Pada mata hazel yang terbelalak, Kainan melihat seorang pria asing dalam keadaan terikat di atas kursi. Pria berjas mahal dengan tubuh proporsional duduk tenang meski dalam keadaan seperti itu.
Tidak terlihat jelas wajahnya, sebuah kain hitam menutup kedua mata miliknya. Kain itu hanya menyisakan sudut pipi dengan tulang rahang yang tegas, serta rambut bagian depan yang menjuntai menutupi keningnya.
Tidak akan ada yang menyangka bahwa pria dengan penutup mata itu adalah pria yang berperan sebagai ujung tombak sebuah perusahaan. Meski jabatannya hanya sebagai direktur utama, dia adalah pria yang cakap dalam pekerjaannya.
"Si-siapa?" Pertanyaan itu dilontarkan Kainan dengan nada tegang. Bahkan, dengan mata yang membulat sempurna. Kakinya kaku tidak bisa digerakkan, tetapi otak wanita itu sudah menemukan kewarasan. Efek mabuknya telah hilang bersama ketakutannya saat ini.
"Siapa kau? Apa maumu!" Bentakan lantang berasal dari pria itu. Meskipun begitu, sikap tenangnya berkebalikan dengan situasi saat ini.
Pria yang tidak juga menyebutkan namanya itu adalah Levin Gerald, pria lajang yang usianya sudah menginjak kepala tiga. Namun, wajahnya yang tampan mampu menyamarkan usianya.
"Si-siapa? A-aku?" Kainan menjawab dengan tidak mengerti. Ujung jarinya ditunjukkan pada dirinya sendiri, lalu menggeleng tanpa sempat menjawab pertanyaan pria asing itu.
Levin yang terikat terdiam sesaat. Dia sedang mengenali situasi yang terjadi padanya saat ini. Bukankah begitu aneh bahwa orang yang dikira Levin telah menyekap dirinya, justru terlihat tidak mengetahui apa pun.
Itu hal yang wajar bagi Levin. Dia tidak mengetahui apa yang terjadi sebelum dirinya jatuh pingsan. Seorang tidak dikenal memukulnya dengan benda tumpul hingga dia jatuh tak sadarkan diri. Sesaat setelah sadar, dia telah mendapati dirinya sudah terikat di suatu tempat yang tidak dikenal. Di tempat itulah Kainan datang tanpa tahu apa yang terjadi.
"Wanita?" ucapnya meraba dari suara Kainan. Dari sumber suara itu, Levin dapat mengetahui arah pergerakan Kainan yang mendekat. Terlihat jelas bahwa dia sedang dalam keadaan waspada. "Siapa yang memerintahkanmu? Apakah kakakku dibalik penculikan yang kau rencanakan?"
Kainan mengerjap tidak mengerti. Dia memiringkan wajah cantiknya dengan penuh tanya. "Apa maksudmu? Aku … menculikmu?"
Levin terdiam. Pria terikat itu kembali mengoreksi ucapannya yang salah. "Bukan kau yang melakukan itu?"
"Tentu saja tidak. Untuk apa aku menculik orang yang tidak aku kenal?" Kainan mendesah tidak percaya akan tuduhan pria itu. "Kalaupun aku diberi kesempatan untuk melakukan kejahatan, akan aku lakukan pada dua wanita menyebalkan itu."
Syeril dan Jenni adalah dua orang dalam gerutu Kainan. Begitu kesalnya wanita itu sehingga sosok mereka terbayang dalam situasi saat ini.
Levin tidak terlalu menanggapi ucapan Kainan yang tidak dimengerti. Dia mencoba membebaskan diri dari ikatan yang menjerat erat pada kedua tangannya. "Itu tidak penting sekarang. Bisakah kau membuka ikatan ini?"
"Ikatan? Apa kau orang jahat yang sengaja diikat? Apa kau akan menyerangku nantinya?" sanggah Kainan penuh dengan curiga.
Wanita berambut merah itu mendekat tepat di hadapannya. Dan ….
'Srak!'
Kainan membuka kain penutup mata Levin. Seketika itu, dua mata di antara mereka saling bertemu, bertatap lekat hingga hanya meninggalkan jeda untuk saling diam tidak berkomentar.
Pada mata hazel Kainan, dia dapat melihat iris hitam pria itu. Tatapan tajam dengan mata almond membuatnya terkesimah sesaat. Akan tetapi, wanita itu lebih terbuai dengan lekuk indah dari garis di wajahnya.
"Tampan," komentar Kainan yang menyadarkan kebisuan pria itu. Namun, wanita itu bereaksi dengan cepat. Dia menggeleng menyembunyikan wajahnya yang memerah. "Ah, kau tidak setampan itu. Mulutku hanya kelepasan bicara."
