Share

5. Kekasih Brent

Beverley memalingkan wajahnya ke luar jendela untuk menghindari tatapan tajam Brent. Keningnya langsung berkerut ketika menyadari bahwa mobil yang ditumpanginya bukan mengarah ke rumah Brent. Perasaannya menjadi cukup bingung. Ke mana pria itu akan membawanya pergi?

Meskipun merasa penasaran, Beverley menahan diri untuk tidak bertanya. Dia tidak ingin terlihat cemas atau khawatir di depan pria itu. Apa pun keadaannya, dia ingin menjadi wanita yang tenang dan acuh tak acuh.

Beberapa saat kemudian mobil mereka berhenti di basement sebuah hotel mewah. Brent menoleh untuk melihat Beverley. "Jangan pergi ke mana-mana. Tetap di sini dan jangan membuat masalah!" perintahnya dengan dingin.

Beverley tidak menjawab. Dia hanya mengamati kepergian pria itu dengan mata memicing. Ke mana pria itu akan pergi?

Tiba-tiba penglihatannya menangkap sesuatu yang mencurigakan. Jauh di depan sana, tampak Brent sedang menemui seorang wanita. Wanita itu mengenakan dress merah yang cukup terbuka. Jika tidak ada mantel yang melapisinya, mungkin tubuhnya sudah terekspose.

Wanita itu mengenakan kacamata hitam dan juga topi fedora hitam. Meskipun wajahnya cukup tersembunyi, tapi ada perasaan familiar bagi Beverley. Rasanya dia pernah melihat wanita itu. Tapi di mana?

Hal selanjutnya yang dia lihat menjadi semakin mengejutkan. Brent tampak menarik tubuh wanita itu ke dalam pelukan. Pria itu juga mencium pipi dan bibir merah wanita itu dengan sensual.

Anehnya wanita itu sama sekali tidak menolak. Justru dia balas memeluk tubuh Brent dengan hangat. Di basement itu memang cukup sepi karena mereka berada di tempat yang sangat pribadi. Bahkan mungkin tidak ada yang memerhatikan mereka sama sekali.

Beverley menyilangkan tangannya di depan dada. "Siapa wanita itu?" Dia bertanya pada sopir yang diam di kursi kemudi.

"Maaf, Ma'am, aku tidak bisa mengatakan itu. Mungkin kau bisa bertanya secara langsung pada Tuan Oliver," balas sopir itu.

Beverley memutar bola mata dengan malas. Tentu saja sopir itu tidak akan mau memberi tahu. Dia mengerutkan kening dan mulai menebak-nebak.

Mungkinkah wanita itu adalah kekasih Brent? Mungkin dia memang sudah memiliki kekasih. Ini bukan hal yang mustahil bukan? Atau mungkin pria itu juga bermain-main dengan banyak wanita? Lalu, bagaimana dia bisa terjebak dalam rumor gay?

Memikirkan itu semua membuat Beverley tidak habis pikir. Ya Tuhan, bagaimana dia bisa menikah dengan pria semacam Brent? Tidak adakah suami yang lebih bagus dari pria itu?

Dia kembali memerhatikan dua orang itu. Mereka tampak melangkah berdampingan memasuki elevator. Sepertinya mereka akan segera memasuki hotel. Untuk apa?

Pikiran Beverley menjadi liar. Dua orang, pria dan wanita, memasuki hotel bersama dengan cara yang intim. Apalagi yang bisa mereka lakukan jika bukan untuk urusan ranjang? Apalagi Brent adalah seorang bajingan.

Beverley menjadi kesal memikirkan itu. Bukan karena dia merasa cemburu, tetapi karena dia diminta menunggu di dalam mobil seperti orang bodoh.

Berapa lama dia harus menunggu? Apa Brent bahkan masih waras? Jika pria itu memang ingin berkencan dengan wanita lain maka seharusnya dia diantar pulang terlebih dahulu ke rumah. Bukan hanya dibiarkan di mobil seperti ini!

"Dasar pria brengsek!" umpat Beverley dengan kesal.

"Antar aku pulang sekarang!" perintahnya pada sang sopir.

"Ma'am, Tuan Oliver memintamu untuk tetap di sini. Aku tidak bisa—”

"Baiklah, baiklah! Lakukan sesukamu. Lebih baik kau jangan membantah bajingan itu. Tapi aku tetap akan pergi sekarang," ucap Beverley yang kemudian melangkah keluar dari mobil.

"Ma'am, ke mana kau akan pergi?" Sopir itu langsung keluar mobil. Dia bergerak menghalangi langkah Beverley. "Tolong tetap di dalam mobil. Tuan Oliver bisa marah."

