Saat terbangun dari tidurnya di pagi hari, Kaira merasakan pinggangnya seperti cidera. Betapa buas dan tidak terkontrolnya Jay pada saat melakukannya dengan Kaira semalam.
Jay menyadari kalau Kaira sudah terbangun dari mimpi indahnya. Jay mencium tengkuk Kaira dan Kaira merasakan sesuatu yang bergerak-gerak di pinggulnya.
"Apa yang akan aku katakan pada Jay? Aduhhhh, malunya aku!" batin Kaira.
Kaira diam saja saat merasakan Jay sudah memberikan kode untuk mengulang lagi apa yang mereka lakukan semalam. Kaira pura-pura tidur kembali.
"Sayang, kenapa kau tidak memujiku?" tanya Jay dengan manja.
"Aduhhhhh... Apa aku memiliki Suami yang tidak tahu malu? Kenapa dia bersikap seperti tidak terjadi apa-apa semalam?" batin Kaira.
"Sayang, aku tahu kau sudah bangun. Jadi, jawab aku! Apa aku hebat semalam?"
"Iya!" akhirnya Kaira menjawab pertanyaan Jay.
"Ayo kita lakukan sekali lagi!" bisik Jay.
Tanpa menunggu persetujuan Kaira, Jay membuka sedikit kaki Kaira dan siap bermain dari belakang. Gairah yang di miliki Jay tidak bisa di tolak hingga Kaira hanya diam dan menerima setiap perlakuan lembut Jay.
"Apa dia seorang monster? Semalam sudah 2x dan sekarang nambah lagi. Apa dia tidak kasihan padaku yang malang ini?" batin Kaira.
"Ayo katakan sekali lagi kalau kau juga ingin," bisik Jay.
Kaira yang tidak bisa menahan rayuan dan godaan Jay, akhirnya menuruti kemauan Jay yaitu bercinta pada saat pagi hari.
Kaira menutup bibir Jay dengan bibirnya supaya Jay tidak mengeluarkan erangan yang begitu keras seperti semalam. Para pekerja di waktu pagi, biasanya sudah berkeliling membersihkan setiap ruangan, sehingga Kaira tidak ingin mereka mendengar ranjang yang bergoyang.
Tubuh Jay terkulai lemas setelah hasratnya terpenuhi. Jay berbaring di sebelah tubuh Kaira yang di penuhi dengan tanda merah akibat perbuatannya yang di luar logika.
"Sayang, bagaimana kalau kita pindah ke hotel? Atau kita usir dulu para pekerja?" bisik Jay.
"Jay, penerbangan jam berapa hari ini? Bukannya Suamiku harus berangkat dinas?" tanya Kaira.
"Bolehkah aku membawamu?"
"Hanya dua hari. Tahan saja," goda Kaira.
"Pesonamu membuatku tidak bisa menahannya walaupun hanya sedetik," jawab Jay.
BRUKKKK
"Aduh!" pekik Kaira.
Kaira terjatuh dari ranjang saat hendak berdiri dan ingin mandi. Tubuhnya terasa begitu lengket. Kaki Kaira lemas, dan merasakan sakit di pangkal pahanya.
"Sayang, kamu kenapa?" Jay langsung menggendong Kaira.
"Sakit," ucap Kaira.
"Mana yang sakit?" tanya Jay dengan penuh kekhawatiran.
"Ini!" wajah Jay langsung memerah setelah Kaira sengaja menunjukkan miliknya yang memang terasa nyeri.
Jay duduk di sebelah Kaira, lalu memeluknya dengan sangat lama tanpa berbicara apapun.
"Padahal, aku ingin sekali nambah 2 atau 3 kali lagi tapi kenapa sudah sakit?" tanya Jay dengan kecewa.
"Bukannya Suamiku juga tahu kalau ini kali pertama untukku?" Jay langsung menoleh ke arah seprai putih yang terdapat sebercak darah.
