Air mata menetes di wajah Brent. Dia langsung berbalik lalu memeluk Beverley. Tubuhnya gemetar dan dia menangis dalam diam.Beverley memeluk pria itu dengan erat. Dia mengerti kesedihannya. Brent biasanya terlihat begitu membenci Chris. Namun, pria itu selalu melindunginya.Semarah apa pun Brent, dia tidak pernah bertindak kejam atau terlalu jauh pada Chris. Ancaman-ancaman yang keluar dari mulutnya hanya kata-kata yang tidak sungguh-sungguh dia lakukan. Pria itu diam-diam selalu menyayangi saudaranya. Atau dia tidak pernah menyadarinya.“Aku tidak buru-buru untuk berdamai dengan dia. Kupikir … masih ada banyak waktu yang tersisa,” bisik Brent dengan mata terpejam.“Seharusnya aku tidak pergi ke New York. Itu pastilah tanda-tandanya," gumamnya.Beverley mengusap punggung Brent dengan lembut. Telapak tangannya merasakan jejak kain melintang di punggungnya. Keningnya berkerut dalam. Apakah yang Chris katakan benar? Dia mencoba mengesampingkan hal itu sementara.“Brent, bahkan jika kau t
Kematian Chris merupakan pukulan berat untuk Brent dan Michael. Chris telah banyak merugikan mereka dan menyebabkan banyak masalah untuk keluarga. Namun, mereka sama sekali tidak menginginkan kematiannya.Berhari-hari setelah proses pemakaman dilakukan, Brent menjadi sangat sibuk. Dia berjuang untuk menyelidiki siapa yang telah mendalangi kecelakaan itu. Pihak kepolisian melakukan penyelidikan, tapi dia tidak bisa hanya mengandalkan mereka.Karena masalah itu, waktunya untuk Beverley juga berkurang banyak. Wanita itu memakluminya. Namun, dia menjadi penasaran seserius apa masalahnya.Hampir tengah malam, Brent belum naik ke kamar tidur padahal dia sudah pulang dari kantor. Beverley menuruni tangga dengan hati-hati. Tidak ada seorang pun yang terlihat di mansion itu. Para pelayan sudah beristirahat.Dia mengintip ke luar halaman dan melihat mobil Ryan parkir di sana. ‘Mereka masih ada di sini,’ batin Beverley.Dengan hati-hati dia melangkah mendekati ruang baca yang jarang digunakan. I
Brent dan rekan-rekannya berhasil mengumpulkan bukti-bukti kejahatan Natalie dalam waktu tiga hari yang singkat. Mereka menyerahkannya kepada pihak kepolisian hingga akhirnya penangkapan pun dilakukan.Beverley ikut dalam penangkapan itu. Pada awalnya Brent melarangnya, tapi dia bersikeras ingin ikut. Dia ingin melihat apakah Natalie akan mengakui kejahatannya.“Dia memiliki niat untuk mencelakaimu, Sayang,” ucap Brent saat mobil yang mereka tumpangi sampai di apartemen Natalie. Dia menatap istrinya itu dengan lembut. “Jangan sampai dia melakukannya lagi.”“Jangan khawatir, Brent. Dia tidak akan melakukannya karena kita datang bersama petugas polisi.”Brent akhirnya mencium keningnya dengan penuh cinta. “Baiklah. Ayo turun.” Dia membuka pintu lalu menuntun Beverley keluar dari mobil.Beverley tertawa kecil. Sejak mengetahui kehamilannya, sikap Brent menjadi lebih lembut padanya. Pria itu juga akan mengabulkan apa pun keinginannya. Dia begitu manis dan penuh kasih sayang.Para petugas
“Menikah?!” Beverley, perempuan berambut cokelat itu hampir tidak percaya dengan pendengarannya sendiri. Tatapannya dipenuhi dengan kebingungan sekaligus keterkejutan.“Jika aku menikah, bagaimana aku bisa bekerja dan mengumpulkan uang untuk mengobati ayah?”Ibunya yang bernama Emma mulai merasa kesal. ”Itulah kenapa aku ingin kau menikah dengan putra keluarga Oliver!”“Jadi kau ingin menggunakan aku untuk membayar utang-utangmu?”Kedua mata Beverley memerah. Bukan karena dia ingin menangis, tetapi karena merasa sangat marah. Kenapa Emma bisa memikirkan hal seperti itu? Apa karena Emma hanya ibu tirinya?“Bukan itu maksudku. Aku hanya ingin kau hidup dengan nyaman bersama orang kaya. Kau bisa hidup dengan tenang tanpa harus memikirkan uang. Apa aku salah?” tanya Emma tanpa merasa bersalah.Beverley mendengkus. “Memangnya siapa yang sedang kau tipu? Emma, aku bukan anak kecil yang bisa dibodohi. Sampai kapan pun aku tidak akan setuju!” desisnya dengan tajam. Dia tahu situasi apa yang s
