Share

7. Bibir Mereka Berdua Menyatu

"Ada apa? Kenapa kau datang ke sini?" tanya Serkan terkejut.

Baru saja menyelesaikan rapat dan hendak kembali ke ruangannya. Tiba-tiba, ia dikejutkan dengan keberadaan Guzel di depan pintu lift, tepat di depan matanya.

"Aku membawakan ini sebagai ucapan terimakasihku," sahut Guzel sambil mengangkat rantang di tangan kanannya.

Pandangan mata Serkan bergerak menatap rantang itu. Kemudian, ia melangkah keluar melewati istrinya.

"Seharusnya kau tidak perlu repot-repot. Aku melakukan itu hanya demi kemanusiaan saja," balas Serkan datar.

Ucapannya terdengar seperti pria itu akan melakukan hal yang sama, jika itu terjadi pada orang lain. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Ia melakukan itu hanya untuk Guzel dan untuk yang pertama kalinya seumur hidup. Meskipun demikian, Guzel tidak merasa kecewa sama sekali. Mungkin karena wanita itu belum ada perasaan apa pun pada Serkan.

"Tidak apa-apa. Memasak adalah hobiku dan ini sama sekali tidak merepotkan." Guzel berbalik dan mengikuti Serkan masuk ke dalam ruangannya.

Sampai di dalam, Guzel menyusun makanan di meja. Ada spaghetti dengan bumbu terpisah dan lasagna. Perlahan, aromanya menyebar dan tercium di indera penciuman Serkan. Sontak, cacing di perutnya langsung berteriak meminta makan.

"Kenapa kau masih berdiri di situ? Ayo makan siang dulu!" tanya Guzel heran.

"Ah, iya." Serkan lekas mendekat dan duduk di seberang meja.

Sementara Guzel, ia mulai menuangkan spaghetti ke piring dan bumbu di atasnya. Kemudian, menyodorkannya pada sang suami.

"Aku cuma bawa jus. Kalau mau ambil air putih di sebelah mana?" tanya Guzel sambil mengangkat sebotol jus mangga.

"Ambil di ruangan itu," sahut Serkan sambil menunjuk ke sebuah ruangan.

Guzel menoleh ke belakang dan mendapati sebuah pintu. Kemudian, ia mengangguk dan beranjak bangun. Melangkah sekitar lima langkah dan masuk ke dalam.

"Apa ini yang disebut ruang pribadi?" tanya Guzel pada dirinya sendiri melihat ruangan yang persis seperti kamar tidur.

Setelah itu, ia mengedar pandangan mencari tempat penyimpanan air minum. Ia menemukan lemari pendingin kecil di dekat sofa. Lalu, ia bergegas mendekat dan membukanya.

Di dalamnya berisi beberapa botol air mineral dan buah-buahan. Guzel hanya mengambil satu botol air mineral dan bergegas kembali.

"Apa kau menemukannya?" tanya Serkan melihat Guzel keluar dari ruang pribadinya.

"Ya," sahut Guzel sambil menunjukkan botol air mineral di tangan kirinya.

"Apa aku boleh menghabiskan semua makanan ini?" tanya Serkan menunjuk ke dua menu yang ada di meja.

Tadi pagi, Serkan makan begitu lahap. Padahal sebelumnya, ia selalu menjaga pola makan dan selalu berhenti sebelum kenyang. Akan tetapi, pria itu terlihat mengecualikan makanan buatan Guzel. Buktinya sekarang, dua menu yang seharusnya untuk dua orang akan ia habiskan sendiri.

"Tentu saja. Lagi pula, dua menu ini tidak akan membuatmu terlalu kenyang," balas Guzel mempersilahkan.

Spaghetti sama seperti mie pada umumnya. Meski makan cukup banyak, tidak akan bertahan lama. Baru sebentar makan bisa langsung membuat perut keroncongan lagi. Begitu juga dengan lasagna yang sama sekali tidak akan membuat perut merasa kenyang. Apalagi hanya dua potong saja.

Serkan mengangguk dan mengulurkan tangannya meminta air minum. Kemudian, ia lekas menenggaknya hingga beberapa teguk. Setelah itu, ia mulai menikmati spaghetti.

"Pakaianmu, apa sudah kau bawa ke rumah?" tanyanya dengan mulut penuh.

"Belum. Aku baru merapikannya dan memasukkannya ke dalam koper. Setelah itu, aku memasak dan langsung datang ke sini," sahut Guzel menjelaskan.

"Jadi, kau ke sini naik taksi?"

