Beranda / Romansa / Menikahi Dua Pria / Bab 4. Hanya Istri Sementara

Share

Bab 4. Hanya Istri Sementara

Penulis: Hanazawa Easzy
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-23 00:12:07

"Apa yang kamu lakukan padaku?" Aira beranjak dari ranjang, berdiri sambil memegangi selimut di tubuhnya erat-erat. Wajahnya terasa memanas dengan air mata yang siap tumpah. Pangkal pahanya terasa sakit, tapi dia tidak mempedulikannya.

"Maaf," jawabnya lirih. "Anda yang meminta saya menyentuh Anda."

"Bullshit! Itu tidak mungkin!" Aira tidak percaya dengan jawaban pria di hadapannya. Samar-samar dia mengingat pergulatan panas mereka, tapi pikirnya tidak mungkin ia yang meminta lebih dulu.

"Jika Anda tidak percaya, Anda bisa melihat ini."

Pria shirtless itu mendekat ke arah monitor layar datar dan menyalakannya. Hanya dalam hitungan detik, rekaman kamera pengawas di pojok ruangan sudah menampilakn sosok Aira yang tengah menarik tubuhnya ke dalam pelukan.

Seketika wajah bulat Aira merah merona. Dia tidak tahu kenapa dia bisa bertingkah liar seperti itu. Jangankan menggoda pria dan menariknya ke atas ranjang, dekat dengan pria saja tidak pernah.

"Anda bisa lihat sendiri. Anda yang meminta saya untuk tinggal dan memuas--"

"Nonsense." Aira memotong kalimat yang terlontar dari mulut lawan bicaranya. Dia tidak bisa percaya begitu saja. "Kamu pasti sengaja menjebakku!"

"Tidak, Nona. Saya tidak berani."

Aira kembali terduduk di tepi ranjang. Dia tidak tahu kenapa jadi seperti ini. Dia lepas kendali dan tidak mengingat hal itu sama sekali. Ingatannya terhenti pada saat tubuhnya merasa tidak nyaman, ingin menyentuh leher pria yang menolongnya.

"Saya minta maaf karena tidak bisa mengendalikan diri."

"Maaf tidak akan bisa mengembalikan keperawananku yang sudah kamu ambil!" ketusnya murka.

"Saya akan bertanggung jawab."

"Huh? Bertanggung jawab?" Gelak tawa terdengar detik berikutnya.

Aira menertawakan situasi tak terduga yang terjadi padanya. Dia kabur dari Ken di malam pertama mereka, namun justru harus terjebak menghabiskan malam dengan salah satu staf IT kepercayaan suaminya. Apa dia gila?

"Tanggung jawab apa? Kamu akan mengaku kalau kamu tidur dengan istri atasanmu?"

"Bagaimanapun juga saya ikut bersalah dalam hal ini."

Aira menutup mulutnya rapat-rapat sambil memijat keningnya perlahan, tak ingin merespon lagi. Sumpah serapah yang ada di kepalanya ia biarkan saja, tak perlu keluar dari mulut dan membuat situasi semakin tidak terkendali.

Dia harus segera mencari solusi. Semua ini memang kesalahannya. Dia dengan bodohnya kabur keluar vila dan tidak memikirkan bahaya di luar sana. Dan sekarang semuanya sudah terlambat.

Jika saja dia lebih tenang, dia bisa saja mengunci diri di dalam kamar hingga pagi menjelang atau setidaknya sampai ada pekerja datang. Suaminya yang lumpuh tidak akan bisa mendatanginya tanpa bantuan orang lain.

"Nona, saya akan menikahi Anda." cetus pria yang kini bersimpuh di depan lutut Aira.

"Huh?"

"Anda hanya istri sementara Tuan Muda. Sampai kondisi keuangan keluarga Anda stabil, Anda bisa bercerai dengannya."