Beverley merasa jiwanya seolah jatuh ke dasar jurang. Emma memang sudah memberi tahu tentang pernikahan ini sebelumnya. Namun, dia pikir masih ada waktu untuk berdiskusi lebih lanjut. Ternyata wanita itu sudah menentukannya jauh-jauh hari.Apa yang harus Beverley lakukan sekarang? Dadanya menjadi sakit. Kenapa Emma bisa melakukan ini? Tidakkah wanita itu mempertimbangkan sedikit saja tentang perasaannya?"Bev ...." Katy tidak tahu harus mengatakan apa. Dia mengusap punggung Beverley dengan lembut, berharap bisa sedikit menenangkannya."Aku harus menemui Emma," ucap Beverley tiba-tiba. Tatapannya menjadi dingin. Kertas undangan beserta sebuah surat lipat yang belum dibaca itu segera dia genggam. Dia menegakkan punggungnya dan mencoba menguatkan tekadnya."Aku akan mengantarmu." Katy mengambil kunci mobilnya lalu mereka berdua pun keluar dari ruangan kantor kafe yang kecil itu. Katy meninggalkan beberapa pesan pada kasir kafe sebelum melangkah pergi.Kafe milik Katy ini berjarak cukup j
Beverley didorong keluar dari mobil oleh salah satu pria berpakaian hitam. Tidak ada teriakan lagi yang keluar dari mulutnya. Tidak ada lagi tangisan atau permohonan apa pun. Dia sadar itu hanya perjuangan yang sia-sia.Dia berdiri, menatap rumah besar yang ada di depan sana. Bukan, itu bukan rumah biasa, mungkin seseorang bisa menyebutnya mansion. Mansion itu terlihat sangat megah dan elegan. Bagian luarnya didominasi oleh warna putih tulang.Apakah itu kediaman keluarga Oliver? Beverley tidak tahu. Meskipun itu tempat yang dipenuhi dengan kemewahan, dia tidak merasa tertarik. Dia tidak sanggup jika harus menghabiskan hidupnya di sana dengan orang yang sama sekali tidak disukai.Angin malam menerbangkan rambutnya. Jantungnya berdebar-debar, perasaannya menjadi tidak menentu. Apakah ini masih nyata? Barangkali ini hanya mimpi ketika dia tanpa sengaja tidur di meja kafe."Nona, silakan masuk."Suara itu langsung membuyarkan lamunan Beverley. Dia menghela napas panjang. Ternyata ini buk
'Ini tidak baik!'Beverley sungguh ingin berbalik dan melarikan diri. Namun, sepasang mata hitam itu seolah memakunya di tempat. Kakinya menjadi lemah dan dia ... dia tidak bisa melarikan diri!Ya Tuhan, apa yang harus dia lakukan sekarang? "Kenapa kau hanya diam?" bisik Emma penuh penekanan. Semua orang sudah menoleh dan menatap Beverley jadi dia tidak mau anak tirinya itu mempermalukannya.Beverley menatap tajam pada Emma. Dia menggertakkan giginya penuh amarah. Ingin sekali dia mengutuk wanita itu, tetapi tidak bisa dilakukan karena semua orang sedang fokus pada kemunculannya.Akhirnya dia memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Jika dia memang harus menikah dengan pria brengsek itu, maka jadilah itu. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk saat ini. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia benar-benar pasrah pada takdir.Kakinya sangat enggan melangkah, tetapi itu terus dipaksakan sampai akhirnya dia tiba di depan pria itu. Brent Oliver. Pria bermata tajam yang selama beberapa
Beverley memalingkan wajahnya ke luar jendela untuk menghindari tatapan tajam Brent. Keningnya langsung berkerut ketika menyadari bahwa mobil yang ditumpanginya bukan mengarah ke rumah Brent. Perasaannya menjadi cukup bingung. Ke mana pria itu akan membawanya pergi?Meskipun merasa penasaran, Beverley menahan diri untuk tidak bertanya. Dia tidak ingin terlihat cemas atau khawatir di depan pria itu. Apa pun keadaannya, dia ingin menjadi wanita yang tenang dan acuh tak acuh.Beberapa saat kemudian mobil mereka berhenti di basement sebuah hotel mewah. Brent menoleh untuk melihat Beverley. "Jangan pergi ke mana-mana. Tetap di sini dan jangan membuat masalah!" perintahnya dengan dingin.Beverley tidak menjawab. Dia hanya mengamati kepergian pria itu dengan mata memicing. Ke mana pria itu akan pergi?Tiba-tiba penglihatannya menangkap sesuatu yang mencurigakan. Jauh di depan sana, tampak Brent sedang menemui seorang wanita. Wanita itu mengenakan dress merah yang cukup terbuka. Jika tidak ad