Share

2. Jodoh dari lahir

Bab. 1\ Jodoh dari lahir

****

"Gimana kalau setelah tamat kuliah nanti, Davin sama Kaori kita nikahin?"

"Wah! Ide bagus itu, Say! Lagian, mereka kan udah dekat. Dari kecil sampai sekarang, sekolahnya juga bareng terus. Mungkin, memang udah jodoh."

Kaori mendelik, begitu pun Davin. Ketika Kaori menunjukkan ekspresi ingin muntah, Davin pun melakukan hal yang sama.

"Gimana, Pa? Setuju nggak kalau Davin nikahin Kaori? Davin kan juga udah punya usaha sendiri. Jadi, nggak harus nunggu dia kerja dulu buat ngelamar Kaori." Bella menoleh menatap Fatih, suaminya, yang kemudian mengangguk.

"Papa sih setuju-setuju aja. Yang penting, bibit, bebet, dan bobotnya sudah jelas."

"Kalau Papi, setuju nggak kalau misalnya Kaori ini jadi mantunya kita?" Gantian Kintan yang bertanya pada suaminya.

Surya mengangguk. "Papi sih semua terserah mereka. Kalau mereka saling suka, ya kenapa enggak?"

Kintan dan Bella tersenyum puas, lalu bertanya secara bersamaan. "Kalian mau nggak dijodohin?"

"Enggak!" jawab keduanya kompak.

"Loh? Kenapa?"

"Karena Kaori nggak mau punya suami kayak Davin. Pacarnya banyak tau, ada di mana-mana. Terus, jorok lagi suka ngupil, hiiih." Kaori bergidik sekaligus mengernyit jijik.

"Kayak situ nggak pernah ngupil aja," balas Davin datar dengan satu alis terangkat.

"Ya pernah, tapi nggak diolesin ke sembarang tempat juga dong! Kemarin lo ngapain coba gue tanya, colek-colek baju gue? Habis ngupil, kan, lo!"

Davin mendengus. "Kalau iya kenapa? Nggak bikin lo keracunan, kan?"

"Ih, Davin, masa sih kamu sejorok itu? Kan bisa diolesin di bawah meja. Gimana sih kamu...." Ibunya memukul pahanya dan meringis jijik.

"Makanya Tante, Kaori bukannya bermaksud lancang, tapi Kaori memang nggak mau nikah sama Davin. Terus, dua juga bukan tipe-nya Kaori."

"Sok cantik banget sih jadi cewek," cibir Davin pelan, akan tetapi Kaori mendengarnya dengan sangat jelas.

"Bodo amat," cetus Kaori tak peduli.

"Gini, loh, Vin. Mami sama Papi kan udah tua. Udah cocok banget punya menantu. Kami pengen banget cepat-cepat nimang cucu. Dan kamu tau sendiri, Tante Bella ini sahabatnya Mami dari kecil, jadi kami pernah membuat kesepakatan untuk menjodohkan kalian."

"Iya, Kaori. Kalian itu udah kami jodohkan selama masih di dalam perut loh. Setelah tau jenis kelamin kalian, kami langsung buat kesepakatan itu. Jadi, pliiis... kabulkan keinginan Mama ya, Sayang?"

Kaori mengaga tidak percaya. Yang benar aja deh! Dari perut udah dijodohin sama si Keong racun itu?

"Tapi, Ma, aku nggak suka sama dia," tekan Kaori sambil mendecih ke arah Davin. "Yang ada aku tuh kesel sama dia."

"Maaf, Tante, tapi Davin juga nggak mau nikah sama cewek manja kayak Kaori. Hmm, ya udah, kalau gitu, Davin permisi dulu, ya." Davin kemudian beranjak, meninggalkan pembicaraan itu begitu saja.

"Kaori juga permisi, ya," ucap Kaori dan bergegas pergi.

Di luar, Davin sedang menggaruk-garuk kepalanya yang pusing akibat rencana perjodohan itu. Yang benar saja! Kaori itu kan rubah betina. Apa kabarnya hidup Davin kalau jadi lakinya dia? Bisa-bisa, Davin dimakan hidup-hidup sama dia.

"Pokoknya gue nggak mau tau ya, Vin, ya. Lo harus tolak perjodohan ini!" ujar Kaori yang tiba-tiba muncul di belakangnya.

Davin tertawa mendengus. "Yang mau terima siapa juga, oi? Ngarep lo?"

"Jijik tau nggak! Mana mau gue nikah sama cowok yang udah celap-celup sana-sini!"

"Lo pikir gue teh celup?"

"Pikir aja sendiri!" Kaori pun pergi dengan masa bodohnya.

Davin menggeleng tak percaya. Sejak dulu, hubungannya dengan Kaori memang tidak baik, bahkan bisa dibilang kalau mereka itu bermusuhan. Meski kedua orangtua mereka sudah bersahabat sejak lahir, itu tetap tidak mempengaruhi hubungan keduanya. Kaori selalu saja memasang muka jijik setiap kali melihatnya, dan tak jarang adu bacot pun terjadi.