Levin terdiam. Pada mata gelap miliknya, dia dapat melihat seorang wanita dengan rambut merah sebahu, lengkap dengan gaun cocktail yang juga sama-sama merahnya. Pria itu tidak menghentikan tatapannya. Itu membuat Kainan menjadi salah tingkah. Dia menunduk dan menggosok kepalanya yang tidak gatal. Dalam gerakan itu, sesekali dia melirik wajah tampan pria di hadapannya.
"Apa kau bisa menjelaskan apa yang terjadi?" Kainan membuang wajah bodohnya menjauh pada Levin.
"Apa kau tidak melihat keadaanku? Lekaslah buka ikatan ini, bila tidak kau bisa pergi sesegera mungkin." Levin terlihat tenang, tetapi kenyataannya tidak seperti itu. Dia sedang resah memandang keluar jendela. Tepat pada sebuah jendela kecil yang ada dibelakangnya, pria itu memastikan bahwa si penculik sebenarnya belum juga datang.
"Aku hanya perlu melepaskan ikatanmu saja, kan?" Kainan merendahkan tubuhnya dan memastikan ikatan pada tangan Levin pada punggungnya. "Baik, akan aku lakukan. Aku juga bukan orang jahat yang tega meninggalkan orang sepertimu sendirian."
Kainan mulai melancarkan aksinya. Dia sedang berusaha membuka ikatan di tangan Levin. Namun, tidak mudah. Tali yang berukuran tebal itu terikat begitu erat.
"Bagaimana?” tagih Levin ikut memastikan.
"Tidak bisa." Lawan bicaranya menggeleng dengan wajah putus asa. Wanita itu kembali mencobanya. Namun, usahanya tidak berhasil lagi.
"Kau bisa menggunakan lighter untuk membuka tali itu," saran Levin. Kainan kembali menatapnya, mata hazel tampak cerah menyambut ide pria itu.
"Kau memilikinya?"
"Kau bisa mencari di dalam saku jasku dan-" Kata-kata dari Levin terhenti. Tanpa menunggu aba-aba, jari Kainan melesat masuk di dalam jas Levin.
"Ergh …," desah Levin dengan kepala terangkat. Matanya terpejam bersama perasaan menggelitik di sekitar tubuhnya.
"Pria mesum!" cerca Kainan membuyarkan kenyamanan Levin.
Pria itu tidak mengelak akan tuduhan Kainan. Dia lebih tertarik pada lighter yang sudah berpindah di tangan wanita itu.
"Kau mendapatkannya?" tanya Levin memastikan.
Kainan mengangguk senang. Sebuah benda kotak berwarna hitam dipamerkannya pada Levin. Benda itu adalah pemantik api yang selalu dibawanya dalam saku jas.
"Kau bukan perokok? Lalu untuk apa membawa lighter? Padahal, aku tidak menemukan satu batang pun rokok di dalam sakumu," kritik Kainan sambil memantik lighter.
Sebuah api muncul dari ujung benda itu. Dengan cekatan, Kainan membakar ujung tali secara perlahan.
"Diamlah! Jangan bergerak-gerak, kalau tidak tanganmu yang akan terbakar!" ancam Kainan pada Levin yang sebenarnya tidak bergerak sedikit pun.
Terlihat jelas rasa kesal pada ekspresi pria itu, tetapi diurungkan. Dia tampak sibuk berjaga dan memandangi jendela di belakangnya.
Tidak lama, sebuah cahaya datang dari luar jendela. Cahaya itu datang dari sorotan lampu mobil yang baru datang. Ada orang lain yang juga tiba di tempat itu. Bisa saja mereka adalah komplotan penculik yang sebenarnya. Seketika itu, ketenangan Levin terguncang. Dia kembali melihat Kainan yang belum juga berhasil melepaskan ikatan talinya.
"Pergilah! Kau harus pergi secepat mungkin!" Dengan ucapan lantang dan bernada rendah, Levin memerintahkan Kainan. Sontak saja mata hazel wanita itu terangkat pada Levin. Kainan memiringkan kepala. Dari ekspresinya, terlihat jelas bahwa dia tidak menyadari situasi yang sedang terjadi.
"Ikatanmu belum juga terbuka," gerutu wanita itu memandang Levin dengan putus asa.
"Itu tidak penting sekarang. Kau harus pergi, kalau tidak-"
'Tap! Tap! Tap!’
Derap suara langkah kaki mendekat dari luar pintu. Levin yang menyadari hal itu hanya bisa melihat Kainan dengan resah. Dia tahu saat ini nyawanya terancam, tetapi Levin tidak ingin menyeret wanita itu ke dalam masalahnya.
