Share

BAB 6 : Keras Kepala

Tidak ingin Damar mengetahui tempat tinggalnya, Shanna mempersiapkan perlengkapan untuk dirinya menyamar supaya bisa lepas dari Damar agar pria itu tidak mengikutinya. Sayangnya sudah empat hari berlalu dan Damar tidak pernah menemuinya lagi.

Kecewa?

Tentu saja! Namun sebisa mungkin dia menekan perasaannya. Mungkin ini yang terbaik untuk mereka. Bukankah memang ini yang dia inginkan?

Sayangnya, semakin Shanna mencoba mengabaikannya, perasaan rindunya kepada pria itu semakin menyiksa dirinya. Belum lagi rasa bersalahnya karena telah meninggalkan Damar begitu saja empat hari yang lalu.

Shanna menghela napas pelan.

“Shanna, Bu Widia minta kamu datang ke ruangannya,” ucap seorang pengurus panti asuhan ketika melihatnya sudah pulang.

“Untuk apa ibu memanggilku malam-malam begini?” kening Shanna berkerut penuh tanda tanya.

“Aku tidak tahu. Lebih baik kamu langsung ke ruangan beliau saja.”

“Terima kasih, Kak.”

Shanna bergegas menuju ke ruangan Widia dan betapa terkejutnya dia ketika mendapati Damar juga berada di sana.

Widia menatap Shanna dengan senyum kecil dan berkata, “Akhirnya kamu pulang. Babamu sejak tadi menunggumu.” Dia menatap Damar. “Kalau begitu saya pamit dulu, Pak Damar.”

Widia segera pergi dari ruang kerjanya setelah mendapatkan jawaban dari Damar untuk memberikan privasi bagi mereka berdua.

“Bagaimana baba tahu aku tinggal di sini?” meskipun nadanya datar saat bertanya, tetapi di dalam hatinya, dia ingin sekali memeluk pria itu untuk melepaskan rasa rindunya.

Shanna sendiri tidak mengerti dengan hatinya. Di saat dirinya berhadapan dengan Damar, hatinya selalu memberontak dan ingin meninggalkan pria itu. Namun saat dia tidak melihat pria itu walau sesaat, hatinya mulai gelisah dan merindukan pria itu.

“Maafkan, Baba.” Damar bangkit dari duduknya dan menghampiri putrinya. “Baba tidak peduli kamu mau marah atau membenci baba. Karena baba tahu kamu tidak akan memberitahu tempat tinggalmu, jadi kemarin baba sengaja mengikutimu pulang bekerja. Dan sekarang baba datang ke sini ingin menjemputmu pulang. Ayo kita pulang!”

Shanna menghindar ketika Damar hendak menyentuhnya. Dia menatap lekat-leat pria di hadapannya. “Baba, sudah berulang kali kukatakan, aku nggak akan pulang. Jadi aku mohon, Baba, berhentilah menggangguku.”

Terdengar munafik karena apa yang diucapkan sangat bertolak belakang dengan hati nuraninya, tetapi tidak ada pilihan bagi Shanna.

Perasaan marah dan kesal kepada Damar menjadi satu dalam diri Shanna. Di saat dirinya sudah bertekad untuk melupakan Damar, pria itu selalu saja datang ke hadapannya. Membuat usahanya untuk melupakan pria itu terasa sia-sia.

“Begitu pun dengan baba. Baba tidak akan berhenti untuk membujukmu pulang. Bagaimanapun kamu adalah putri baba dan sudah menjadi kewajiban baba untuk menjagamu,” ucap Damar keras kepala.

Shanna menatap wajah Damar tepat di mata pria itu. Mata yang selalu memancarkan pandangan teduh setiap kali dia melihatnya.

“Terserah baba mau melakukan apa.” Shanna berkata tegas. “Yang jelas, aku nggak akan ikut baba pulang. Jadi lebih baik sekarang baba pulang saja. Sekarang sudah larut malam dan aku mau istirahat karena besok harus masuk kuliah.”

“Baiklah. Kalau begitu baba akan pulang dulu. Kamu istirahat, ya.” Damar mencium kening Shanna dan langsung pergi setelah mengucapkan selamat malam.

Shanna hanya bisa memandang kepergian Damar dengan penuh keheranan untuk sesaat sebelum akhirnya meninggalkan ruangan itu dan menuju ke kamarnya untuk beristirahat. Dia tidak meyangka bahwa Damar akan pergi begitu saja. Padahal dia sudah siap berdebat dengan pria itu jika Damar tetap bersikeras ingin mengajaknya pulang.

Mengingat apa yang baru saja diucapkan oleh ayahnya, Shanna tahu bahwa pria itu bersungguh-sungguh. Terbukti keesokan harinya, Damar kembali datang menemuinya. Bukan di panti asuhan, tetapi datang ke tempat kerjanya tepat pukul delapan malam.

Shanna melepas sabuk pengaman dan menatap Damar. “Nggak peduli sekeraskepala apa baba membujukku, aku tetap nggak akan kembali bersama baba. Jadi lebih baik baba tidak perlu membuang-buang waktu untuk membujukku pulang. Selain itu baba juga nggak perlu mengkhawatirkan aku. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Jadi berhentilah datang ke tempat kerjaku dan mengantarku pulang.”

Shanna keluar dari mobil tanpa menunggu jawaban Damar. Dia tidak ingin Damar melihat matanya yang mulai berkaca-kaca saat mengatakan kata-kata yang menurutnya tidak seharusnya dia katakan kepada pria itu.

Dia tahu tidak seharusnya dia mengucapkan kata-kata yang mungkin menyakiti perasaan Damar. Tidak seharusnya juga dia memperlakukan orang yang sudah merawat serta menjaganya dengan sikap kasar. Namun ini semua Shanna lakukan demi kebaikan mereka. Dia sangat menyayangi Damar dan tidak ingin pria itu menderita. Jika hidup bersamanya membuat pria itu tertekan, maka dia rela meninggalkan Damar walau hatinya yang terluka.

“Maafkan aku, baba,” gumam Shanna lirih dan sarat akan perasaan bersalah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status