'Ini tidak baik!'
Beverley sungguh ingin berbalik dan melarikan diri. Namun, sepasang mata hitam itu seolah memakunya di tempat. Kakinya menjadi lemah dan dia ... dia tidak bisa melarikan diri!
Ya Tuhan, apa yang harus dia lakukan sekarang?
"Kenapa kau hanya diam?" bisik Emma penuh penekanan. Semua orang sudah menoleh dan menatap Beverley jadi dia tidak mau anak tirinya itu mempermalukannya.
Beverley menatap tajam pada Emma. Dia menggertakkan giginya penuh amarah. Ingin sekali dia mengutuk wanita itu, tetapi tidak bisa dilakukan karena semua orang sedang fokus pada kemunculannya.
Akhirnya dia memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Jika dia memang harus menikah dengan pria brengsek itu, maka jadilah itu. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk saat ini. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia benar-benar pasrah pada takdir.
Kakinya sangat enggan melangkah, tetapi itu terus dipaksakan sampai akhirnya dia tiba di depan pria itu. Brent Oliver. Pria bermata tajam yang selama beberapa bulan ini diam-diam selalu menghantuinya.
Kedua mata Beverley menjadi sedikit berkaca-kaca. Namun, dia segera menunduk untuk menyembunyikan perasaannya. Dalam hatinya, dia bertanya-tanya, bagaimana dia bisa berakhir di sini? Bersama pria brengsek itu, pria yang tiga bulan yang lalu pernah melecehkannya!
Ya. Itu benar. Tiga bulan yang lalu, dia pernah mengalami kejadian buruk yang hampir selalu menghantuinya. Kejadian di mana seorang pria mabuk mencoba menyetubuhinya secara paksa.
Dan pria ini ... sangat mirip dengan pelakunya! Sangat mirip!
Jika saat ini mereka bukan berada di altar pernikahan, maka dia akan meninju dan menendang pria itu. Dia akan memukul wajah tampannya itu dan mengubahnya menjadi pria jelek.
Napas Beverley naik-turun tidak menentu. Segala umpatan penuh amarah dan kebencian menggema di hati dan pikirannya.
Tidak, bahkan jika dia menikah dengan Brent, dia yakin, dia tidak akan pernah mencintainya.
Ya, bahkan jika mereka berbagi rumah yang sama, bahkan jika mereka berbagi ranjang yang sama, dia tidak akan pernah mengakui bahwa Brent adalah suaminya! Tidak akan!
Jika Beverley mengutuk Brent berkali-kali, maka Brent juga melakukan hal yang sama. Pria itu mengetatkan rahangnya, pertanda bahwa dia sedang memendam amarah. Dia marah pada siapa pun yang ada di sana, terlebih lagi pada wanita di hadapannya.
Bahkan jika wanita itu sangat cantik, bahkan jika wanita itu memiliki bokong dan dada yang sangat menggairahkan, dia bersumpah tidak akan pernah mencintainya. Tidak akan.
Hari ini, pernikahan ini dilakukan hanya untuk kepentingan reputasi keluarganya. Jika bukan karena itu, dia tidak akan pernah menikahi wanita bernama Beverley itu.
"Karena kedua mempelai sudah tiba di sini, maka pernikahan akan dimulai sekarang," ucap pemimpin upacara pernikahan. Itu bukan seorang pendeta, melainkan seseorang yang sudah diizinkan oleh hukum untuk memimpin pernikahan.
Beverley memejamkan matanya sesaat. Baiklah. Pernikahan bukanlah akhir dari segalanya, bukan akhir dari hidupnya. Setelah ini selesai, dia akan memaksa pria itu untuk menceraikannya. Mudah bukan?
Akhirnya pernikahan pun dilakukan. Segala sumpah pernikahan dan yang lainnya, Beverley hanya mengikuti instruksi pemimpin upacara. Setelah pertukaran cincin dilakukan, tiba saatnya untuk bertukar ciuman sebagai sepasang suami dan istri.
Konon ciuman pertama setelah upacara pernikahan dilakukan untuk menyegel cinta dan pernikahan kedua mempelai. Namun, jika Beverley dan Brent tidak saling mencintai, maka ciuman itu tidak perlu dilakukan bukan? Apanya yang perlu disegel?