"Terlambat!" tegas Levin yang mendengar suara kaki itu lebih jelas. Dia harus segera mencari cara sebelum penculik sesungguhnya membuka pintu dan mendapati Kainan. Penjahat itu tidak akan tinggal diam. Saksi mata dalam kasus kejahatan akan mengancam kebebasannya. Menyapu bersih saksi mata bukanlah pekerjaan yang sulit untuk dilakukan.
Levin harus segera memikirkan cara untuk menyelamatkan wanita tidak bersalah itu. Dia melambungkan tatapannya di sekitar. Pria itu harus mencari tempat persembunyian yang aman untuk Kainan.
Suara langkah kaki itu berhenti tepat di balik pintu. Namun, Levin belum juga menemukan apa pun. Dalam ruangan kosong yang tidak memiliki perabotan, mustahil ada sedikit ruang untuk menyembunyikan wanita bertubuh ramping sepertinya.
"Sembunyi di balik pintu dan pergilah saat sudah tidak ada orang!" Lagi-lagi Levin memberikan perintah yang tidak dimengerti Kainan.
Ini adalah suasana genting di mana nyawa orang tidak bersalah seperti Kainan dipertaruhkan. Namun, wanita itu tidak menyadari bahaya yang dapat mengancam nyawanya. Sedetik dia terdiam, sedetik lagi dia mengeluh.
"Kau menyuruhku pergi? Tidak! Aku sudah bilang akan membantumu melepaskan ikatan ini," tolak Kainan tanpa berpikir. Wanita keras kepala itu membuat Levin kehabisan kata. Namun, dia harus segera membuat Kainan menuruti ucapannya.
"Pergi sekarang juga!" Itu adalah perintah Levin dengan nada tinggi.
Kainan terdiam sesaat. Pada mata pekat Levin terlihat jelas rasa khawatir yang tertuang dalam ekspresinya.
Selangkah Kainan mundur, selangkah lagi dia bersembunyi di balik pintu sesuai perintah Levin. Rupanya, gertakan pria itu begitu ampuh.
'Brak!'
Pintu terbuka dari luar, seorang pria gendut dengan penutup kepala datang. Pria itu terlihat tidak berbahaya, tetapi di ujung jarinya menggenggam sebuah senjata tajam.
Kainan yang bersembunyi hanya bisa menyaksikan saat pria itu hendak mengayunkan pisau. Ujung tajam dari benda itu siap menancap di dada kiri Levin.
Mata hazel Kainan terbelalak penuh ketakutan. Dia ingin menjerit, tetapi itu adalah hal yang tidak boleh dilakukannya. Kedua tangan wanita itu membungkam mulutnya sendiri. Dia juga ingin membungkam jantungnya agar suara debaran keras tidak terdengar di telinga penjahat itu.
Ujung pisau dari pria gemuk siap menancap pada sasaran dan ....
'Srak!'
“Levin Gerald Jawson, apakah kau berjanji akan setia dalam suka dan duka, dalam sehat dan sakit untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan.”Ucapan dari seorang pendeta di hadapan Levin membuat pernikahan itu menjadi sakral. Tidak ada satu pun yang berbicara, para undangan hanya memperhatikan kedua pengantin dalam balutan gaun putih. Begitu juga dengan Levin, dia terlihat tampan dengan sebuah rangkaian mawar kecil yang disematkan di lapel jas putihnya.Di samping Levin berdiri Kainan. Pria itu menggenggam tangannya seolah tidak ingin lagi kehilangannya. Sebuah tangan dengan ukuran yang lebih kecil dari miliknya itu adalah tangan seorang wanita yang untuk pertama kalinya Levin genggam.Pada mata hitam Levin yang pekat, terefleksikan senyum kecil Kainan dengan wajah merona merah. balutan gaun mermaid sederhananya tidak menghilangkan kesan mewah. Meskipun dia adalah sedikit dari banyaknya pengantin
Di tengah senyum mempelai pria, hati Levin sedang resah. Beberapa Kali mata hitamnya terlihat menatap pintu, terkadang dia menunduk untuk melihat arloji di tangan.“Aku belum melihat mempelai perempuan, aku pikir Kainan datang terlambat.” Suara dari pria pemilik Imperial Lux yang datang menghampiri Levin. Tampaknya dia terlihat terburu, meskipun begitu pria itu tidak bisa langsung pergi tanpa menampakkan wajahnya pada mempelai perempuan.“Tiga puluh menit dari acara yang sudah ditentukan, apa terjadi sebuah masalah?” desaknya yang membuat Levin tersudut. Namun, dia hanya membalas dengan senyuman. Sambil memastikan pada arlojinya sendiri, Levin menutupi rasa cemas. Dia mengambil dua gelas wine putih dan memberikannya pada pria itu.“Kenapa kita tidak menikmati waktu luang ini untuk bersu
