mengakhiri semua ini—kehadirannya di rumah itu, pertemuan mereka yang penuh amarah, dan hubungan yang sudah lama mati.Sementara itu, di kantor polisi, kegaduhan akibat p

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   60

    "Kamu benar-benar gila, Mas!" Salma berteriak dengan sangat kencang saat mereka berada di dalam rumah."Ya, aku memang gila!" bentak Guntara tak kalah keras dari Salma.Angin malam menyusup dari celah jendela kayu rumah bergaya minimalis yang berdiri di pinggiran kota. Rumah itu sunyi, hanya diisi oleh kenangan masa lalu yang tak pernah benar-benar mati. Dinding-dindingnya masih menyimpan gema tawa dan tangis, jejak-jejak cinta yang dulu pernah menyala, lalu padam tanpa aba-aba.Salma berdiri di ruang tengah, tubuhnya kaku, matanya menatap Guntara penuh kecurigaan. Ia masih mengenakan setelan santai, jaket krem menutupi gaun tidurnya. Rambutnya digerai, sebagian menutupi pipinya yang kini mulai memerah karena emosi yang tertahan. Laki-laki itu memang tidak bisa ditebak dan membuat Salma kehabisan kesabaran.“Kenapa kau bawa aku ke sini?” tanyanya, suaranya dingin, nyaris tanpa intonasi. “Kenapa bukan ke hotel atau tempat lain saja?”Guntara berdiri beberapa langkah darinya, tubuh tega

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Sembilan

    "Ibu dan yang lainnya sama saja. Mereka tidak akan membantu setiap masalahku, tapi sebaliknya, hanya menambah masalah!" Guntara sangat marah saat ini.Pekerjaan di kantor hari ini sangatlah banyak. Guntara bahkan melupakan jam istirahatnya. Ia tidak keluar untuk makan siang. Meski sudah bekerja dari pagi, tetap saja, pekerjaan itu belum selesai. Senja mulai menyelimuti langit dengan semburat jingga yang perlahan memudar. Udara di sekitar pabrik terasa penuh dengan debu dan bau besi yang khas. Para pekerja satu per satu keluar dari pintu produksi, wajah mereka tampak lelah setelah seharian bergulat dengan mesin dan pekerjaan berat. Lelah setelah bekerja seharian tampak pada wajah para pekerja itu. Di antara kerumunan itu, seorang pria tegap berdiri bersandar pada kap mobil hitamnya. Sorot matanya tajam, menelusuri wajah-wajah yang keluar dari dalam pabrik. Guntara menunggu dengan sabar, meski dadanya berdegup kencang. Dia tahu apa yang akan terjadi setelah ini tidak akan mudah, tetap

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Delapan

    "Ibu bukan nggak tahu kegilaanmu, Gun. Hanya saja, selama ini, Ibu diam dan sengaja menunggu kamu berubah. Tapi, ternyata tidak. Kamu justru semakin gila! Salma dan laki-laki itu sudah menikah!" Yulianti berbicara dengan nada penuh amarah pada sang anak. "Apa yang kamu harapkan dari wanita pelakor itu? Dia sengaja membuat istri laki-laki itu pergi!" bentak Yulianti dengan kasar dan keras."Ibu tahu dari mana mereka sudah menikah?" tanya Guntara yang tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.Yulianti menoleh lalu tersenyum sinis. Ia menertawakan sang anak yang tampak bodoh itu. Yulianti lantas mengatakan kalimat pedas yang membuat Guntara terdiam seketika. Fakta itu memang menyakitkan."Sejak lama Ibu sudah tahu. Kamu saja yang menutup mata dan telinga. Sudah benar membuang batu kali dan mendapatkan berlian, kamu malah memilih mengambil batu kali. Di mana otak kamu?" Yulianti mengatakan dengan nada keras. Ruangan rumah mewah itu terasa begitu tegang. Yulianti berdiri di tengah ruang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status