Beverley memalingkan wajahnya ke luar jendela untuk menghindari tatapan tajam Brent. Keningnya langsung berkerut ketika menyadari bahwa mobil yang ditumpanginya bukan mengarah ke rumah Brent. Perasaannya menjadi cukup bingung. Ke mana pria itu akan membawanya pergi?
Meskipun merasa penasaran, Beverley menahan diri untuk tidak bertanya. Dia tidak ingin terlihat cemas atau khawatir di depan pria itu. Apa pun keadaannya, dia ingin menjadi wanita yang tenang dan acuh tak acuh.
Beberapa saat kemudian mobil mereka berhenti di basement sebuah hotel mewah. Brent menoleh untuk melihat Beverley. "Jangan pergi ke mana-mana. Tetap di sini dan jangan membuat masalah!" perintahnya dengan dingin.
Beverley tidak menjawab. Dia hanya mengamati kepergian pria itu dengan mata memicing. Ke mana pria itu akan pergi?
Tiba-tiba penglihatannya menangkap sesuatu yang mencurigakan. Jauh di depan sana, tampak Brent sedang menemui seorang wanita. Wanita itu mengenakan dress merah yang cukup terbuka. Jika tidak ada mantel yang melapisinya, mungkin tubuhnya sudah terekspose.
Wanita itu mengenakan kacamata hitam dan juga topi fedora hitam. Meskipun wajahnya cukup tersembunyi, tapi ada perasaan familiar bagi Beverley. Rasanya dia pernah melihat wanita itu. Tapi di mana?
Hal selanjutnya yang dia lihat menjadi semakin mengejutkan. Brent tampak menarik tubuh wanita itu ke dalam pelukan. Pria itu juga mencium pipi dan bibir merah wanita itu dengan sensual.
Anehnya wanita itu sama sekali tidak menolak. Justru dia balas memeluk tubuh Brent dengan hangat. Di basement itu memang cukup sepi karena mereka berada di tempat yang sangat pribadi. Bahkan mungkin tidak ada yang memerhatikan mereka sama sekali.
Beverley menyilangkan tangannya di depan dada. "Siapa wanita itu?" Dia bertanya pada sopir yang diam di kursi kemudi.
"Maaf, Ma'am, aku tidak bisa mengatakan itu. Mungkin kau bisa bertanya secara langsung pada Tuan Oliver," balas sopir itu.
Beverley memutar bola mata dengan malas. Tentu saja sopir itu tidak akan mau memberi tahu. Dia mengerutkan kening dan mulai menebak-nebak.
Mungkinkah wanita itu adalah kekasih Brent? Mungkin dia memang sudah memiliki kekasih. Ini bukan hal yang mustahil bukan? Atau mungkin pria itu juga bermain-main dengan banyak wanita? Lalu, bagaimana dia bisa terjebak dalam rumor gay?
Memikirkan itu semua membuat Beverley tidak habis pikir. Ya Tuhan, bagaimana dia bisa menikah dengan pria semacam Brent? Tidak adakah suami yang lebih bagus dari pria itu?
Dia kembali memerhatikan dua orang itu. Mereka tampak melangkah berdampingan memasuki elevator. Sepertinya mereka akan segera memasuki hotel. Untuk apa?
Pikiran Beverley menjadi liar. Dua orang, pria dan wanita, memasuki hotel bersama dengan cara yang intim. Apalagi yang bisa mereka lakukan jika bukan untuk urusan ranjang? Apalagi Brent adalah seorang bajingan.
Beverley menjadi kesal memikirkan itu. Bukan karena dia merasa cemburu, tetapi karena dia diminta menunggu di dalam mobil seperti orang bodoh.
Berapa lama dia harus menunggu? Apa Brent bahkan masih waras? Jika pria itu memang ingin berkencan dengan wanita lain maka seharusnya dia diantar pulang terlebih dahulu ke rumah. Bukan hanya dibiarkan di mobil seperti ini!
"Dasar pria brengsek!" umpat Beverley dengan kesal.
"Antar aku pulang sekarang!" perintahnya pada sang sopir.
"Ma'am, Tuan Oliver memintamu untuk tetap di sini. Aku tidak bisa—”
"Baiklah, baiklah! Lakukan sesukamu. Lebih baik kau jangan membantah bajingan itu. Tapi aku tetap akan pergi sekarang," ucap Beverley yang kemudian melangkah keluar dari mobil.
"Ma'am, ke mana kau akan pergi?" Sopir itu langsung keluar mobil. Dia bergerak menghalangi langkah Beverley. "Tolong tetap di dalam mobil. Tuan Oliver bisa marah."
