Shani sebenarnya tak begitu menyukai acara yang biasanya diadakan oleh keluarga Bentley, alasannya tak lain karena orang-orang di dalamnya yang selalu berkata buruk tentang Shani karena statusnya yang hanya sekadar orang biasa. Tetapi malam ini cukup berbeda, sejak Shani mengetahui bahkan Gideon akan menjemputnya ke acara makan malam keluarga Bentley. Senyum wanita itu tak henti mengembangkan, dibarengi dengan wajahnya yang berseri. “Lebih baik pakai dress yang mana, ya?” Gumamnya pelan sembari bercermin, ia bimbang dalam memilih pakaiannya malam ini. Shani berbalik ke lemari bajunya, seketika ia tersenyum miris melihat isi lemari itu yang kebanyakan terisi dengan pakaian formal untuk bekerja. “Yah, memang sejak luluh kuliah dan bekerja, aku sudah tak pernah membeli dress untuk diriku sendiri. Sekarang aku jadi menyesal.” Keluh Shani pelan sambil menghela napas panjang. Sepersekian detik kemudian, Shani langsung menoleh ke arah luar kamarnya saat mendengar ketukan pada pintu apar
Shani sejak dua puluh lima menit yang lalu sudah menatap lamat-lamat pintu tebal berbahan jati di hadapannya itu, ia juga sudah memegangi gagang pintunya. Hanya tinggal menarik gagangnya kebawah dan mendorong pintunya sedikit, Shani pun akan berhasil memasuki ruangan CEO. Tetapi tiap kali niat untuk memasuki ruangan itu muncul, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. “Harus! Aku harus masuk agar bisa membicarakan ini pada Gideon.” Gumam Shani pelan, sambil memegangi dadanya. Ia celingak-celinguk sejenak untuk melihat keadaan sekitar, baru setelah ia memberanikan diri untuk memasuki ruangan itu. Tapi pemandangan ruangan yang kosong menyambutnya. Shani pun menghela napas kecewa, ia hendak berbalik untuk keluar dari ruangan itu. Tapi saat gagang pintunya tiba-tiba bergerak sendiri, tubuh Shani jadi tersentak dan refleks bergerak untuk bersembunyi di bawah kolong meja kerja Gideon. Tak berselang lama, pintunya pun terbuka. Shani dapat melihat dua pasang kaki yang masuk ke dala
“Jadi kamu mau merelakan ayahku begitu saja!?” Tanya Daroll tak percaya.Daroll sedikit meninggikan nada suaranya hingga orang-orang yang berada di dekat sana jadi memelototi mereka kebingungan, tetapi Shani hanya terdiam dengan tatapan datarnya.Perlahan kepala wanita itu mengangguk pelan, ekspresi wajahnya tak berubah sedikit pun.“Ya, karena terlalu mustahil bagiku, Daroll.” Ucap Shani datar, pandangannya kembali ia alihkan ke gelas berisi minuman yang sudah bercampur dengan air dari es batu yang sudah mencair.Daroll terdiam sejenak, ia kemudian mengendus kesal. “Ibuku hanya mengancam seperti itu tapi kamu malah sudah menyerah.” Shani terdiam sejenak sambil menenggak minuman dalam gelas, ia kemudian menoleh ke arah Daroll. Tatapannya berubah masam, ia berdecak pelan sebelum menjawab perkataan lelaki itu.“Tembok ayahmu itu sangat tinggi, Daroll. Dan yang bisa memanjatnya hanya ibumu.” Balas Shani, bibirnya kini mengerucut ka
Datang ke ruangan saya sekarang.Begitulah isi pesan yang dikirim oleh Gideon untuk Shani siang ini, si wanita yang mendapatkan pesan tersebut hanya dapat menghela napas kasar sambil mengutuki si pengirim pesan. “Padahal pekerjaanku banyak sekali hari ini, aku juga sampai mengabaikan makan siangku demi menyelesaikan pekerjaanku.” Keluh Shani di sela langkahnya menuju ruangan CEO. Tak lama, Shani tiba di depan pintu ruangan CEO. Wanita itu berhenti sejenak sambil dirinya menguatkan mental untuk mulai memasuki ruangan itu, setelahnya ia langsung mendorong pintu itu untuk ia masuki. Tetapi pemandangan yang tak mengenakkan menyambut Shani, wanita yang kemarin membuatnya jengkel juga ada di dalam ruangan itu. Gabriella menoleh sambil melayangkan senyum sinis, ia juga menyilangkan kakinya anggun. “Kenapa dia ada di sini?” Tanya Shani sambil menunjuk ke arah Gabriella yang sedang duduk manis di sofa.“Kenapa? Memangnya saya tidak boleh berada di sini?” Ucap Gabriella. “Ya tentu saja tid
“Jadi, mantan istrinya tunanganmu itu datang menemuimu, ya?” Aland bertanya tanpa menatap wajah Shani, lelaki itu sibuk menuangkan minuman ke gelas yang akan ia berikan pada Shani. “Ya, tapi dia seperti ingin bersaing denganku.” Jawab Shani, lalu mengendus pelan.Shani kembali mengingat kejadian pagi tadi saat dirinya didatangi oleh Gabriel, hal itu membuatnya menjadi kesal. Ia berulang kali memukul meja bar bahkan hampir memecahkan gelas.Tapi Aland tak terganggu, asal sahabatnya itu tak mengamuk dan menghancurkan seisi bar. Lelaki itu kemudian bergerak mengoper gelas yang sudah terisi dengan minuman kesukaan Shani. “Tapi si Gideon itu pasti akan memilihmu jika kalian bersaing.” Ucap Aland mencoba menenangkan Shani. Shani hanya terdiam, tangannya bergerak meraih gelas minuman itu dari Aland. Wanita itu kemudian mengangkat bahu. “Entahlah, bisa jadi…” Shani menggantung perkataannya, ia termenung sejenak. “Bisa jadi Gideon masih memiliki rasa pada mantan istrinya?” Aland menambah,
Penolakan halus Gideon saat di rumah sakit sudah cukup menyadarkan Shani tentang posisi dirinya saat ini. Wanita itu butuh waktu seminggu untuk mengobati hatinya yang jadi terluka karenanya. Tapi kini wanita itu tampak sudah biasa saja. Ia kembali menjalani pekerjaannya seperti awal dirinya saat belum mengenal Gideon. “Shani!” Shani menoleh sambil tersenyum simpul. Ia yang baru saja melangkah memasuki gedung kantornya itu seketika terhenti saat seseorang memanggil namanya.“Kamu tidak melihat obrolan group divisi?” Tanya salah seorang rekan kerjanya, wajahnya tampak prihatin.Shani terdiam sejenak, kepalanya bergerak menggeleng pelan seraya tangannya merogoh saku blazernya. Shani langsung mengeluarkan ponsel miliknya, hendak melihat apa yang baru saja dibicarakan oleh rekan kerjanya itu. Matanya terbelalak saat membaca obrolan group divisinya, kemudian alisnya mengkerut dalam. Seorang wanita mencari Shani.Siapa dia?Dia mantan istri CEO.Wah!Mantan… Istri? Batin Shani, ia mene