"Aku tidak peduli. Bahkan jika dia marah, aku yang akan terkena amarahnya, bukan kau," balas Beverley dengan acuh tak acuh. "Sekarang lebih baik kau minggir. Aku bisa berteriak minta tolong jika aku mau."

Sopir itu tampak ragu-ragu. Ada sedikit keterkejutan di wajahnya. Dia pikir wanita di hadapannya itu akan merengek manja meminta diantarkan pulang. Namun, tidak. Beverley justru menyuruhnya untuk tetap di sana.

"Ma'am, tapi kau akan pergi ke mana?"

"Aku akan pergi ke mana pun yang aku mau. Jika dia bisa bersenang-senang dengan wanita lain, maka aku juga bisa bersenang-senang dengan pria lain," jawab Beverley yang kemudian menyeringai senang.

"Katakan pada bosmu. Jangan mencariku. Aku akan pulang sebelum malam tiba. Ah, tapi aku lupa. Sepertinya dia tidak akan mencariku." Beverley melengos pergi setelah mengatakan itu. Dia sama sekali tidak peduli dengan sang sopir yang tertegun.

"Apa mereka berdua masih waras?" Sopir itu menggelengkan kepala tidak mengerti. "Tuan Oliver yang tidak waras akhirnya bertemu dengan wanita yang tidak waras. Pantas saja mereka menikah ...."

Beverley tidak tahu apa yang sopir itu pikirkan. Dia melangkah pergi meninggalkan gedung hotel. Masih dengan gaun pengantin yang merepotkan itu, dia melangkah menyusuri jalanan. Sepatu hak tinggi yang dipakai membuatnya sedikit kesulitan, jadi dia melepasnya.

"Dia pikir aku ini apa? Apa dia pikir aku adalah wanita yang tidak berdaya? Huh, bahkan jika dia memiliki seribu kekasih aku tidak akan peduli!" ujarnya sambil terus melangkah.

Tujuannya saat ini bukan pergi bersenang-senang dengan pria lain, melainkan pergi ke kafe milik Katy. Daripada dia menjadi seorang istri yang menunggu suaminya bermesraan dengan wanita lain di hotel, lebih baik dia pergi menemui sahabatnya.

Di sepanjang jalan, orang-orang memandangnya dengan beragam ekspresi. Mungkin mereka heran melihat seorang wanita bergaun pengantin berjalan sendirian tanpa alas kaki.

Beverley segera menutup wajahnya dengan veil putih yang berenda. Bukan karena malu, dia hanya tidak ingin seseorang mengetahuinya sebagai istri Brent Oliver. Itu akan menjadi masalah untuknya.

Perlu waktu yang lama untuk sampai ke kafe Katy karena dia hanya berjalan kaki. Telapak kakinya mulai terasa sakit, tetapi dia tidak terlalu memedulikan itu. Rasa sakit seperti itu sama sekali tidak berarti jika dibandingkan dengan rasa sakit ketika di masa lalu dia kehilangan ibunya.

"Terserah, terserah apa yang akan kalian lakukan padaku. Tidak peduli apakah kalian menjualku, apakah kalian mengkhianatiku, atau apa pun itu, aku berjanji akan tetap hidup dengan baik. Aku tidak akan membunuh diriku sendiri hanya karena kalian melakukan hal-hal itu," ucapnya dengan datar.

Tidak ada emosi apa pun di wajahnya. Hatinya sudah terlalu mati rasa.

***

Sementara itu di kamar hotel, Brent mendorong wanita berpakaian merah itu ke atas ranjang. Tubuhnya mulai naik menindih tubuh wanita itu. "Berapa lama aku harus menunggu?"

"Brent, jangan katakan tentang itu sekarang. Hari ini aku sangat sakit hati melihatmu sudah menjadi suami wanita lain," balas wanita itu dengan cemberut.

"Tapi aku tidak mencintainya."

"Aku tahu. Kau hanya mencintaiku bukan?" Wanita itu membuka kacamatanya lalu melempar benda itu secara acak. Tangannya begerak meraba dada bidang Brent yang berada di atasnya.

"Brent, berjanjilah untuk tidak pernah jatuh cinta pada wanita itu."

Brent mencium bibir wanita itu. "Aku berjanji padamu, Nona Hale ...."

 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Julia Rain
Wkwk, ada alasan tersendiri kak
goodnovel comment avatar
Julia Rain
Wkwk, ada alasan tersendiri kak
goodnovel comment avatar
Puspita Adi Pratiwi
owh..bajingan klo emang punya kekasih sndiri ngapain mau nikah sama bevly knp ngk menikah dg kekasihnya ajj
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status