Kadang-kadang, Davin malu sendiri lantaran selalu saja membalas setiap ucapan Kaori yang sepedas mulut netizen, karena walau bagaimanapun juga, dia kan seorang cowok. Rasanya tak pantas kalau harus adu mulut dengan seorang cewek meskipun itu cewek jadi-jadian. Davin tidak mau dianggap pria bermulut lemes oleh fans-fansnya di luaran sana. Tapi, apa boleh buat, kalau dibiarkan, Kaori akan terus menginjak harga dirinya.

***

"Terus, kenapa lo nolak? Davin kan ganteng, terus tajir. Apa kurangnya coba?" tanya Putri, setelah mendengar curhatan teman baiknya itu. Siang itu mereka sedang berada di perpustakaan.

Kaori mengerling. "Ganteng sih ganteng, tapi kalau kerjaannya mainin cewek buat apa coba gue tanya? Lagian, dia kan suka tuh one night stand nggak jelas. Jangan-jangan dia punya penyakit kelamin lagi! Nggak mau gue nikah sama dia, sumpah!"

"Hmmm." Putri mengangguk-angguk, mulai sependapat. "Iya juga sih. Tapi, kalau gue sih mau-mau aja dijodohin sama dia. Habisnya, dia oke banget."

"Hadeeeh, apanya sih yang oke? Tuh, lihat tuh!" Kaori menunjuk Davin yang duduk di kursi tak jauh dari tempat mereka. Cowok itu sedang memasukkan jari telunjuknya ke hidung sambil membaca buku. "Yang kayak gitu lo bilang oke? Jyjyk, tau nggak! Ngupil sembarangan gitu, ih!"

Putri mendecakkan lidah tak peduli. "Ya ampun, Ri. Lo ngomong kayak gitu, seakan-akan ngupil itu kayak dosa besar tau nggak? Itu tuh manusiawi kaliii. Gimana sih lo. Kayak nggak pernah aja...."

"Ya minimal dia cari tempat kek buat ngupil. Nggak malu banget dilihatin orang rame...."

"Lagian ya, Davin itu, mau lagi ngupil atau lagi ngapain juga tetap ganteng kok."

"Tetap aja jorok!" tandas Kaori jengkel. "Tuh, lihat! Ada yang nyamperin lagi!"

Seorang cewek berambut pirang datang menghampiri Davin. Cewek itu tersenyum manis lalu mengulurkan tangannya ke hadapan Davin.

"Iyuuuuhh!" Kaori langsung meringis jijik ketika melihat Davin menyambut uluran tangan cewek itu dengan tangannya yang tadi dipakai buat ngupil.

"Hahahah, lucu ya Davin, kayak nggak ngerasa bersalah gitu dia."

Kaori mendelik mendengar respon Putri yang malah dengan entengnya bilang Davin lucu? Yang benar aja deh.

Beberapa saat kemudian, Davin dan si cewek yang tidak dikenal namanya itu melintas di depan mereka. Seperti biasa, ketika saling bertatap muka, keduanya saling melemparkan tatapan benci.

"Kok gue ngerasa kalau kalian itu bakalan jodoh, ya?" cetus Putri tak disangka-sangka, setelah Davin berlalu.

"Kenapa gitu?"

"Nggak tau. Tapi, feeling gue selalu benar loh, serius."

"Gue rela jadi perawan tua daripada harus ngasih keperawanan gue sama dia!"

"Aduh, Ri. Udah deh. Kisah kalian ini, kisah klasik. Ujung-ujungnya juga entar saling jatuh cinta. Makanya lo itu jangan terlalu benci sama si Davin. Nanti malah jadinya cinta mati."

Kaori menutup telinganya dan menggeleng-geleng. "Enggak! Nggak bakalan!"

Putri mengedikkan bahunya. "Kita lihat aja nanti."

Di mata Kaori Larasati, Davin Pratama adalah playboy kelas kakap yang harus dibumihanguskan. Sok ganteng, iya. Sok keren, juga iya. Sok punya segalanya, apalagi. Pokoknya, nggak ada satu pun alasan yang membuat Kaori mau berteman apalagi menikah dengannya. Bisa-bisa, Kaori langsung mati bunuh diri kalau jadi bininya dia. Lagipula, Kaori memang tidak respek dengan Davin sejak Kaori tahu kalau Davin sudah meniduri beberapa cewek sejak duduk di bangku SMA. Hal itu, terus terang saja membuat Kaori kecewa. Ya, Kaori kecewa karena Davin sudah berani melakukan hal yang di luar batasan dan tega mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Pria sejati itu tidak merusak wanitanya, melainkan yang melindunginya. Dari situ saja bisa dilihat kalau Davin bukanlah seseorang yang patut untuk diperjuangkan, bukan?

So, Kaori dengan lantang tetap akan menolak perjodohan itu apa pun caranya!

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status