Beverley ingin menolak bagian yang satu ini. Namun, Brent tiba-tiba maju dan menarik pinggangnya mendekat. Pria itu membungkuk sambil menekan tengkuknya. Pada akhirnya bibir mereka bertemu satu sama lain.
Kedua mata Beverley langsung melebar. Apa-apaan pria itu? Pikirannya menjadi semakin yakin. Tidak salah lagi, pria itu pastilah pria yang saat itu hampir menyetubuhinya secara paksa. Terbukti bagaimana pria itu sama sekali tidak menolak tradisi ciuman ini.
Dasar pria mata keranjang! Pria brengsek! Pria bajingan!
Beverley kembali mengutuk pria itu berkali-kali dalam hati. Hanya ketika pria itu melepaskan ciuman dan menatap tajam padanya, barulah nyalinya sedikit menciut.
"Bahkan jika kau tidak menyukai ini, bersikaplah seolah-olah kau suka. Jangan mengacaukan apa pun," desis Brent tepat di telinga Beverley. Nada suaranya terdengar sangat memaksa dan menuntut.
Beverley mengepalkan telapak tangannya. Setelah itu dia memaksakan senyumnya muncul. Suara sorakan dan tepukan tangan mulai terdengar dari barisan tamu undangan. Itu terdengar sangat menjengkelkan.
Apa yang membuat mereka bersorak? Apa yang membuat mereka bertepuk tangan? Apa mereka pikir ini adalah sesuatu yang sangat menggembirakan?
Tiba-tiba tangannya digenggam oleh Brent. Bukan genggaman, itu lebih seperti sebuah remasan keras. Pria itu sedang memaksanya untuk patuh dan bersikap layaknya sepasang suami istri yang baru menikah.
Kemudian pria itu merengkuh pinggangnya dan membawanya mendekati pria tua yang memegang tongkat kayu. Dia adalah Michael Oliver. Kedua pria itu saling berpelukan seolah ini benar-benar momen yang mengharukan.
Michael Oliver tersenyum pada Beverley. Pria itu memeluknya lalu berbisik, "Maaf, kau sudah menjadi korban di sini."
Beverley memandang Michael Oliver dengan ekspresi kaku. Dia ingin menanyakan sesuatu, tetapi Brent tiba-tiba menariknya pergi. "Bicarakan apa pun lain kali," katanya.
Brent sialan itu kemudian membawanya melewati para tamu. Beberapa orang melempari mereka dengan bunga dan biji gandum sebagai lambang kesuburan.
Beverley hanya berpura-pura tersenyum di bawah lemparan biji-biji gandum itu. Banyak yang memotret mereka dan mengucapkan selamat. Namun, dia tidak begitu tergerak. Dia hanya berpura-pura senang dengan mengucapkan terima kasih.
Pada saat itu Emma muncul di depannya. Senyum lebar tampak muncul di bibir wanita itu. "Selamat, Sayang. Akhirnya aku bisa menyaksikan hari bahagiamu ini," ucapnya yang kemudian memeluk Beverley.
"Cih." Beverley hanya berdecih pelan melihat akting Emma. Sangat pantas jika dia menyebutnya wanita ular.
Kemudian Emma tersenyum pada Brent. "Setelah ini aku akan merepotkanmu untuk menjaga Bev. Semoga pernikahan kalian akan menjadi pernikahan yang bahagia," ucapnya dengan senang. Brent hanya mengangguk pelan menanggapi itu.
Setelah beberapa saat akhirnya mereka berhasil keluar dari gedung pernikahan. Bawahan-bawahan Brent langsung menunjukkan mobil yang akan membawa mereka pergi.
Ada dekorasi bunga cantik di atas kap mobil yang berwarna putih. Harus diakui pernikahan ini seharusnya bisa menjadi pernikahan yang manakjubkan jika pengantinnya adalah orang yang saling mencintai.
Namun, bagi Beverley, pernikahan ini bukan hanya tidak menakjubkan, pernikahan ini justru sangat mengerikan. Bahkan mobil yang mewah itu terlihat sangat buruk untuknya.
Sambil mengangkat ujung gaunnya, dia masuk ke mobil. Dia bersandar di kursi mobil dan mengambil napas dalam-dalam. Rasanya sangat melelahkan.
Dia menoleh ke samping dan melihat Brent yang masuk dan duduk di sebelahnya. Pria itu segera menyuruh sang sopir untuk menjalankan mobilnya.