"Aku tidak peduli. Bahkan jika dia marah, aku yang akan terkena amarahnya, bukan kau," balas Beverley dengan acuh tak acuh. "Sekarang lebih baik kau minggir. Aku bisa berteriak minta tolong jika aku mau."
Sopir itu tampak ragu-ragu. Ada sedikit keterkejutan di wajahnya. Dia pikir wanita di hadapannya itu akan merengek manja meminta diantarkan pulang. Namun, tidak. Beverley justru menyuruhnya untuk tetap di sana.
"Ma'am, tapi kau akan pergi ke mana?"
"Aku akan pergi ke mana pun yang aku mau. Jika dia bisa bersenang-senang dengan wanita lain, maka aku juga bisa bersenang-senang dengan pria lain," jawab Beverley yang kemudian menyeringai senang.
"Katakan pada bosmu. Jangan mencariku. Aku akan pulang sebelum malam tiba. Ah, tapi aku lupa. Sepertinya dia tidak akan mencariku." Beverley melengos pergi setelah mengatakan itu. Dia sama sekali tidak peduli dengan sang sopir yang tertegun.
"Apa mereka berdua masih waras?" Sopir itu menggelengkan kepala tidak mengerti. "Tuan Oliver yang tidak waras akhirnya bertemu dengan wanita yang tidak waras. Pantas saja mereka menikah ...."
Beverley tidak tahu apa yang sopir itu pikirkan. Dia melangkah pergi meninggalkan gedung hotel. Masih dengan gaun pengantin yang merepotkan itu, dia melangkah menyusuri jalanan. Sepatu hak tinggi yang dipakai membuatnya sedikit kesulitan, jadi dia melepasnya.
"Dia pikir aku ini apa? Apa dia pikir aku adalah wanita yang tidak berdaya? Huh, bahkan jika dia memiliki seribu kekasih aku tidak akan peduli!" ujarnya sambil terus melangkah.
Tujuannya saat ini bukan pergi bersenang-senang dengan pria lain, melainkan pergi ke kafe milik Katy. Daripada dia menjadi seorang istri yang menunggu suaminya bermesraan dengan wanita lain di hotel, lebih baik dia pergi menemui sahabatnya.
Di sepanjang jalan, orang-orang memandangnya dengan beragam ekspresi. Mungkin mereka heran melihat seorang wanita bergaun pengantin berjalan sendirian tanpa alas kaki.
Beverley segera menutup wajahnya dengan veil putih yang berenda. Bukan karena malu, dia hanya tidak ingin seseorang mengetahuinya sebagai istri Brent Oliver. Itu akan menjadi masalah untuknya.
Perlu waktu yang lama untuk sampai ke kafe Katy karena dia hanya berjalan kaki. Telapak kakinya mulai terasa sakit, tetapi dia tidak terlalu memedulikan itu. Rasa sakit seperti itu sama sekali tidak berarti jika dibandingkan dengan rasa sakit ketika di masa lalu dia kehilangan ibunya.
"Terserah, terserah apa yang akan kalian lakukan padaku. Tidak peduli apakah kalian menjualku, apakah kalian mengkhianatiku, atau apa pun itu, aku berjanji akan tetap hidup dengan baik. Aku tidak akan membunuh diriku sendiri hanya karena kalian melakukan hal-hal itu," ucapnya dengan datar.
Tidak ada emosi apa pun di wajahnya. Hatinya sudah terlalu mati rasa.
***
Sementara itu di kamar hotel, Brent mendorong wanita berpakaian merah itu ke atas ranjang. Tubuhnya mulai naik menindih tubuh wanita itu. "Berapa lama aku harus menunggu?"
"Brent, jangan katakan tentang itu sekarang. Hari ini aku sangat sakit hati melihatmu sudah menjadi suami wanita lain," balas wanita itu dengan cemberut.
"Tapi aku tidak mencintainya."
"Aku tahu. Kau hanya mencintaiku bukan?" Wanita itu membuka kacamatanya lalu melempar benda itu secara acak. Tangannya begerak meraba dada bidang Brent yang berada di atasnya.
"Brent, berjanjilah untuk tidak pernah jatuh cinta pada wanita itu."
Brent mencium bibir wanita itu. "Aku berjanji padamu, Nona Hale ...."
