Share

BAB 7 : Pulang

Author: Namaku Malaja
last update Last Updated: 2023-12-20 09:00:00

Dua puluh satu tahun hidup bersama Damar, tidak pernah sekali pun pria itu marah atau membentaknya. Namun, tidak pernah terpikirkan oleh Shanna kalau ayahnya itu tetap sabar dan tidak marah atau membenci dengan apa yang sudah dia lakukan. Terbukti dengan Damar yang tetap menemui Shanna dan menunggunya pulang bekerja, serta mengantarnya pulang ke panti asuhan. Dan hal itu berlangsung selama hampir dua minggu.

“Baba tidak memaksamu. Tetapi selama kamu tidak kembali, baba tidak akan pernah berhenti datang ke tempat kerjamu,” ucap Damar santai, tidak ada nada kesal sedikit pun. “Kalau kamu ingin baba berhenti datang ke tempat kerjamu, maka kamu harus ikut baba pulang ke rumah.”

Shanna hanya diam dengan tangan terlipat di depan dada. Dia tidak tahu harus mengatakan apa lagi supaya Damar berhenti menemuinya lagi.

Damar tersenyum kecil seraya melirik Shanna. Suasana di dalam mobil kembali hening hingga mobil berhenti di depan panti asuhan. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Shanna keluar dari mobil dan langsung masuk ke asrama panti asuhan.

Keesokan paginya, saat Shanna ke dapur untuk membantu, dia tidak sengaja mendengar pembicaraan para pengurus panti asuhan yang tengah membicarakan dirinya.

“Walaupun dia sering memberi bantuan ke panti, tetapi kan nggak seharusnya dia pulang malam-malam setiap hari bersama pria meski itu ayahnya sendiri. Walaupun ibu panti nggak mempermasalahkannya, tapi bagaimana dengan para tetangga? Bagaimana kalau pihak berwenang menemui kita untuk masalah itu? Bisa-bisa panti kita dibuat malu olehnya.”

Seketika langkah Shanna terhenti. Niatnya untuk membantu pun dia urungkan, lalu bersembunyi di dekat pintu dapur. Mencoba untuk mendengarkan keluhan mereka terhadap dirinya.

“Kamu benar. Lagian kenapa sih, dia nggak ikut pulang sama ayahnya saja?” sahut yang lain. “Sayangnya ibu panti terlalu memanjakannya hanya karena dia sering memberi bantuan untuk panti ini.”

Shanna hanya bisa menahan diri dengan tangan terkepal erat. Shanna tidak menyangka bahwa orang-orang di panti asuhan yang bersikap baik di hadapannya selama ini, ternyata berbicara buruk mengenai dirinya. Jikapun dia salah, seharusnya mereka langsung berbicara kepadanya, tidak perlu membicarakannya di belakangnya.

Setelah beberapa saat menenangkan dirinya yang sedikit tersulut emosi, Shanna pun memasuki dapur seolah-olah tidak mendengar apa-apa. Berbeda dengan dua orang yang berada di dapur itu, di mana mereka tampak terkejut dan gugup ketika melihat Shanna.

Shanna menyapa mereka sebentar sebelum membantu mereka memasak.

Setelah sarapan, Shanna menemui Widia di ruang kerjanya untuk berpamitan. Dia sudah memutuskan untuk meninggalkan panti asuhan demi kebaikan semua orang. Meskipun Widia sangat baik kepadanya, tetapi Shanna tidak dapat memastikan bahwa semua orang di panti asuhan akan bersikap sebaik Widia.

“Baba, apa yang baba lakukan di sini pagi-pagi?” tanya Shanna terkejut ketika dirinya berpapasan dengan Damar yang juga hendak ke ruang kerja Widia.

Damar memang setiap hari mengantarnya pulang ke panti asuhan, tetapi pria itu tidak pernah mengunjungi panti asuhan di akhir pekan. Apalagi di pagi hari seperti sekarang.

Apakah ayahnya ini memiliki indra keenam sehingga bisa tahu bahwa hari ini dirinya akan pergi dari panti asuhan?

Damar tersenyum lebar. “Baba ingin meminta izin kepada Bu Widia untuk mengajakmu pergi jalan-jalan. Sekarang kan akhir pekan, jadi baba ingin menghabiskan akhir pekan bersamamu. Lagi pula sudah lama kita tidak jalan-jalan bersama.”

Shanna menatap Damar dengan kening berkerut. Namun, dia segera mengubah ekspresinya dan berkata dengan mantap, “Baba, aku mau pulang bersama baba.”

Shanna tidak peduli kalau Damar akan mentertawakannya karena sudah menarik kembali kata-katanya.

Mata Damar membulat sempurna. Senyum lebar menghiasi wajahnya yang masih tetap terlihat muda dan tampan meski terdapat luka bakar.

“Kamu serius, Sayang?” ucapnya dengan nada tidak percaya dan senang secara bersamaan.