"Bukannya semalam juga Istriku sudah menggigitku untuk meredakan sakitnya? Sekarang, boleh tidak menggigitku lagi untuk meredakan sakit?" Jay tidak berhenti berusaha untuk merayu Kaira.
"Tapi aku haus!" ucap Kaira.
Denga gerakan cepat, Jay mengambil air putih yang ada di atas meja dan memberikannya pada Kaira dengan harapan setelah minum, Jay bisa menambah jatah lagi sebelum berangkat dinas.
"Terimakasih!" ucap Kaira dan memberikan kembali gelasnya pada Jay.
Jay meletakkan gelas itu kembali ke tempat semula, lalu menghampiri Kaira. Jay tidak sadar bahwa dirinya berjalan dengan tubuh yang masih telanjang. Kaira menahan tawanya saat melihat menara Jay sudah tegak menjulang tinggi dan siap untuk bertempur.
"Apa begitu asyik menertawakanku?" bisik Jay.
"Siapa yang tertawa?" Kaira tidak mengakuinya.
"Bagaimana kalau aku menghukummu?" Jay mendorong tubuh Kaira hingga berbaring di atas tempat tidur.
TOK... TOK... TOK...
"Jay, apa kau belum bangun?"
"Itu suara Mama!" Kaira buru-buru mendorong tubuh Jay untuk menjauh darinya.
"Hufffftttt... Untung Mama datang. Kalau tidak, habislah aku!" batin Kaira.
"Apa Istriku senang sekarang karena tidak jadi aku terkam?" tanya Jay sembari menggendong Kaira dan membawanya ke dalam kamar mandi. "Apa sangat sakit? Mau aku bantu untuk mandi?" goda Jay.
"Jangan! Cepat pakai handuk dan temui Mama sebelum suara Mama meledak-ledak di telinga," Kaira mendorong Jay supaya keluar menemui Ibunya.
***
"Aku kasih Mama hukuman apa ya karena sudah mengganggu pagi pertamaku?" batin Jay sembari berjalan lalu membuka pintu kamarnya.
"Jay, kamu baru bangun? Menantu Mama mana?" hal pertanya yang di tanyai adalah Kaira.
"Ma, anak Mama aku atau Kaira?" tanya Jay.
"Berisik! Menantu Mama mana?"
"Masih mandi!" jawab Jay dengan malas.
Nyonya Luna menerobos masuk ke dalam kamar Jay. Kamar yang hampir mirip tempat perang.
"Ma, jangan masuk!" teriak Jay.
Nyonya Luna diam terpaku melihat keadaan kamar Jay yang hancur seperti di terpa badai. Pakain dan juga dalaman masih berserakan di atas lantai, di tambah lagi dengan bercak darah yang sudah mengering di seprai putih.
Jay buru-buru menutup bercak itu dengan selimut dan Jay duduk diam siap menerima omelan Nyonya Luna yang tidak akan ada habisnya meskipun di bagi 7 turunan.
"Apa kalian..."
"Ma, Mama itu datang di saat yang tidak tepat. Aku sama Kaira sedang membuatkanmu cucu tapi Mama malah mengganggu," ucap Jay.
"Mama? Ganggu?" tanya Nyonya Luna.
"Mending sekarang Mama pulang! Aku akan melanjutkan hal yang tertunda dengan Kaira," bisik Jay.
"Dasar anak tidak tahu malu! Bisa-bisanya mengusir Mama?"
BUKK... BUK... BUKKK
Nyonya Luna memukul Jay dengan buku yang di ambilnya di atas meja. Nyonya Luna memukul Jay tanpa memberikan ampun padanya.
"Mama... Mama... Mama..." Kaira langsung memanggil dan mencegah Nyonya Luna untuk memukul Jay. "Mama, tarik nafas dulu biar tenang ya!" imbuhnya.