Hari itu kafe Katy tampak cukup ramai. Ketika Beverley tiba di sana, para pengunjung dan pegawai kafe langsung menoleh ke arahnya. Penampilannya saat ini terlalu mencolok dan itu membuatnya sulit untuk diabaikan.“Oh, astaga!” Katy yang awalnya sedang merekap data-data keungan langsung berlari mendekati Beverley. Ekspresinya tampak terkejut dan khawatir. “Sayang, apa yang terjadi padamu?!”Beverley menggeleng dengan lemas sebelum akhirnya duduk di kursi yang cukup jauh dari para pengunjung kafe. Keringat sudah membasahi tubuhnya. Dia merasa lelah dan haus setelah berjalan begitu jauh.“Tolong beri aku air dingin,” pintanya pada Katy. Dia melepaskan veil putih dari kepalanya dan beberapa aksesori rambut lainnya.Tanpa banyak bertanya Katy segera memerintahkan pegawai kafenya untuk mengambilkan air dingin untuk Beverley. Beberapa saat kemudian sebotol air dingin sudah diletakkan di atas meja.Beverley segera menenggak air minum itu. Akhirnya rasa hausnya berhasil dipuaskan. Dia menghela
Tatapan Brent menjadi lebih dingin. Dia mengambil ponsel lalu meletakkannya dengan kasar di atas meja.“Apa kau tahu statusmu sekarang?” dia bertanya sambil menahan geraman. Otot-otot di lehernya tampak mengencang. Jelas sekali dia sangat marah.Beverley melirik ponsel Brent hanya untuk melihat fotonya di sana. Foto saat dia masih mengenakan gaun pernikahan, di pinggir jalan, berantakan dan tanpa alas kaki. Sebagian wajahnya tertutup oleh cadar, tapi gaun pengantinnya yang spektakuler itu pasti akan dikenali oleh orang-orang di kalangan komunitas bisnis.‘Kenapa itu terlihat seperti gaun mempelai wanita Mr. Oliver?’‘Apakah istri Mr. Oliver melarikan diri dari pernikahannya atau apa?’Mungkin orang-orang akan berpikir seperti itu jika foto itu berhasil debut di media sosial. Yeah, kecuali mereka berpikir Brent memesan gaun pasaran dengan sepuluh desain yang sama. Tapi itu jelas tidak tampak seperti gaya arogan Mr. Brent Oliver.Beverley merasa sedikit puas melihat amarah Brent. Meskip
Suasana kembali hening. Beverley meletakkan garpunya lalu menyentuh map hitam di atas meja. Membayangkan isinya saja sudah membuat kepalanya mati rasa. Kenapa pria itu begitu menyebalkan?Halaman pertama: Istri harus bersikap baik pada suami dan keluarga suami.Beverley mendengkus.Halaman ke dua: Istri harus bersikap selayaknya istri yang seharusnya ketika muncul di depan publik.Beverley kembali mendengkus. Wajahnya menjadi semakin cemberut.Halaman ke tiga: Istri tidak boleh ikut campur pada masalah pribadi suami, dan suami akan melakukan hal yang sama.Kali ini Beverley setuju. Itu artinya mereka tidak akan ikut campur urusan pribadi satu sama lain. Kemudian dia membuka lembar selanjutnya.Halaman ke empat: Istri tidak boleh bepergian sendirian di malam hari.“Tidak bisa!” Beverley memprotes. “Kenapa aku tidak boleh bepergian di malam hari?”Brent menatapnya dengan datar. “Kecuali kau mau diculik atau dicelakai oleh saingan-saingan bisnisku. Dan jika itu terjadi, aku tidak akan pe
“Oh, bukankah itu istri barumu yang ketahuan berjalan kaki dengan mengenakan gaun pengantin?”Suara pacar Brent terdengar nyaring hingga Beverley bisa mendengarnya. Nadanya sarkas dan mengejek. Itu sedikit menjengkelkan, tapi Beverley tidak ingin berurusan dengannya. Dia hanya menyipitkan mata, lalu berjalan pergi.“Tunggu dulu!” Pacar Brent mencoba menghentikan Beverley. Dia berjalan mendekatinya sambil menggandeng tangan Brent.“Nona Holmes, kenapa kau begitu terburu-buru?”Beverley menarik napas panjang. Dia menghentikan langkah kakinya tanpa berbalik ke belakang. “Maaf, tapi saya memiliki urusan lain yang lebih penting.”“Oh, Brent sayang, lihatlah bagaimana istrimu berbicara denganku. Dia bahkan tidak mau melihatku.” Natalie mengeluh pada Brent dengan manja. Pria itu mencium bibirnya sekilas lalu berjalan mendekati Beverley.“Ke mana kau akan pergi?”“Sayangnya ini adalah hari kerja. Jadi, aku harus berangkat bekerja,” jawab Beverley dengan acuh tak acuh. Dia bersiap untuk melanj