“Ya!”

Mereka berdua pun segera berpamitan kepada Widia. Tidak lupa Damar mengucapkan terima kasih dan memberikan cek kosong kepada Widia karena sudah menampung Shanna tinggal di panti asuhan selama ini.

Widia tentu saja terkejut, tetapi dia tidak bisa menahan Shanna. Apalagi ada Damar di sana yang merupakan wali Shanna yang memiliki hak penuh atas Shanna.

"Ibu tenang aja. Aku akan tetap berkunjung ke panti asuhan untuk menemui ibu dan anak-anak panti lainnya." Shanna memeluk Widia.

Shanna tahu Widia sangat menyayanginya seperti anaknya sendiri. Begitu pula dengan Shanna yang menganggap wanita itu seperti ibu kandungnya. Dengan adanya Damar, dia yakin Widia akan membiarkannya pergi. Sebab Shanna yakin Widia tidak akan melepaskannya tanpa alasan yang kuat.

"Hm, pintu panti akan selalu terbuka untukmu." Widia membalas pelukan Shanna.

Shanna tidak ingin tinggal lebih lama dan mengajak Damar untuk segera pergi. Damar dengan sigap membantu Shanna membawa tas berisikan buku-buku kuliah Shanna ke mobil.

Shanna menatap Damar yang menyetir melalui ekor matanya. Pria itu tampak bahagia karena dia yang akhirnya mau pulang bersama pria itu.

Shanna memandang sekeliling rumah yang sudah hampir dua bulan dia tinggalkan. Dadanya terasa sesak ketika semua kenangannya bersama Damar di rumah itu memenuhi pikirannya. Terutama kenangan terakhirnnya sebelum dia meninggalkan rumah.

“Ayo!” suara Damar menyadarkan Shanna dari pikirannya.

“Ke mana?” Shanna menatap bingung Damar.

“Jalan-jalan. Bukankah baba sudah bilang kalau hari ini mau mengajakmu jalan-jalan?”

Mungkin apa yang dikatakan Viona dan Neila ada benarnya. Lebih baik dirinya tinggal bersama Damar. Meski dia tidak bisa mendapatkan hati pria itu, setidaknya dia bisa tinggal bersama dan menghabiskan sebagian sisa umurnya bersama pria itu. Dia juga tidak perlu menahan rasa sakit karena merindukan sosok pria itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 127 : Keluarga Kecil

    Damar menggenggam erat tangan Shanna. Matanya yang merah karena menangis saat menunggui Shanna di ruang operasi, terus menatap wajah Shanna yang pucat. Tangannya membelai wajah Shanna."Sayang, bangun. Jangan tinggalkan aku sendiri," kata Damar pelan, nyaris seperti bisikan. Diciuminya pungung tangan Shanna.Air mata kembali membasahi wajah Damar.Setelah 6 jam berada di ruang intensif, akhirnya dokter memindahkan Shanna ke ruang inap setelah masa kritisnya berlalu."Pak, lebih baik Anda istirahat. Biarkan saya yang menjaga Shanna," kata Ardo pelan."Tidak!" tolak Damar cepat.Damar tidak akan meninggalkan Shanna. Dia takut Shanna benar-benar meninggalkannya jika dia pergi."Tapi, Pak, Anda belum istirahat sama sekali sejak tadi pagi. Setidaknya Anda makan dulu meski sedikit, karena sejak tadi Anda juga belum makan." Ardo berusaha membujuk.Damar keras kepala ingin menemani Shanna.Ardo berusaha membujuk Damar. Namun, karena kekeraskepalaan Damar, akhirnya Ardo pun mengalah dan membia

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 126 : Berjuang Bersama

    Shanna mengernyit bingung saat mobil memasuki area rumah sakit. "Kenapa kita ke sini, Ba?"Damar memarkirkan mobilnya dengan rapi dan mematikan mesin mobil, lalu dia menatap Shanna. Tangannya menggenggam kedua tangan Shanna yang berada di atas paha."Kita akan konsultasi, dan jika memungkinkan, kita sekalian melakukan program kehamilan."Mata Shanna melebar. "Ba ..."Damar tersenyum kecil. "Aku sangat mengenalmu, Sayang. Walaupun kamu tidak mengatakannya, tapi kamu pasti masih memikirkannya, kan?"Shanna kembali dibuat terkejut. "Enggak, Ba. Aku nggak memikirkannya.""Kamu nggak perlu membohongi dirimu sendiri. Aku dapat melihatnya di matamu. Aku yang selama ini merawat dan membesarkanmu, jadi aku sangat tahu betul bagaimana dirimu.""Baba," Shanna tidak bisa berkata-kata.Ingin sekali Shanna menampik semua ucapan Damar. Namun, apa yang Damar katakan benar. Dia masih memikirkan apa yang dokter katakan mengenai kondisinya yang didiagnosa sulit untuk hamil. Sebagai seorang wanita, itu m