"Apa kamu gila?!" teriak Aira dengan wajah perah padam. Solusi yang pria ini katakan justru semakin membuat kepalanya penuh. Serasa ingin meledak.

"Saya kepercayaan Tuan Muda. Semua data Anda sudah ada dalam genggaman saya. Jika Anda setuju untuk menikah dengan saya, saya akan membantu Anda agar secepatnya berpisah dengan Tuan Muda."

"Tutup mulutmu! Sebagai seorang staf khusus kepercayaannya, bagaimana bisa kamu bertanya demikian? Dimana kewarasanmu?" Aira masih memasang waspada. Dia baru menyadari pria asing ini mungkin bukan orang biasa. Jika tidak, dia tidak akan seberani itu mengajaknya menikah. Dan lagi, dia mengatakan bahwa dia memiliki semua data keluarganya.

"Kalau begitu, jadikan saya selingkuhan Anda, Nyonya. Lagipula selamanya Tuan tidak akan bisa memuaskan Anda."

Sebuah tamparan mendarat di pipi pria itu. Aira berdiri dan mulai memunguti pakaiannya. Namun, gaun itu tak layak lagi dipakai.

Mau tak mau, Aira memakai dress coklat susu yang tergeletak di meja. Sepertinya pria misterius ini yang sengaja menyiapkan untuknya.

Tak butuh waktu lama, Aira segera membenahi surai panjangnya yang terlihat berantakan. Dia siap pergi keluar dari kamar yang telah menjadi saksi bisu pergulatan panas yang tak seharusnya terjadi.

"Nona, tunggu!" cegah pria itu, menahan tangan Aira di belakang pintu.

"Bukankah Anda tidak menyukai Tuan Muda? Dia cacat, lumpuh, juga buruk rupa. Apa yang membuat Anda bertahan dengannya? Dia bahkan tidak bisa ... "

"Jaga mulutmu!" geram Aira dengan kemarahan memuncak. "Apa yang terjadi diantara kita hanya kecelakaan. Anggap saja tida pernah terjadi apapun. Jika kita bertemu di lain hari, bersikaplah selayaknya orang asing!" Wajah Aira merah padam saat mengatakannya. Dia sungguh kesal karena harus menghadapi pria keras kepala di hadapannya.

"Dan ingat satu hal. Entah seburuk apapun keadaannya, dia tetap suamiku. Kamu ... " Aira menunjuk tepat di depan wajah lawan bicaranya. "Jangan pernah sekali pun menghinanya!"

Dengan langkah terseok menahan perih di kaki, Aira keluar dari kamar salah satu hotel bintang lima tempatnya bermalam. Sambil memikirkan apa yang terjadi, dia melenggang pergi. Punggungnya menghilang, meninggalkan pria yang tak dikenalnya.

"Aira Nagasawa," gumam pria mata hijau sambil mengangkat sebelah alisnya. "Sepertinya kamu berbeda dengan para wanita di luar sana."

Aira tidak tahu pria yang baru saja mendapat omelannya sedang tersenyum lebar tanpa suara. Kepribadiannya berubah seketika, tak lagi terlihat lemah dan tak berdaya seperti sebelumnya. Tangannya melempar rubik ke udara dan menangkapnya. Kesepuluh jemarinya bergerak cepat, menyusun kotak dengan warna acak tanpa melihatnya.

"Heh! Sepertinya menyenangkan berurusan denganmu, Ai-chan," ucap pria yang kini meletakkan rubik di atas meja dengan gerakan yang sedikit kasar. Warnanya sudah tersusun rapi di masing-masing sisi.

Detik berikutnya, ia melepas softlens hijau di kelopak matanya. Tampak manik hitam gelap yang penuh dominasi di sana.