‘Brak! Brak! Brak!’Di tengah kegaduhan itu, mata hazel Kainan terbuka perlahan. Sayup-sayup, wanita itu mengerjap sesaat. Penglihatan yang awalnya buram kini terlihat jelas. Namun, mata indahnya memicing melihat penjahat yang telah menculiknya menghajar seseorang secara membabi buta. Tidak terlihat jelas siapa, suasana gelap dan hanya seberkas cahaya kecil dari lampu kuning menghalangi penglihatannya.Kainan yang masih terduduk mencoba mengingat kembali apa yang terjadi padanya, tetapi dia tersadarkan akan suatu hal. Tubuhnya tidak bisa bergerak, sebuah ikatan dari tali membatasi pergerakannya. Seseorang telah mengikat tangan dan kakinya dengan rapat.“Siapa yang berani melakukan hal ini!” geramnya dalam hati. Namun, tidak ada satu pun jawaban yang ditemukan Kainan, kecuali gambaran pria yang telah menculiknya.‘Brak!’Wanita yang masih terikat itu tersentak kaget, dia melihat seseorang jatuh menabrak dirinya, lalu tersungkur tepat di bawah kakin. Kainan dapat m
'Brak!'Sebuah pukulan keras dilakukan Levin pada dinding di dekatnya yang tak berdosa.Pukulan itu membuat tangannya yang terkepal meneteskan cairan darah hingga memercik di atas lantai putih di dalam toilet itu. Perasaan gelisah bercampur mual tidak lagi bisa menutupi amarahnya. Tangan pria itu bergetar sambil mengarahkan tinjunya pada cermin, tubuhnya ambruk sesaat tetapi ditahannya dengan sisa tenaga.“Ceroboh! Aku ceroboh! Seharusnya aku sendiri yang menjemputnya!”Perasaan kesal atas kelemahannya sedang bergejolak di tengah amara. Tanpa adanya kemampuan berkelahi, pria itu tampak tidak berguna dalam keadaan seperti ini, seakan otot yang dimilikinya hanya sebagai aksesoris yang tertempel di tubuh.“Apa yang harus aku lakukan untukmu,” sesalnya pada dirinya sendiri.Levin sungguh ingin menyelamatkan calon istrinya, tetapi tindakan gegabahnya berhasil dicegah Elliot. Akhirnya, dia harus mengalah pada pria yang tidak disukainya untuk menggantikan kewajibann
Satu per satu tamu undangan datang dengan warna-warni gaun glamour dari berbagai desainer ternama. Para pria menggandeng mereka dengan jas mahal yang dikenakannya. Dengan senyum seramah mungkin dia menyalami Levin yang sudah siap menyambut.“Selamat atas pernikahan anda,” ucap pria yang tidak asing di mata Levin. Meskipun mereka tidak saling mengenal, wajah pria di depannya adalah pemilik Imperial Lux yang berpengaruh besar atas pernikahan Levin dan Kainan. Tentunya, Levin tidak akan pernah melupakan wajah itu. Wajah yang membuat pernikahan itu tetap terjadi seperti saat ini.Sebuah senyum ramah dari Levin adalah balasan untuk pria di hadapannya. sambil saling berjabat tangan, Levin mengucapkan terima kasihnya. Akan tetapi, pria pemilik Imperial Lux tidak puas dengan itu saja. Wajahnya tampak mendongak mencari seseorang di sekitar Levin.“Di mana mempelai wanitanya?” Terjawab sudah apa yang pria itu cari. Hubungannya dengan mempelai wanita cukuplah dekat. Meski hanya ter
Sebuah gedung penuh cahaya benderang di bawah sinar bulan, musik-musik siap diputar dengan lagu berkelas. Segala dekorasi bunga terlihat menghias setiap sudut ruangan, bersama renda-renda putih yang menjulur dari langit-langit tinggi gedung itu.Itu adalah gedung di mana nama Kainan dan Levin Gerald akan mengucapkan janji pernikahan mereka. Suasana masih sepi, belum ada undangan datang. Jam menunjukkan tiga jam sebelum dimulainya acara.Terlihat para pelayan sibuk menyiapkan sajian, beberapa sibuk memperbaiki dekorasi meja. Namun, pria berjas hitam dengan gaya parlente terlihat berdiri di sudut ruangan. Matanya berkeliaran memastikan semua berjalan lancar. Itu adalah tugas Elliot untuk mempersiapkan kebutuhan pernikahan Kainan. Meskipun saat ini dia lebih ingin ada di dekat Kainan, tetapi tugasnya sebagai sekretaris menuntut untuk berada di tempat ini dan mengawasi setiap detail persiapannya.“Apa kau semalaman tidak bisa tidur?” pertanyaan tiba-tiba Elliot saat menyampi