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 125 : Janji Setia Damar

    Shanna menunggu jawaban Damar dengan rasa takut yang semakin besar.Shanna sudah mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk. Walaupun begitu, Shanna masih belum siap jika harus kehilangan Damar.Tangan Damar terulur, menghapus air mata yang terus mengalir di wajah Shanna. Senyum kecil terukir di wajah tampannya."Apa yang kamu katakan, hm?" kata Damar setelah berhasil menenangkan dirinya dari berita yang mengejutkan ini."Asal kamu tahu, Sayang," lanjut Damar. "Aku tidak peduli apakah kita akan memiliki anak atau tidak. Karena bagiku, kamu adalah segalanya. Jadi, tidak mungkin aku akan menceraikanmu. Jadi, berhentilah memikirkan hal yang tidak-tidak tentangku. Apa perlu aku mengatakannya kepadamu setiap hari, kalau aku selalu dan akan selalu menyayangi dan mencintaimu apa adanya meski kita tidak memiliki anak?"Air mata Shanna semakin deras. Namun, kali ini bukan air mata kesedihan, tetapi air mata kebahagiaan.Shanna kembali memeluk Damar erat. "Terima kasih, Ba. Terima kasih kamu

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 124 : Diagnosa Dokter

    Kehidupan mereka yang tenang dan damai membuat waktu berjalan dengan begitu cepat. Tidak terasa sudah satu tahun berlalu. Namun, sampai sekarang Shanna tidak kunjung hamil. Hal itu membuat Shanna khawatir dan waswas. Dia takut keguguran yang dialaminya sebelumnya akan berdampak pada rahimnya. Karena itulah hari ini Shanna memutuskan pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh. Shanna benar-benar takut jika dia tidak memberikan keturunan untuk Damar."Kak, kakak tunggu di sini aja, ya," kata Shanna begitu Ardo memarkirkan mobil di parkiran rumah sakit.Ardo mengangguk. "Ya."Shanna keluar dari mobil dan langsung memasuki rumah sakit. Setelah mengambil nomor antrean dan menunggu beberapa lama, akhirnya Shanna pun masuk ke ruangan dokter.Dokter langsung melakukan pemeriksaan sederhana usai mendengarkan keluhan Shanna. Memerlukan waktu satu setengah jam sebelum akhirnya dokter memberikan hasil diagnosanya kepada Shanna.Dunia seakan berhenti berputar saat dokter memberi t

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 123 : Pindah Rumah

    Shanna menggeleng pelan. "Nggak, Tante.”Shanna meraih tangan Farel, isyarat untuk pria itu memberi ruang untuknya bicara dengan Nadia. Lalu Shanna pun duduk di hadapan Nadia.“Aku tahu tante nggak suka melihatku. Tapi tujuanku datang menemui tante bukan untuk menertawakan ataupun menghina tante. Aku datang mengunjungi tante karena aku ingin meminta maaf pada tante."Nadia mendengkus sinis. "Maaf? Apa kamu pikir maafmu bisa membebaskanku dari tempat ini?"Pandangan Shanna tertunduk. "Permintaan maafku memang nggak bisa membebaskan tante dari sini. Karena bagaimanapun, tante harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah tante lakukan."Shanna menegakkan kepalanya dan menatap Nadia lekat-lekat."Karena itulah aku ingin mengakhiri perseteruan kita sampai di sini, Tante. Aku benar-benar minta maaf karena sudah menjadi penyebab kebencian tante. Aku juga mewakili Baba meminta maaf pada tante karena dia sudah membuat tante harus berakhir seperti ini. Tapi tante harus tahu, apa yang Baba lakukan

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 122 : Permintaan Shanna

    Kedua tangan Damar terkepal erat. Rahangnya mengeras. "Dia kembali berulah dengan menjegal semua investor yang ingin berinvestasi di Dashan Group.""Lagi?!" seru Shanna terkejut."Ya.""Terus, sekarang bagaimana?" tanya Shanna khawatir.Damar tersenyum lebar. "Sekarang semuanya sudah baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."“Syukurlah kalau semuanya sudah baik-baik aja” Shanna memeluk Damar. "Maafkan aku, Ba. Aku sudah terlalu banyak menyusahkanmu. Karenaku, kamu jadi mendapatkan banyak masalah."Damar membalas pelukan Shanna. "Kamu tidak salah, Sayang. Memang mereka saja yang tidak bisa senang melihat kebahagiaan kita. Jadi berhentilah menyalahkan dirimu sendiri.""Tapi, Ba, kalau kamu tahu bahwa Bibi adalah dalang di balik kecelakaan itu, kenapa kamu tidak mencabut tuntutanmu terhadap Nadia? Bukankah kalau seperti ini, sama saja dengan kita menjebloskan orang yang tidak bersalah?""Siapa bilang dia tidak bersalah?” kata Damar cepat. “Entah itu Nadia atau Diana, mereka me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status