Semua orang yang berada di sekitar mereka seketika menatap mereka usai mendengar teriakan Damar.Damar mengabaikan tatapan heran dan penasaran dari orang-orang di sekitarnya. Tanpa berpikir panjang, Damar menggendong Shanna. Damar mengabaikan kemarahan orang-orang yang ditabraknya. Fokus pria itu hanya ingin segera membawa Shanna ke rumah sakit.“Baba,” ucap Shanna lirih.Keringat dingin mulai membasahi seluruh tubuhnya. wajahnya secara perlahan berubah menjadi pucat seiring dengan darah yang terus keluar dari luka di perutnya.“Sabar, Sayang. Tolong tekan lukanya supaya tida semakin banyak keluar,” ucap Damar dalam satu tarikan napas sembari berlari membelah kerumunan manusia yang memadati mal.Shanna mengikuti ucapan Damar. Dengan tangan yang bergetar dan lemah dia mencoba menekan luka di perutnya sembari menahan sakit.Sesampainya di luar mal, Damar menghentikan taksi dan segera meminta sopir menuju rumah sakit.“Baba, sakit,” keluh Shanna yang sudah tidak sanggup lagi menahan rasa
Shanna menggeleng pelan mendengar ucapan Galang. “Aku rasa ini bukan ulah tante Nadia, Om. Firasatku mengatakan bahwa itu mungkin ulah bibi Diana.”Galang dan Damar menatap Shanna penuh tanda tanya dan juga keheranan.“Kenapa kamu bisa seyakin itu jika orang yang menikammu itu bukan Nadia dan justru Diana?” Galang membuka suara terlebih dahulu sebelum Damar sempat membuka mulut untuk bertanya. “Tidak mungkin kalau ini semua ulah Diana. Jikapun dia menginginkannya, kenapa tidak dari dulu saja? Kenapa harus sekarang? Dibandingkan Diana, aku yakin Nadia justru mempunyai motif yang kuat karena dia masih menyukai Damar. Bagaimana menurutmu, Mar?” Galang menatap Damar.Damar hanya diam saja dengan pertanyaan Galang. Pandangan pria itu menatap lurus Shanna. “Apakah sebelumnya dia telah melakukannya padamu?”“Hm!” Shanna mengangguk. “Baba ingat kan saat aku kecelakaan waktu kamu di luar kota, sebelum pernikahan kita?“ Shanna menatap Damar yang langsung diangguki oleh pria itu sebagai jawaban.
Damar tersenyum kecil. Tangannya meraih kepala Shanna dan kembali mencium bibir Shanna dalam. Walau begitu tidak ada nafsu dalam ciuman mereka. Hanya kasih sayang yang coba pria itu salurkan kepada Shanna. Cklek! Pintu terbuka dan menampilkan sosok Adara. Seketika langkah Adara yang baru beberapa langkah terhenti karena terkejut dengan apa yang mereka lakukan. “Maaf, Pak!” Adara sedikit menunduk dan segera berpaling hendak meninggalkan kamar inap. Damar mengakhiri ciumannya. Diusapnya bibir Shanna yang sedikit merah untuk menghapus jejak saliva mereka dengan ibu jari. Sementara Shanna yang malu karena Adara melihat mereka berciuman pun menundukkan kepala untuk menyembunyikan rasa malunya. “Tidak apa-apa. Masuklah!” Damar menatap Adara yang bersiap pergi, tetapi menghentikan langkahnya dan berbalik menghampiri Damar usai mendengar perintahnya. “Pak ...,” ucap Adara ragu-ragu, pandangannya menatap Shanna. Damar ikut menatap Shanna yang masih menunduk untuk sesaat sebelum kembali
PLAKKK!Sebuah tamparan keras Diana layangkan ke wajah Shanna. Membentuk cap merah muda pada pipi Shanna yang putih.“Dasar wanita tidak tahu diri!” raung Diana memaki dengan mata melotot merah karena amarah. “Beraninya kau mencelakai anakku!”Shanna sangat terkejut dengan apa yang baru saja Diana lakukan kepadanya. Dia tidak mengerti kenapa Diana datang dan langsung menampar serta memaki dirinya.Bingung dan heran bercampur menjadi satu dalam benak Shanna.Shanna hendak menanyakan maksud ucapan Diana, sayangnya Damar lebih dulu bertindak dengan mencekal lengan Diana untuk menjauhi Shanna. Tamparan keras dia layangkan ke wajah Diana yang masih cantik di usianya yang hampir mencapai kepala lima.Tidak hanya Diana saja yang terkejut atas tindakan Damar, Shanna pun dibuat terkejut. Tidak percaya Damar akan melayangkan tangannya kepada seorang wanita. Apalagi wanita itu adalah kakak iparnya sendiri.“Damar, kau memukulku?” Diana menatap tidak percaya kepada Damar yang baru saja menampar d