Nyonya Luna akhirnya tenang setelah Kaira datang. Jay mengelus dadanya dengan lega. Persekutuan antara Jay dan Nyonya Luna terlihat begitu lucu. Setiap kali bertemu, ada saja hal yang membuat mereka bertengkar namun hanya sebuah pertengkaran dalam bentuk candaan.
"Sayang, kamu kenapa jalan sendiri? Bukannya masih sakit?" tanya Jay tanpa memperdulikan Ibunya yang masih ada di dalam kamar.
Kiara melototkan matanya ke arah Jay dengan sinis sebagai kode supaya Jay tidak berbicara sembarang lagi.
"Sayang, cepetan mandi ya. Penerbangan sebentar lagi."
Jay menatap jam yang tergantung di dinding kamarnya. Penerbangan tinggal 3 jam lagi. Jay masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan Kaira dengan jalan yang susah payah, harus menyiapkan pakaian yang akan di pakai Jay.
"Kaira, apa Jay kasar semalam?" tanya Nyonya Luna tiba-tiba.
"Kasar gimana ya Ma?" tanya Kaira berpura-pura bodoh.
"Kasar melakukannya!" jawab Nyonya Kaira.
"Melakukan apa, Ma?"
"Membuatkan Mama cucu!" Kaira langsung melihat kondisi kamarnya yang sangat tidak pantas di lihat oleh Ibu Mertua.
"Haaaaa?"
***
Sebuah kesepakatan akhirnya terjalin setelah Jay dan Loreta saling berjabat tangan. Rasya bisa menghela napasnya sedikit lega membiarkan Tuannya itu pergi bersama Loreta.Perjanjian itu akan terpenuhi setelah Loreta mempertemukan Jay dan Kaira. Lalu, Jay melepaskan Orthela untuk kembali ke negara asalnya.Perseteruan sudah cukup membuat kacau. Loreta tidak ingin semuanya berlanjut semakin jauh karena banyak hal yang terbengkalai karena masalah yang tidak juga kunjung selesai.Loreta membawa Jay pergi ke tempat pemakaman. Pria tersebut menyipitkan matanya heran sembari melirik curiga ke arah Loreta.“Apa yang kau rencanakan dengan membawaku ke sini?” tanya Jay. Bariton suara yang tegas itu, membuat sekujur tubuh Loreta merinding.“Anda jangan salah paham, Tuan. Saya membawa Anda ke sini bukan tanpa sebab,” ujar Loreta.Dari pandangan yang cukup jauh, terlihat dua orang sedang menghadap ke salah satu makam yang tidak asing. Jay berlari tidak sabar ingin segera memeluk wanita yang be
"Jangan mendekat!" teriak Kaira. Rasanya cukup mengerikan. Kaira menjadi ketakutan. Ia berusaha pergi meski cukup sulit, tapi Orthela sudah lebih dulu memegang kendali kursi rodanya."Kenapa kau tkut? Bukankah aku sudah cukup membuatmu tenang? Kau bahkan sudah melihat bagaimana aku sangat menyesal," kata Orthela. Ia bahkan tidak merubah ekspresinya. Tetap terlihat sangat menyedihkan."Pergi! Aku memiliki keluargaku sendiri, Orthela. Aku tidak akan pernah pergi denganmu. Tidak akan pernah!" teriak Kaira."Bagaimana kalau Ziel sudah bersamaku? Apa kau tetap akan menolakku?""Apa? Kau menyandera Ziel? Orthela, dia tidak tahu apapun. Ziel msih anak-anak." Pada dasarnya, Kaira bukan wanita yang pandai mengumpat atau berkata kasar. Ia hanya berteriak meluapkan emosinya dengan kata-kata yang masih tertata dengan lembut."Aku tahu kalau kau akan menolakku. Maafkan