Sepanjang jalan, tidak ada sepatah kata pun yang mereka ucapkan. Beverley menatap ke luar jendela sambil meremas gaunnya sendiri. Semakin lama waktu berjalan, semakin marah pula perasaannya.
Apa pria itu tidak berniat meminta maaf padanya? Apa pria itu sudah lupa apa yang terjadi tiga bulan yang lalu? Kenapa Brent masih tidak mengatakan apa-apa tentang itu?
"Siapa namamu? Beverley?" Pria itu akhirnya membuka suara.
"Mm." Beverley hanya menjawab singkat.
"Kau tahu, pernikahan ini hanya pernikahan yang diatur. Jadi, aku memperingatkanmu untuk jangan mengharapkan apa pun dariku," ucap Brent dengan nada penuh peringatan.
Beverley langsung menoleh menatap pria itu. Ekspresinya menjadi begitu mengejek. "Kau pikir apa yang aku harapkan? Jika kau berpikir aku akan menjadi istri yang mengharapkan cinta sang suami, maka kau hanya bermimpi!"
Tatapan mata Brent menjadi dingin. "Kau berani berteriak di depanku?"
Beverley menelan ludahnya dengan gugup. Dia segera menggeser tempat duduknya menjauh dari Brent. Sialan! Dia takut pada pria itu.
Brent dan rekan-rekannya berhasil mengumpulkan bukti-bukti kejahatan Natalie dalam waktu tiga hari yang singkat. Mereka menyerahkannya kepada pihak kepolisian hingga akhirnya penangkapan pun dilakukan.Beverley ikut dalam penangkapan itu. Pada awalnya Brent melarangnya, tapi dia bersikeras ingin ikut. Dia ingin melihat apakah Natalie akan mengakui kejahatannya.“Dia memiliki niat untuk mencelakaimu, Sayang,” ucap Brent saat mobil yang mereka tumpangi sampai di apartemen Natalie. Dia menatap istrinya itu dengan lembut. “Jangan sampai dia melakukannya lagi.”“Jangan khawatir, Brent. Dia tidak akan melakukannya karena kita datang bersama petugas polisi.”Brent akhirnya mencium keningnya dengan penuh cinta. “Baiklah. Ayo turun.” Dia membuka pintu lalu menuntun Beverley keluar dari mobil.Beverley tertawa kecil. Sejak mengetahui kehamilannya, sikap Brent menjadi lebih lembut padanya. Pria itu juga akan mengabulkan apa pun keinginannya. Dia begitu manis dan penuh kasih sayang.Para petugas
Kematian Chris merupakan pukulan berat untuk Brent dan Michael. Chris telah banyak merugikan mereka dan menyebabkan banyak masalah untuk keluarga. Namun, mereka sama sekali tidak menginginkan kematiannya.Berhari-hari setelah proses pemakaman dilakukan, Brent menjadi sangat sibuk. Dia berjuang untuk menyelidiki siapa yang telah mendalangi kecelakaan itu. Pihak kepolisian melakukan penyelidikan, tapi dia tidak bisa hanya mengandalkan mereka.Karena masalah itu, waktunya untuk Beverley juga berkurang banyak. Wanita itu memakluminya. Namun, dia menjadi penasaran seserius apa masalahnya.Hampir tengah malam, Brent belum naik ke kamar tidur padahal dia sudah pulang dari kantor. Beverley menuruni tangga dengan hati-hati. Tidak ada seorang pun yang terlihat di mansion itu. Para pelayan sudah beristirahat.Dia mengintip ke luar halaman dan melihat mobil Ryan parkir di sana. ‘Mereka masih ada di sini,’ batin Beverley.Dengan hati-hati dia melangkah mendekati ruang baca yang jarang digunakan. I
