“Bos, dari pihak rumah sakit itu sendiri mengatakan kalau itu memang nota resmi pembayaran yang ditandatangani oleh salah satu direktur mereka. Jadi itu sah,” ujar Leo. Alvaro mengerutkan keningnya. Dia mendengarkan semua keterangan Leo mengenai pembayaran rumah sakit Sarah. Leo mengatakan kalau mereka tidak berhasil mendapatkan rekam medis Sarah karena itu adalah dokumen pribadi yang hanya bisa diakses oleh pihak internal rumah sakit dan juga pasien yang bersangkutan.
“Kau tahu, Leo. Aku tetap merasa ini sangat aneh. Kau ingat ketika Kakek mengalami serangan jantung? Aku yang mengurus Kakek bersamamu saat itu kan? Dan pembayarannya tidak membengkak seperti ini, Leo,” ujar Alvaro . Leo mengangguk membenarkan.“Kita butuh mencari komparasi, Al,” ujar Leo. Alvaro setuju. Dia meminta Leo untuk menghubungi beberapa rumah sakit lainnya, untuk menyelidik dan melakukan perbandingan.Keluar dari ruangan Alvaro , Vanessa menatap ingin tahu. “Tugasmu akan bertSarah dan Alexa hanya melirik ketika Bunga mengantar Alvaro menuju ke pintu. “Jangan pulang lama-lama,” rengek Bunga. Alvaro hanya menaikkan alisnya. Dia tidak berencana pulang cepat. Alvaro ingin pulang kembali ke rumah kalau semua orang sudah tertidur.Setelah mengantarkan Alvaro , Bunga kembali ke kamarnya. Sarah sebenarnya memanggil Bunga agar bergabung dengannya dan Alexa, namun Bunga ingin menghubungi Nabila untuk menanyakan hasil investigasi mereka.Sampai di kamar, Bunga langsung mengunci pintunya. Dia mengambil telepon genggamnya dari dalam tas kemudian langsung menghubungi Nabila. “Halo, Bila. Bagaimana?” tanya Bunga penuh harap.“Kami baru saja pulang. Ini masih di jalan. Om Angga mengatakan kalau nota itu memang mencurigakan, tapi semuanya juga ditandatangani oleh seorang dokter senior yang menjadi direksi di rumah sakit. Om Angga mengatakan akan mencoba memeriksa rekam medis dari pasien yang bersangkutan. Tenang saja, Lia. Nan
“Bos, dari pihak rumah sakit itu sendiri mengatakan kalau itu memang nota resmi pembayaran yang ditandatangani oleh salah satu direktur mereka. Jadi itu sah,” ujar Leo. Alvaro mengerutkan keningnya. Dia mendengarkan semua keterangan Leo mengenai pembayaran rumah sakit Sarah. Leo mengatakan kalau mereka tidak berhasil mendapatkan rekam medis Sarah karena itu adalah dokumen pribadi yang hanya bisa diakses oleh pihak internal rumah sakit dan juga pasien yang bersangkutan.“Kau tahu, Leo. Aku tetap merasa ini sangat aneh. Kau ingat ketika Kakek mengalami serangan jantung? Aku yang mengurus Kakek bersamamu saat itu kan? Dan pembayarannya tidak membengkak seperti ini, Leo,” ujar Alvaro . Leo mengangguk membenarkan.“Kita butuh mencari komparasi, Al,” ujar Leo. Alvaro setuju. Dia meminta Leo untuk menghubungi beberapa rumah sakit lainnya, untuk menyelidik dan melakukan perbandingan.Keluar dari ruangan Alvaro , Vanessa menatap ingin tahu. “Tugasmu akan bert