Cukup lama mereka berpelukan sebelum akhirnya Shanna melepaskannya. Ditatapanya Damar tepat di mata.“Jadi, Ba, apa orang yang menusukku itu benar-benar perintah dari bibi?” tanya Shanna penasaran.Sebenarnya saat itu Shanna hanya menebak sesuai firasat serta pengakuan Diana saat dulu dirinya di rumah sakit usai kecelakaan mobil.Damar mengangguk. “Dua hari yang lalu Adara memberitahuku bahwa orang yang menusukmu kemarin telah mengatakan bahwa Dianalah yang menyuruhnya. Aku menyuruh Adara mencari orang untuk mencelakai Rangga. Jadi kamu tidak perlu khawatir. Aku dapat menjamin tidak akan ada orang yang tahu bahwa aku yang melakukannya.”“Kenapa kamu melibatkan Om Adara juga?” omel Shanna kesal karena Damar membawa-bawa Adara dalam masalah mereka.“Mau bagaimana lagi? Tidak ada orang lain yang dapat kupercaya selain Adara.” Damar menjawab dengan santainya, mengabaikan kekesalan Shanna. “Lagi pula tidak mungkin aku meminta bantuan Galang. Dia sendiri pasti sibuk dengan pekerjaannya.”Sh
Apa yang dilakukan Damar kepada Rangga tidak boleh diketahui publik. Shanna tidak ingin Damar mendapatkan skandal lagi karena dirinya.“Jadi bener itu ulah Om Damar?”“Aku nggak tahu.” Shanna menjawab cepat saat menyadari kesalahannya. “Tapi aku yakin baba nggak akan melakukan hal buruk sama Rangga. Apalagi dia keponakannya. Lagian selama ini baba nggak pernah meninggalkanku.”“Maaf, Shan. Aku nggak bermaksud menuduh Om Damar. Aku refleks aja berpikir jika ini ulah Om Damar karena tante Diana yang sering menyakitimu.” Viona memeluk Shanna. Setiap ucapannya penuh dengan rasa penyesalan.Shanna membalas pelukan Viona sembari tersenyum kecil. “Nggak apa-apa, Vi. Aku ngerti kok kenapa kamu bisa berpikir seperti itu. Wajar kalau kamu berpikir begitu. Aku pun kalau jadi kamu pasti akan berpikir seperti itu.”Viona melepaskan pelukannya. “Tapi, Shan, kalau benar Om Damar yang melakukannya,
Mata Shanna membulat sempurna. Sangat terkejut. Namun, hal itu hanya sesaat. Shanna menatap Ardo dengan tatapan penuh tanda tanya dan keheranan. “Bagaimana kakak tahu kalau kue itu beracun?”“Baunya.” Ardo segera meletakkan piring kecil di tangannya. Menjauhkan kue itu dari jangkauan Shanna. “Ada bau yang berbeda dari kue itu.”Shanna mengernyit. Dia tidak mencium bau yang aneh pada kue itu. Selain itu, dia tidak mengerti bagaimana Ardo bisa menyimpulkan bahwa kue itu beracun hanya karena mencium bau yang berbeda dari kue itu.Ardo mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.“Bisakah kau datang ke kediaman Dimas Mahesa Adipramana?” pinta Ardo kepada orang di seberang telepon. “Sekarang.”Setelah beberapa saat, Ardo pun memutus sambungan telepon.Tidak sampai sepuluh menit, seorang pria datang ke rumah mereka.“Kue itu telah dibubuhi racun, cuma aku tidak tahu racun j
“Shanna! Semangat, ya!” Suara teriakan Viona terdengar keras meski Shanna sudah berlari cukup jauh dari sahabat-sahabatnya. Dia tidak berhenti dan hanya melambaikan tangan tanpa menoleh. Dia terus berlari menuju gerbang kampus dan mendekati mobil Damar yang ternyata sudah menunggunya. “Maaf lama, Ba,” ucap Shanna ketika berada di dalam mobil. “Baba sudah dari tadi?” “Tidak apa-apa. Baba juga baru saja sampai, kok.” Damar mengemudikan mobil meninggalkan kampus Shanna dan menuju ke sebuah restoran bintang lima. Pagi tadi Damar memang mengajak Shanna makan siang bersama. “Kenapa harus pesan private room sih, Ba? Kan di luar sama saja,” protes Shanna setelah pelayan pergi meninggalkan mereka berdua di private room yang dipesan Damar. Bukannya Shanna tidak suka, dia hanya merasa ayahnya itu berlebihan dengan memesan private room hanya untuk makan siang. “Ya beda dong, Sayang. Kalau di luar ramai dengan pengunjung yang lain. Tapi kalau di sini kan tenang dan tidak ada yang mengganggu.