Share

6. Memeluk Serkan Lagi dan Lagi

"Terimakasih, Mas," ujar Guzel setelah berada di depan rumahnya.

"Tunggu!" cegah Serkan ketika sang istri hendak turun.

"Ada apa?" tanya Guzel sambil mengerutkan keningnya.

Setengah perjalanan, mereka hanya diam. Tidak ada gerak-gerik mencurigakan dari keduanya. Namun tiba-tiba, Serkan menghentikan Guzel Ketika bersiap untuk turun. Apa ia perlu membayar jasa antar?

"Apa perlu aku temani?" Serkan terlihat salah tingkah. "Maksud aku, apa kau tidak memintaku untuk mampir sebentar?"

Semalam, ia meminta sekretarisnya untuk mencari informasi pribadi Guzel. Namun sampai keesokan harinya, ia belum juga mendapatkan informasi apa pun. Berhubung ia sangat penasaran dengan sosok Dilara. Jadi, ia berencana untuk mampir sebentar. Hal itu ia lakukan karena ingin tahu seperti apa sosok gadis itu, sampai-sampai pergi meninggalkannya di tengah pelaminan.

"Sebenarnya aku ingin, tapi kau ada rapat penting sebentar lagi," balas Guzel ragu.

"Tidak masalah. Aku bisa menundanya sekitar tiga puluh menit. Itu, sih, kalau kau mengizinkanku masuk," kata Serkan dengan bola mata yang bergerak ke sana kemari.

Sebenarnya, ia tidak ingin bersikap seperti itu. Bahkan ia merasa bahwa saat ini bukan dirinya sendiri. Apalagi sejak pertama kali bertemu Guzel sikapnya sudah sangat-sangat dingin.

"Baiklah, ayo masuk," balas Guzel mengangguk.

Mereka berdua lekas turun. Guzel berjalan di depan dan Serkan mengikutinya dari belakang. Pria itu mengedar pandangan meneliti area sekitar. Di sana, ia melihat pohon mangga dengan buah dan daun yang sangat lebat. Kemudian, melihat deretan pot bunga berbagai jenis dan warna.

"Silahkan masuk, Mas!" seru Guzel setelah membuka pintu. "Duduk dulu ya, Mas, aku mau panggil Lara sebentar."

"Mmm," sahut Serkan.

Sementara Guzel masuk ke dalam menuju kamar, Serkan menatap dinding ruang tamu. Di sana, terlihat beberapa bingkai foto keluarga.

"Ini pasti Guzel dan mendiang suaminya. Kalau ini pasti Lara," bisiknya dalam hati.

"Lara?!" panggil Guzel sedikit menaikkan suaranya.

Sontak, Serkan menoleh dan menatap pintu kamar di mana Guzel pergi. Tidak lama kemudian, ia melihat sosok istrinya keluar dari sana dengan raut bingung.

"Ada apa?" tanya Serkan penasaran.

Tanpa menjawab, Guzel pergi ke kamar sebelah dan memeriksanya. Lalu, ia berjalan ke arah dapur dan kamar mandi. Namun sayangnya, Dilara tetap tidak ada di sana.

"Sebenarnya apa yang kau cari?" tanya Serkan penasaran. Ia menyentuh bahu Guzel dan sedikit mengguncangnya.

"Lara, Mas. Lara tidak ada di rumah dan sepertinya dia belum pulang sejak kemarin," sahut Guzel kebingungan.

Manik mata Guzel sudah berkaca-kaca dan hampir tumpah. Tatapan matanya tidak fokus memikirkan kemungkinan keberadaan putrinya.

"Kau tenang dulu, yah. Tarik nafas, hembuskan. Lakukan sampai tiga kali agar kau merasa lebih tenang." Guzel terlihat melakukan apa yang Serkan perintahkan, "Sudah? Kalau begitu, kita duduk dulu," imbuhnya sambil membantu istrinya duduk di sofa.

Sepasang pengantin baru itu duduk di sofa. Memang Guzel sedikit lebih tenang, tetapi tidak menyurutkan rasa khawatirnya.

"Bagaimana ini, Mas? Lara, anakku satu-satunya menghilang." Air mata Guzel tumpah tak tertahankan.

"Tenang dulu. Coba kau ingat-ingat. Apa kau memiliki kerabat di dalam atau luar kota?" Serkan berusaha selembut mungkin agar Guzel tidak semakin panik.

"Sejak kecil aku yatim piatu, Mas," sahut Guzel sambil menatap suaminya.