Tiga hari Kaira menghilang. Orang yang paling tertekan dan hampir gila adalah Jay. Jay yang tidak pernah menggunakan kekuasaannya, sekarang menekan semua orang untuk mencari Kaira sampai Kaira ditemukan. Nyonya Luna membawa Ziel pergi. Ziel yang tidak tahu apa-apa, tidak boleh terkecoh dengan keadaan yang ada. Orthela tidak memiliki niatan buruk. Racun yang sudah masuk ke dalam tubuh Kaira adalah buatan dari orangnya. Meski sudah mendapatkan penawar, tapi masih ada satu penawaran lagi yang harus hati-hati dan perlahan disuntikan ke dalam tubuh Kaira."Ini di mana?" gumam Kaira. Kaira terbangun dari tidurnya yang cukup panjang. Kepalanya terasa berdenyut dan berkunang-kunang. Tempat itu sangat asing, apalagi seseorang yang menatapnya."Kau sudah sadar? Syukurlah. Aku bisa mengembalikanmu tanpa rasa bersalah," ucap Orthela."Kau!" pekik Kaira."Jangan terlalu banyak gerak dan bicar
Kaira belum sadar setelah pengobatan. Tapi, kondisinya berangsur-angsur membaik. Tuan Alrecha dan Nyonya Luna, akhirnya mengetahui kalau keadaan sedang kacau saat ini. Keysana menemani Kaira sembari mengasuh Ziel. Rasya sibuk mengurus gugatan untuk Orthela dan Jay sekeluarga, mengurus pemakaman Grace karena keluarga Grace, semuanya sudah mengakhiri hidupnya sendiri."Grace, sejauh ini..." Jay terdiam dengan kedua matanya yang sembab. "Sejauh ini, aku tidak membencimu. Kau menunjukkan perubahan yang sangat besar. Sebagai rasa terima kasihku, aku akan merawat rumah terakhirmu," lanjutnya. Nyonya Luna mengusap-usap punggung Jay. Jay yang sedang bersimpuh menaburkan bunga di atas gundukan tanah yang masih basah, tangannya terus saja gemetar. Tuan Alrecha tidak banyak bicara. Ia cukup paham dengan perasaa
Jay masuk ke dalam rumah Orthela. Dia menggendong Grace yang sudah tiada. Tidak hanya itu, Paul yang datang berniat membawa Grace tapi dia malah menjadi sasaran utama kemarahan Jay. Jay menarik kerah kemeja yang Paul kenakan. Jay sudah membuat wajah dan tubuh Paul memar, terluka, berdarah, kesakitan, merintih dan memohon.Srek! Srek! Srek! Suara tubuh Paul yang diseret paksa membuat Delon, Orthela dan Loreta terperanjat kaget. Mata mereka terbelalak lebar. Lantai yang Jay lewati, dibanjiri oleh darah yang mengalir dari Paul dan juga Grace. Wajah Jay suram. Sorot matanya begitu tajam. Delon menelan salivanya karena baru kali ini dia melihat ekspresi iblis dari aura Jay. Jay yang ia kenal sebagai suami yang sangat lembut dan hangat tapi kali ini, ekspresinya begitu kejam.“Menarik!” ujar Jay
“Key, Rasya, aku titip Kaira dan Ziel,” ujar Jay.“Kau mau ke mana? Bukankah pengobatan Kaira hampir selesai?” tanya Keysana.“Ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Setelah kembali nanti, aku sendiri yang akan menjelaskannya pada Kaira.” Rasya hanya diam saja. Jay meminta Rasya supaya tetap berada di rumah sakit untuk menjaga situasi di sana. Jay menggenggam erat surat dari Grace yang di dalamnya ternyata ada chip milik Orthela. Jay berfikir kalau ia tidak bisa sepenuhnya lepas tangan dalam masalah ini dan menyerahkannya pada Delon. Kenangan pahit Delon, tragedi, trauma, masih membekas jelas. Jay tidak ingin malah Delon yang terseret lebih dalam lagi. Langkah dan tindakan Jay cepat. Ia berharap kedatangannya jauh lebih dulu dibandingkan Delon di kediaman Orthela.“Delon, aku ber