"Aku harus lebih berani," gumamnya sambil tersenyum penuh arti. "Sayang, mari kita bermain-main."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menikahi Dua Pria   Bab 107. Pesan Terakhir

    "Teruntuk suamiku, Yamazaki Kenzo ....Saat kamu membaca pesan ini, artinya aku tak ada lagi di dunia ini. Setelah perjuangan panjang yang kita lalui, kita sampai di titik ini. Posisi di mana raga kita tak bisa bertemu lagi meski hati masih saling mencintai. Saat jemari tak lagi bertaut, juga senyum yang tak mungkin kita lihat satu sama lain.Melalui surat ini, izinkan aku berpamitan padamu. Pamit karena aku tidak akan bisa lagi menyentuh wajahmu, juga mencium bibirmu yang membuat candu. Aku pasti akan merindukanmu dari surga dan berharap di kehidupan selanjutnya kita bisa kembali menjadi pasangan. Saat itu terjadi, aku yang akan mengejarmu, bukan sebaliknya."Ken menahan gemuruh di dada sambil menghapus kumpulan air tanpa warna yang terkumpul di kelopak matanya. Dua hari setelah pemakaman Aira, Kaori datang menyampaikan surat yang entah kapan dititipkan padanya."Kenzo, maaf menyembunyikan fakta lain darimu. Sebenarnya, di awal kehamilan aku mendapat peringatan dari Kaori tentang kemu

  • Menikahi Dua Pria   Bab 106. Bukan Sebuah Akhir

    Lampu operasi masih menyala meski tiga jam telah berlalu. Ken, Sayaka, Kakek Subaru, juga Kosuke ada di sana. Mereka terus memanjatkan doa yang sama, berharap Aira baik-baik saja. Kesabaran mereka semakin menipis saat mendengar tangis bayi yang saling bersahutan. "Ken, anak-anakmu," bisik Sayaka, memeluk lengan anaknya sambil menghapus air mata yang tak dapat dibendung lagi. Ken hanya bisa mengangguk, bersyukur karena buah hatinya bisa dilahirkan dalam keadaan baik. Namun, dia belum bisa tenang karena kondisi Aira belum diketahui detailnya. Dari arah lain, tampak Yamada Yu bergegas masuk rumah sakit. Dia segera menyingkirkan pekerjaannya setelah mendengar kabar buruk menimpa Aira. Bagaimanapun juga, Aira sudah seperti saudara untuknya. Dia harus ada di sana untuk memastikan keadaannya. Bukan hanya keterangan dari orang lain saja. "Bagaimana keadaannya, Ken?" Kenzo menoleh, menggeleng karena tidak bisa berkata apa pun. Selain suara tangis bayi yang melengking, tidak ada kabar lain

  • Menikahi Dua Pria   Bab 105. Perjuangan Seorang Ibu

    "Sayang, lihat. Mana yang kamu suka? Ini atau ini?" Sayaka mengarahkan ponsel di tangannya ke arah ranjang bayi bergambar bulan bintang sebelum memindahkannya ke sisi lain di mana terlihat motif boneka beruang yang tak kalah bagusnya."Semua bagus, Bu. Terserah ibu saja," jawab Aira sembari mengelus perutnya yang semakin besar. Ken berdiri tak jauh darinya, membereskan ranjang tempat Aira berbaring sebelumnya.Sejak memasuki trimester ketiga, wanita itu banyak menghabiskan waktu di kamar dan membaca banyak buku. Kemarin, dia mengalami flek saat berlatih bela diri, jadi memutuskan untuk menghentikan seluruh aktivitas fisik yang mungkin berbahaya."Ibu ambil yang motif teddy bear saja, ya. Kamu tidak keberatan?"Aira menggeleng sambil tersenyum. Mendapat perhatian yang begitu intens dari keluarga suaminya adalah anugerah terindah darinya. Dia merasa dicintai, juga dianggap ada. Sebaliknya, Hirota dan Asami justru seolah semakin jauh dengan anak angkatnya itu. Hanya sekali saja datang ka