Beverley merasa sangat kesal dan cemas. Dia mempertahankan dirinya untuk tetap diam di sepanjang jalan sampai akhirnya mobil yang dia tumpangi sampai di kantor kepolisian terdekat. Dia baru akan turun ketika Brent tiba-tiba mengulurkan tangan padanya."Apa?!" Dia langsung bertanya."Pinjamkan aku ponselmu," ucap Brent."Untuk apa?"Brent mendengkus. "Kau akan tahu nanti."Dia ragu-ragu sejenak. Tapi setelah berpikir selama beberapa saat, akhirnya dia memberikan ponselnya padanya. "Jangan menggunakannya untuk macam-macam!"Brent hanya meliriknya dengan sinis sebelum turun dari mobil. Dia mendial beberapa nomor untuk menelepon seseorang. Beberapa saat kemudian, Beverley mendekatinya tepat setelah dia selesai menelepon."Siapa yang kau panggil?""Seseorang yang lebih berguna," jawab Brent tanpa ekspresi. Kata-katanya hanya terdengar seolah Beverley sama sekali tidak berguna. Itu membuatnya merasa semakin kesal.'Bukankah kau yang sudah menyebabkan ini semua? Kau bahkan harus meminta bant
Beverley berdiri diam di depan sebuah club malam besar yang terlihat mewah dan berkelas. Gedung yang terdiri dari lima lantai itu terlihat cukup tertutup. Cat temboknya didominasi dengan warna hitam dan kuning keemasan.Lampu-lampu kuning keemasan menghiasi bagian depannya. Tulisan “The Paradisus” di bagian atas depannya terlihat sangat elegan. Orang akan tahu itu adalah club malam untuk orang-orang kalangan atas hanya dengan sekali lihat.Dia menatap ke atas dengan datar. Bukankah Brent ingin mengajaknya bertemu dengan musuhnya? Kenapa dia membawanya ke club malam?“Cepatlah!”Brent yang sudah berjalan mendahuluinya berbalik menatapnya. Kepalanya miring sedikit, keningnya berkerut dalam. Tiba-tiba pria itu melangkah mendekat.“Brent, apa kau serius?”Beverley melangkah mundur satu kali, lalu merapikan dressnya beberapa kali. Ya, dress! Sebelum pergi ke club malam ini, Brent memaksanya untuk mengubah penampilannya. Dia tidak bisa menolak keinginan pria itu.Dress maroon yang dia pakai
“Oh, benarkah? Istri barumu?”David menunjukkan ekspresi terkejut setelah mendengar pernyataan Brent. Namun, itu hanya pura-pura. Pada kenyataannya hampir semua orang yang mengenal Brent sudah mendengar kabar tentang pernikahannya. Apalagi ada media khusus para pebisnis yang menyebarkan beritanya.“Aku sudah menyembunyikan Beverley terlalu lama. Bukankah aku akan menjadi pria bajingan jika tidak segera menikahinya?” tanya Brent sambil menyeringai pada David. Tangan kirinya dengan lembut membelai rambut panjang wanita di pangkuannya.Beverley hanya bisa menelan ludahnya. Dia diam-diam mencengkeram jas Brent hingga kusut. Apakah sekarang dia harus mengikuti permainan pria itu?“Oh, jadi namanya Beverley. Nama yang cantik, sama seperti orangnya.” David tersenyum penuh arti. “Kenapa kau tidak memperkenalkan kami satu sama lain?”Brent mengangkat salah satu sudut alisnya. Dia menatap Beverley lalu mengangkat dagunya dengan lembut. “Sayang, apa kau ingin berkenalan dengannya?”Pertanyaan it
Beverley hanya bisa terdiam dengan tubuh kaku. Hatinya dipenuhi dengan kepahitan ketika melihat Brent sedang menuangkan wine untuk dirinya sendiri. Di seberangnya, David tampak tersenyum puas dengan keputusan Brent.“Mrs. Oliver, kenapa kau tidak ikut bergabung dengan kami?” Salah satu wanita penghibur di samping David bertanya dengan santai. “Setidaknya kau harus mendukung suamimu, kan?”Beverley menarik napas dalam-dalam. Akhirnya dia kembali duduk. Namun, dia tidak mengatakan apa-apa, hanya memerhatikan bagaimana Brent akan bermain.Brent dan David menenggak satu gelas wine secara bersamaan. Keduanya saling menatap dalam-dalam. “Ini adalah permainan yang kekanakan,” katanya.David menyeringai. Dia memberi kode pada salah satu wanitanya untuk membantu menuangkan wine untuk mereka berdua. Kemudian mereka kembali menenggak wine itu secara bersamaan.“Mungkin ini kekanakan, tapi apa yang kau pertaruhkan bukan hal sepele,” jawab David.“Kau benar-benar brengsek.” Brent berkata sebelum m