Share

Menikah dengan Musuh
Menikah dengan Musuh
Penulis: Pandanello

1. Talak

"APA? Kalian mau cerai?"

"Iya, Mi."

"Kalian ini apa-apaan sih? Masa baru satu tahun menikah udah mau cerai?!"  

"Iya, kalian ini gimana, sih? Apa kata orang-orang nanti kalau tau kalian mau cerai? Teman-teman mama-papa, sodara-sodara, tetangga kita? Enggak, enggak! Enggak ada yang namanya perceraian!"

Kaori meniup ujung poninya lalu bertopang dagu. Dia tahu kalau dirinya akan disidang habis-habisan oleh ibu mertua dan ibunya sendiri sesudah dia menyatakan niatnya yang ingin bercerai dengan Davin, pria yang dijodohkan dengannya yang tak lain dan tak bukan adalah rivalnya sejak jaman SMA, yang juga anak dari sahabat mamanya sejak duduk di bangku SD.

Ah, ya ampun! Mereka ini memang sahabat rempong! Hobinya mengurusi masalah anak dan menantu! Kaori benar-benar jengkel dibuatnya.

"Kaori, kamu masih ingat kan, resepsi pernikahan kalian itu diadakan tiga hari tiga malam di Bali? Mewah banget! Sampai Mama ngundang artis untuk nyanyi di resepsi kamu dan Davin! Mama sama Papa udah habis duit banyak loh buat resepsi itu!"

"Iya, Kaori, Mami juga udah pernah kasih sepuluh tiket bulan madu ke sepuluh negara, masa iya kalian mau cerai gitu aja? Ingat-ingat lagi dong kemesraan itu! Enggak, enggak, Mami nggak setuju!"

Kaori mendesah, mulai merasa muak. "Aku sama Davin emang udah nggak cocok, Ma, Mi."

"Nggak cocok gimana? Apa goyangannya Davin kurang kenceng?"  tanya Kintan, ibu mertuanya.

Kaori mendelik. Kenceng apaan? Digoyang aja nggak pernah!

"Atau, jangan-jangan, kamu yang desahnya kurang greget?" Bella, mamanya, mulai ikut-ikutan.

"Gayanya Davin monoton? Makanya kamu bosen?"

"Atau, mungkin kamu yang selalu pake gaya patung? Nggak mau bales grepe-grepe?"

Pembicaraan apa ini? Apa begini cara orangtua membereskan masalah anaknya yang akan bercerai?

"Mami punya jamu yang bakal bikin ranjang kalian bergoyang kenceng."

"Mama juga punya resep yang bikin kamu bakal 'tapakiak' kalau kata orang Padang."

"Siapa tau itu bisa bikin kalian nggak jadi pisah."

Kaori menutup telinganya mendengar kata-kata kotor yang mengisi jiwa sucinya. Ia lalu berdiri dan berseru dengan tegas, "Pokoknya aku sama Davin tetap akan bercerai. Suka atau nggak suka, Mami dan Mama harus terima!"

Pada saat yang sama, Davin juga sedang disidang oleh ayah mertua dan ayahnya sendiri. Pria berambut cokelat itu hanya bisa mendelik setiap mendengar nasihat yang diberikan padanya.

"Mungkin kamu kurang strong, Vin."

"Atau jangan-jangan punyamu loyo, ya?"

Davin tertawa mendengus, tak mengira bahwa pria-pria tua ini akan berbicara sevulgar itu padanya yang masih perjaka ini.

"Pa, Pi, pernikahan itu kan bukan soal ranjang aja. Banyak hal yang membuat kami merasa tidak cocok. Mungkin, memang kami nggak berjodoh," ucap Davin, berusaha memberi pengertian.

"Justru, setelah menikah itu, yang harus dinomorsatukan adalah soal urusan ranjang."

"Lihat Mami sama Papimu, tua-tua begini, kami masih langgeng sampai sekarang. Karena apa? Ya karena memang Papimu ini jago di kamar."

"Benar itu, Vin. Kamu harus buat istrimu bahagia. Buat dia jatuh cinta setiap hari sama kamu. Seperti yang Papa lakukan selama ini ke mama mertuamu."

Davin mendesah. "Udahlah, Pa, Pi, semua udah terlambat. Kami memang harus pisah. Kami nggak jodoh."

Dan Davin pun beranjak, menuju kamarnya. Di dalam kamar, ia mendapati Kaori sedang membereskan barang-barangnya.

Sejenak mereka saling menatap.

"Gimana? Mereka setuju?" tanya Kaori kemudian.

"Setuju nggak setuju, kita tetap harus pisah, kan?"

Kaori mengangguk-angguk. "Sesuai perjanjian kita waktu itu, setelah satu tahun menikah, kita cerai."

Davin berdeham, lalu menatap ke dalam mata Kaori lekat-lekat. "Mulai hari ini, lo... gue talak."

Ada hening panjang setelahnya, seolah waktu baru saja membekukan momen itu.

Kaori tersenyum, meski sebenarnya ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. "Akhirnya, gue bebas dari ngurusin hidup cowok jorok kayak lo."

Davin tak mau kalah, "Dan gue seneng, bebas dari cewek bar-bar kayak lo!"

"Diem lu, Badak!"

"Lu yang badak!"

"Lemes banget sih tuh mulut!"

"Nggak usah ngegas juga kali!"

"Biarin! Udah sana pergi, nggak usah ganggu gue!" Kaori kembali memasukkan barang-barangnya ke dalam koper.

Davin mendengkus namun tetap beranjak. Setelah tiba di luar pintu kamar, dia diam sejenak, memikirkan apa yang baru saja terjadi.

Di sisi lain, Kaori tertegun ketika pandangannya berhenti pada foto pernikahan mereka yang ada di atas meja riasnya.

Pernikahan kontrak yang sudah mereka rencanakan demi menyenangkan kedua orang tua, harus berakhir pada hari ini. Namun, entah mengapa ada sesuatu di dalam diri mereka yang membuat perpisahan ini terasa salah. Entah apa....

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status