  • Menikahi Dua Pria   Bab 104. Firasat Buruk

    "Ai-chan, apa kau siap mengorbankan nyawamu saat melahirkan anak kita?"Detak jantung Aira seolah terhenti detik itu juga, bersamaan dengan tangan yang lepas dari genggaman Ken. Bayangan saat dikejar orang-orang berbaju hitam masih teringat jelas, kenapa sekarang Ken menanyakan hal aneh seperti itu? Apakah akan ada bahaya lain yang mengancam keselamatannya seperti waktu itu?"Apa maksudmu?"Ken menyergah napas, mengubah posisi tubuhnya jadi terlentang menghadap langit-langit kamar yang berjarak 2.5 meter dari tempatnya berbaring. Ada beban berat di hatinya, bimbang antara harus mengungkap firasat buruk yang dirasakan Kakek Subaru atau tidak."Ken?!" Tangan Aira menarik lengan Ken, meminta perhatian darinya."Aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya padamu, Love.""Itu yang membuatmu terus bungkam akhir-akhir ini?"Ken mengangguk setelah menoleh ke arah Aira, menatap wajah cantik yang mulai terlihat semakin chubby pipinya. Cekungan di pangkal tulang selangkanya tidak terlalu kentar

  • Menikahi Dua Pria   Bab 103. Pertanda Buruk atau Ketakutan Semata?

    "Sayang, bukankah hari ini jadwalmu memeriksakan kandungan?" Sayaka yang baru muncul di depan pintu segera menghampiri Aira yang sibuk menata bunga di dalam vas. Gerakannya terhenti, mengingat tanggal dan hari.Ken yang duduk tak jauh dari sana, melirik monitor laptopnya di pojok kanan bawah. Tanggal 23, dua pekan setelah kunjungan dokter spesialis kandungan saat kondisi Aira drop."Kenzo, kenapa diam saja? Antar istrimu ke dokter!"Ken tak lantas beranjak, mengamati ekspresi wajah Aira yang terlihat keberatan bepergian dengannya. Mereka masih saling diam dan Ken memang senagaja menjaga jarak. Meskipun mual muntah Aira tak lagi sehebat pada awalnya, tapi dia takut wanita itu masih tidak nyaman berdekatan dengannya. Satu kondisi medis yang memang diiyakan oleh Kaori saat Ken meminta penjelasan."Ibu bisa mengantarnya? Aku masih ada sedikit pekerjaan yang harus—"Plak!Gulungan kertas di tangan Sayaka segera mendarat di salah satu sisi kepala Ken, membuat si empunya menarik diri seketik

  • Menikahi Dua Pria   Bab 102. Kekhawatiran Berlebihan

    "Jangan dekat-dekat. Aku benci aroma tubuhmu!" Aira mundur saat Ken bersiap menyuapinya sup ayam jahe. Dia sengaja memanggil koki khusus yang bertugas menyiapkan makanan sarat gizi untuk Aira. Sejak mengalami morning sickness, wanita itu sama sekali tidak bisa makan nasi. Mual hanya karena mencium aromanya. Dan sekarang, dia juga menolak aroma tubuh suaminya."Ai-chan, kau tidak suka sampo yang kupakai?"Aira membekap mulutnya sekaligus menutup indra penciumannya. Dia menggeleng, mundur menjauhi Ken sampai tubuhnya menabrak dinding kayu yang membatasi kamar dengan taman belakang."Pergi!"Sayaka yang kebetulan ingin melihat kondisi Aira, segera masuk melalui pintu geser di sisi kanan sang menantu. Detik itu juga Aira berlari ke belakang mertuanya, menyembunyikan tubuh mungilnya dari tatapan Ken yang masih keheranan.Ada saja tingkah Aira beberapa hari ke belakang yang rasanya tidak masuk akal. Pertama, dia mual dan muntah tanpa mencium aroma apa pun. Ken masih percaya itu bagian dari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status