Air mata menetes di wajah Brent. Dia langsung berbalik lalu memeluk Beverley. Tubuhnya gemetar dan dia menangis dalam diam.Beverley memeluk pria itu dengan erat. Dia mengerti kesedihannya. Brent biasanya terlihat begitu membenci Chris. Namun, pria itu selalu melindunginya.Semarah apa pun Brent, dia tidak pernah bertindak kejam atau terlalu jauh pada Chris. Ancaman-ancaman yang keluar dari mulutnya hanya kata-kata yang tidak sungguh-sungguh dia lakukan. Pria itu diam-diam selalu menyayangi saudaranya. Atau dia tidak pernah menyadarinya.“Aku tidak buru-buru untuk berdamai dengan dia. Kupikir … masih ada banyak waktu yang tersisa,” bisik Brent dengan mata terpejam.“Seharusnya aku tidak pergi ke New York. Itu pastilah tanda-tandanya," gumamnya.Beverley mengusap punggung Brent dengan lembut. Telapak tangannya merasakan jejak kain melintang di punggungnya. Keningnya berkerut dalam. Apakah yang Chris katakan benar? Dia mencoba mengesampingkan hal itu sementara.“Brent, bahkan jika kau t
Tubuh Chris tergeletak di tengah jalan. Darah segar mengalir dari kepalanya. Wajahnya bersimbah darah. Dia berdiam dan tak bergerak.Beverley gemetaran melihat apa yang baru saja terjadi. Wajahnya pucat pasi. “Tidak. Tidak. Chris, apa kau baik-baik saja?!”Dia mencoba berdiri, tapi kakinya sakit dan lemah. Perut dan kepalanya juga sakit. Dengan panik dia merangkak mendekati pria itu.Chris tersedak dan kehabisan napas. Beverley langsung menangis setelah melihat betapa buruknya kondisinya. Dia segera memegang tangannya.“Chris, aku akan memanggil bantuan. Tolong bertahanlah,” pintanya dengan suara bergetar. Dia segera mengambil ponselnya tapi Chris mencengkeram tangannya.“Beverley ….” Chris memanggilnya dengan lemah.“Jangan katakan sesuatu dulu, kumohon.” Beverley sambil menangis mencoba mengendalikan tangannya yang gemetar. Dia menekan nomor 911 dengan panik.“Maafkan aku … Bev,” bisik Chris dengan susah payah. Dia merasa tubuhnya melayang semakin tinggi. Dadanya sesak. Rasa sakit m
Upacara pemakaman untuk Emma dilakukan dengan cepat. James dan Beverley sepakat untuk membuat semuanya sederhana dan tidak mencolok. Mereka juga tidak mengundang banyak orang.Pemakaman itu dilakukan sehari kemudian. Beverley berdiri di belakang ayahnya yang berjongkok di dekat batu nisan. Upacara pemakaman itu sudah selesai. Orang-orang yang datang sebagian sudah pergi.Michael menghampiri Beverley. Pria tua itu menepuk pundaknya dan berbisik, “Brent seharusnya akan segera tiba di LA. Anak itu benar-benar ….”Beverley menggeleng dan tersenyum. “Dia mengalami beberapa kendala yang membuatnya tertunda. Tidak apa-apa. Lagi pula dia berada di negara bagian lain. Perjalanan pulang akan memakan waktu berjam-jam.”Kemarin Brent bilang akan segera pulang setelah rapat selesai. Namun, pria itu mengaku menemukan masalah serius yang mustahil untuk ditinggalkan. Akhirnya dia baru bisa kembali hari ini.“Aku senang karena kau memakluminya. Setelah Brent tiba di mansion nanti, aku akan langsung me
Keesokan harinya, sesuatu yang mengejutkan tiba-tiba terjadi. Pagi itu Beverley baru sampai di kafe Katy. Ponselnya berdering. Ada panggilan masuk dari James.“Sangat jarang James meneleponku,” gumamnya. Dia segera menjawab telepon itu. “Halo, Ayah.”Suara tangisan James tiba-tiba memasuki telinga Beverley. Pria itu tidak mengatakan apa-apa dan itu membuatnya khawatir. “Ayah, ada apa? Kenapa kau menangis?”James terisak. “Emma ….”“Kenapa dengan Emma?” Beverley segera berdiri dari kursi. Perasaannya menjadi tidak tenang. Apa sesuatu yang buruk telah terjadi?“Dia mengonsumsi begitu banyak obat-obatan terlarang. Dia overdosis, Bev,” bisik James dengan suara lemah.Beverley menggeleng tidak percaya. “Bagaimana … bagaimana mungkin?”Suara isak tangis James kembali terdengar bersama dengan suara keributan beberapa orang. Ada banyak orang di tempat di mana pria itu berada. Dan itu semakin membuat Beverley khwatir.“Ayah, di mana Ayah sekarang? Aku akan segera ke sana.”“Datanglah ke rumah,