Serkan pikir, Guzel sudah pulang ke rumah dan datang ke kantor menggunakan mobil pribadi seperti yang kakeknya katakan.

"Iya. Sejak dulu, aku terbiasa menggunakan transportasi umum. Aku selalu diantar jemput hanya ketika mendiang papanya Lara masih ada. Setelah itu, aku selalu naik kendaraan umum kalau pergi ke mana-mana," sahut Guzel seolah sedang mencurahkan isi hatinya.

Selama ini, ia tidak pernah menceritakan perihal masalah pribadinya pada orang lain, bahkan meski hal sepele sekalipun. Namun entah mengapa, ia merasa nyaman dengan Serkan.

"Oh begitu."

Serkan hanya menatap Guzel sekilas bingung harus bagaimana menanggapi. Ia merasa tidak enak karena ucapannya membuat sang istri mengingat masa lalunya.

"Iya, Mas. Ya sudah selesaikan makannya dulu." Guzel mengulurkan tangannya dan menuangkan spaghetti kembali ke piring makan Serkan.

Tiba-tiba, suasana berubah menjadi hening. Hanya terdengar suara dentingan garpu dan piring. Hingga beberapa menit kemudian, Serkan selesai menikmati makan siang dan Guzel pun merapikannya.

"Aku pulang dulu, Mas," pamit Guzel.

Serkan hanya berdiri tanpa berniat untuk mengantar sampai depan pintu. Setelah melihat Guzel keluar, ia melangkah ke meja kerjanya dan mulai melanjutkan pekerjaannya.

***

Hari ini, pekerjaan Serkan di perusahaan sangat banyak. Jadi mengharuskannya untuk bekerja lembur sampai larut malam dan pukul sebelas baru sampai di rumah.

Pria itu memutar kenop pintu secara perlahan agar tidak mengganggu waktu tidur Guzel. Kemudian, ia masuk ke dalam dan menutupnya kembali dengan perlahan agar tidak menimbulkan suara.

Baru saja membalikkan tubuhnya hendak melangkah, ia dikejutkan dengan posisi tidur Guzel di sofa yang hampir terjatuh.

"Astaga, Guzel!" Serkan lekas berlari dan berlutut.

Tatapan mata itu fokus memperhatikan setiap inchi wajah Guzel. Meskipun usianya beberapa tahun lebih tua darinya, tetapi masih terlihat muda dan cantik.

"Hmmmpt." Seketika, manik mata Serkan terbuka lebar sambil menahan nafas.

Guzel bergerak dan tangannya bergerak ke arah tengkuk Serkan seolah sedang memeluknya. Hal itu cukup membuatnya terkejut, tetapi tidak bisa dibandingkan dengan pakaian yang istrinya kenakan saat ini. Lingerie hitam yang sangat-sangat tipis dan menerawang.

"Sial!" umpat Serkan dalam hati.

Beberapa jam setelah sampai di kantor, Serkan langsung menerima laporan dari sekretarisnya tentang informasi pribadi Guzel. Ia memeriksanya dan mengetahui seluk-beluk tentang sang istri sejak dibawa ke panti asuhan sampai sekarang.

"Kalau aku belum mengetahui informasi pribadimu. Mungkin sekarang, aku sudah berpikir kalau kau sedang menggodaku," lirih Serkan menatap wajah Guzel lekat.

Setelah suaminya meninggal selama lebih dari lima tahun, banyak sekali pria yang mendekati Guzel. Namun, wanita itu tidak pernah menanggapi satu pun dari mereka. Ia tetap setia dengan statusnya atau lebih tepatnya tetap setia dengan mendiang mantan suaminya.

"Baiklah, aku tidak boleh terus-menerus dalam posisi ini."

Setelah kata-kata itu terlontar, Serkan berencana untuk membenarkan posisi Guzel. Ia mengangkat tubuh istrinya dan hendak meletakkannya kembali di sofa. Berhubung sejak tadi Guzel mengalungkan kedua tangannya leher Serkan. Jadi meskipun diletakkan kembali, Serkan tidak bisa bergerak menjauh karena tangan Guzel tidak bisa terlepas.

"Lepaskan tanganmu, Guzel. Sebenarnya kau tidur atau berpura-pura tidur, sih?" geram Serkan.

Pria satu-satunya keturunan keluarga Aslan itu berusaha melepaskan tangan Guzel di tengkuknya. Namun alih-alih terlepas, Guzel malah bergerak dan kepala Serkan tertarik hingga bibir mereka berdua menyatu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Margaretha Yovita Ngene
kerennn ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status