Tok! Tok! Tok!Pintu kantor Bunga diketuk dari luar. Bunga menanti siapa yang akan muncul di balik pintu itu. “Masuk,” ujarnya dari dalam.“Halo, Kakek boleh masuk?” Kakek Bram muncul di pintu. Bunga langsung tersenyum lebar, dia senang melihat lelaki itu datang dengan wajah ceria.“Masuklah, Kek. Aku senang Kakek datang,” jawab Bunga. Volume suara Bunga memang agak dikecilkannya karena menyadari kalau pintu ruangannya terbuka. Mungkin saja ada yang akan mendengarnya.“Oh, kalian masih main sandiwara?” tanya Kakek Bram. Kakek duduk di sofa yang ada di dalam ruangan Bunga.Setelah bersalaman dan mencium tangan orangtua itu, Bunga langsung duduk bersama Kakek Bram. “Kakek sehat?” tanya Bunga. Da merasa malu mengenai sandiwara yang ditanyakan Kakek Bram tadi.“Sehat, Nak. Kakek bisa sampai disini. Rasanya sudah lama sekali tidak bertemu kalian. Tadinya Kakek mau ke rumah kalian saja nanti malam. Tapi, Kakek sudah tidak sabar. L
Bunga kemudian tersenyum. Sarah langsung menutup pintu kamar. Bunga sekarang berpikir bagaimana caranya membujuk Alvaro kembali agar tidak marah kepadanya. Namun, Bunga kehabisan akal. Rasanya dia tak tahu lagi bagaimana membujuk Alvaro agar bisa berdamai. Tak mungkin Bunga memakai cara yang sama dengan tadi. Alvaro pasti kali ini tidak akan membiarkan Bunga berhasil.Bunga ingin kembali ke kamar, namun dia merasa sedikit haus. Karena itu Bunga berjalan ke dapur. Dia ingin mengambil segelas sari jeruk dingin yang ada di dalam kulkas.“Mau apa, Nya?” tanya Bibi yang masih merapikan dapur dan mempersiapkan bahan masakan untuk keesokan hari.“Bi, kenapa belum tidur? Sudah malam, Bi. Istirahat saja, Bibi kan sudah lelah seharian,” ujar Bunga disertai senyuman. Itulah yang membuat pekerja di rumahnya menyayangi Bunga. Bunga selalu ramah dan bersikap baik kepada orang yang bekerja padanya.“Iya, Nya. Sebentar lagi. Bibi hanya mempersiapkan ini saja. Set
Sarah terus mengetuk pintu kamar Alvaro dan Bunga. Kedua insan yang sedang memadu kasih itu terperanjat. Merasa tak nyaman bisa tak menjawab, merasa tak nikmat pula bila menjawab. Bunga masih terdiam sambil menatap Alvaro yang juga ikut terdiam raut wajahnya kini berubah.“Bagaimana ini?” tanya Bunga. Konsentrasinya terganggu. Aksinya tak lagi bisa selaras dengan seluruh gaya yang telah dilakukannya tadi.“Sudahlah, jawab saja. Ibu tak akan diam kalau kau tak menjawab,” bisik Alvaro akhirnya, seolah dia tau.“Kenapa aku?”“Karena kau yang membawa Ibu kemari.”Hening menerpa, Bunga paham kalau Alvaro masih kesal. Ternyata kekesalan itu tersimpan di dalam lubuk hatinya. Sedikit saja ada kesempatan untuk dikeluarkan, Alvaro langsung memuntahkan semua kemarahannya pada Bunga melalui kata-kata sinisnya.Situasi membuat Bunga juga ikut merasakan terpaan emosi. Bunga terdiam, dia berdiri kemudian masuk ke kamar mandi setelah m
Bunga sudah selesai memakai lingerienya, dia berjalan pelan ke sisi Alvaro. ‘Duh, jangan kesini. Please, Diamlah di tempat. Duduk di tempat tidur,’ ujar Alvaro. Tapi, lagi-lagi hanya di dalam hati saja. Sebab di luar, Alvaro masih saja tampak berusaha keras berkonsentrasi pada pekerjaannya. Dia harus bertahan kali ini sekuat tenaga Alvaro mencoba untuk tetap mengerjakan pekerjaannya.“Sayang, kenapa bekerja terus,” sapa Bunga yang duduk di tangan kursi Alvaro. Mau tak mau Alvaro terpaksa melirik ke arahnya. Sungguh cantik dan seksi lingerie itu melekat di tubuh Bunga. Bahannya yang transparan memperlihatkan kalau Bunga tidak memakai apapun di bawah pakaian itu. Alvaro menarik nafas lagi dan menahannya. Bahkan hingga sesak nafas pun Alvaro bertekad menahannya. "Kenapa dia harus duduk di sini, aku jadi bisa melihat semuanya. Tahan ya tahan," gumam Alvaro pada dirinya dalam hati. Dia tak mungkin tidak tergoda tapi dia harus tetap bertahan dan tidak menyerang istrinya