Guzel wanita yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan. Jadi, ia tidak memiliki keluarga yang bisa Dilara kunjungi.

Entah mengapa, tatapan mata Guzel terlihat sangat menyedihkan. Serkan yang melihatnya pun menjadi iba. Namun, ia hanya merasa kasihan saja dan tidak lebih dari itu.

"Tidak apa-apa. Mendiang mantan suamimu, bagaimana? Dia punya keluarga, 'kan?"

Serkan pikir, Guzel memang yatim piatu. Namun, bukan berarti keluarga mantan mendiang suaminya juga tidak memiliki keluarga.

"Atau kalau tidak, coba tanya teman sekolahnya," imbuh pria dengan rahang tegas itu.

Yah. Tidak mungkin Dilara berani kabur tanpa ada tempat tujuan. Jika bukan di tempat teman sekolahnya, mungkin ada di tempat kakek neneknya.

"Terimakasih, Mas, terimakasih," ujar Guzel tersenyum bahagia. Andai tidak ada Serkan di sana, mungkin ia tidak akan menemukan solusi itu.

Ibu satu anak sekaligus pengantin baru itu langsung memeluk suaminya. Ia merasa sangat bersyukur dengan keberadaan pria itu di sisinya.

Sementara Serkan, pria itu hanya terdiam. Manik mata dan mulutnya terbuka lebar dengan tubuh yang menegang. Ia kebingungan dengan apa yang harus dilakukan.

"I-iya," balas Serkan kaku. Tangannya tetap berada di tempat dengan posisi terkepal.

Sekitar satu sampai dua menit, Guzel menjauhkan tubuhnya. "Aku coba hubungi Lara lagi dulu," katanya sambil menghapus air mata di wajahnya.

Sejak kemarin, Dilara sulit sekali dihubungi. Tadi pagi, Guzel sibuk di dapur dan belum sempat menghubungi putrinya lagi. Barangkali saja, saat ini nomor putri semata wayangnya sudah aktif.

"Mmm," balas Serkan singkat.

Guzel langsung meraih tasnya di meja. Membuka resleting dan melihat ponselnya menyala tanda pesan masuk. Di sana, tertulis nama putrinya yang mengirim pesan.

"Lara mengirim pesan, Mas," kata Guzel sambil menunjukkan ponselnya.

"Coba buka," balas Serkan memerintah.

"Iya, Mas." Guzel mengangguk dan lekas membuka pesan.

Wanita itu terlihat sangat fokus. Membaca kata demi kata dengan seksama. Serkan sampai mengerutkan keningnya penasaran dan sedikit mengintip.

"Mas?" panggil Guzel mengangkat kepalanya.

"Mmm, bagaimana?" Serkan menjauhkan kepalanya secara tiba-tiba karena terkejut.

"Sekarang Lara sedang ada di luar kota, di rumah eyangnya." Guzel terlihat sangat bersemangat telah menemukan keberadaan putrinya, "Tapi dia belum mau pulang," imbuhnya berubah lesu.

Dilara mengatakan bahwa dirinya tengah berada di kota Teratai di tempat kakek neneknya tinggal. Namun, ia tidak ingin bertemu ibunya untuk sementara waktu. Mungkin, ia takut akan dipaksa dinikahkan dengan Serkan tanpa tahu kalau kini sang ibu yang menggantikan posisinya.

"Tidak apa-apa. Yang penting kau sudah tahu keberadaan Lara. Jadi, kau tidak akan khawatir lagi. Nanti kalau dia sudah merasa lebih tenang, pasti dia akan kembali," ujar Serkan menenangkan.

"Iya, kau benar." Guzel menatap Serkan penuh syukur. Kemudian, ia kembali memeluk suaminya lebih erat dari sebelumnya. "Sekali lagi, terimakasih. Aku tidak tahu akan jadi seperti apa jadinya kalau kau tidak ada di sini."

Entah apa yang membuat Guzel memeluk Serkan lagi dan lagi. Bahkan Serkan sendiri sampai kebingungan harus bagaimana membalas perlakuannya. Lihat saja! Tubuh pria itu kembali menegang. Tangannya pun terkepal kuat seolah enggan memberikan sentuhan di punggung Guzel.

"Katanya tidak cinta, tapi sejak tadi memelukku terus," keluh Serkan dalam hati.

Seandainya ia tidak suka dipeluk, lalu kenapa tidak menjauhkan Guzel darinya dan justru hanya diam? Sepertinya pikiran berkata tidak suka, tapi hati menyukainya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status