Share

Bab 4. Hanya Istri Sementara

"Apa yang kamu lakukan padaku?" Aira beranjak dari ranjang, berdiri sambil memegangi selimut di tubuhnya erat-erat. Wajahnya terasa memanas dengan air mata yang siap tumpah. Pangkal pahanya terasa sakit, tapi dia tidak mempedulikannya.

"Maaf," jawabnya lirih. "Anda yang meminta saya menyentuh Anda."

"Bullshit! Itu tidak mungkin!" Aira tidak percaya dengan jawaban pria di hadapannya. Samar-samar dia mengingat pergulatan panas mereka, tapi pikirnya tidak mungkin ia yang meminta lebih dulu.

"Jika Anda tidak percaya, Anda bisa melihat ini."

Pria shirtless itu mendekat ke arah monitor layar datar dan menyalakannya. Hanya dalam hitungan detik, rekaman kamera pengawas di pojok ruangan sudah menampilakn sosok Aira yang tengah menarik tubuhnya ke dalam pelukan.

Seketika wajah bulat Aira merah merona. Dia tidak tahu kenapa dia bisa bertingkah liar seperti itu. Jangankan menggoda pria dan menariknya ke atas ranjang, dekat dengan pria saja tidak pernah.

"Anda bisa lihat sendiri. Anda yang meminta saya untuk tinggal dan memuas--"

"Nonsense." Aira memotong kalimat yang terlontar dari mulut lawan bicaranya. Dia tidak bisa percaya begitu saja. "Kamu pasti sengaja menjebakku!"

"Tidak, Nona. Saya tidak berani."

Aira kembali terduduk di tepi ranjang. Dia tidak tahu kenapa jadi seperti ini. Dia lepas kendali dan tidak mengingat hal itu sama sekali. Ingatannya terhenti pada saat tubuhnya merasa tidak nyaman, ingin menyentuh leher pria yang menolongnya.

"Saya minta maaf karena tidak bisa mengendalikan diri."

"Maaf tidak akan bisa mengembalikan keperawananku yang sudah kamu ambil!" ketusnya murka.

"Saya akan bertanggung jawab."

"Huh? Bertanggung jawab?" Gelak tawa terdengar detik berikutnya.

Aira menertawakan situasi tak terduga yang terjadi padanya. Dia kabur dari Ken di malam pertama mereka, namun justru harus terjebak menghabiskan malam dengan salah satu staf IT kepercayaan suaminya. Apa dia gila?

"Tanggung jawab apa? Kamu akan mengaku kalau kamu tidur dengan istri atasanmu?"

"Bagaimanapun juga saya ikut bersalah dalam hal ini."

Aira menutup mulutnya rapat-rapat sambil memijat keningnya perlahan, tak ingin merespon lagi. Sumpah serapah yang ada di kepalanya ia biarkan saja, tak perlu keluar dari mulut dan membuat situasi semakin tidak terkendali.

Dia harus segera mencari solusi. Semua ini memang kesalahannya. Dia dengan bodohnya kabur keluar vila dan tidak memikirkan bahaya di luar sana. Dan sekarang semuanya sudah terlambat.

Jika saja dia lebih tenang, dia bisa saja mengunci diri di dalam kamar hingga pagi menjelang atau setidaknya sampai ada pekerja datang. Suaminya yang lumpuh tidak akan bisa mendatanginya tanpa bantuan orang lain.

"Nona, saya akan menikahi Anda." cetus pria yang kini bersimpuh di depan lutut Aira.

"Huh?"

"Anda hanya istri sementara Tuan Muda. Sampai kondisi keuangan keluarga Anda stabil, Anda bisa bercerai dengannya."

"Apa kamu gila?!" teriak Aira dengan wajah perah padam. Solusi yang pria ini katakan justru semakin membuat kepalanya penuh. Serasa ingin meledak.

"Saya kepercayaan Tuan Muda. Semua data Anda sudah ada dalam genggaman saya. Jika Anda setuju untuk menikah dengan saya, saya akan membantu Anda agar secepatnya berpisah dengan Tuan Muda."

"Tutup mulutmu! Sebagai seorang staf khusus kepercayaannya, bagaimana bisa kamu bertanya demikian? Dimana kewarasanmu?" Aira masih memasang waspada. Dia baru menyadari pria asing ini mungkin bukan orang biasa. Jika tidak, dia tidak akan seberani itu mengajaknya menikah. Dan lagi, dia mengatakan bahwa dia memiliki semua data keluarganya.

"Kalau begitu, jadikan saya selingkuhan Anda, Nyonya. Lagipula selamanya Tuan tidak akan bisa memuaskan Anda."

Sebuah tamparan mendarat di pipi pria itu. Aira berdiri dan mulai memunguti pakaiannya. Namun, gaun itu tak layak lagi dipakai.

Mau tak mau, Aira memakai dress coklat susu yang tergeletak di meja. Sepertinya pria misterius ini yang sengaja menyiapkan untuknya.

Tak butuh waktu lama, Aira segera membenahi surai panjangnya yang terlihat berantakan. Dia siap pergi keluar dari kamar yang telah menjadi saksi bisu pergulatan panas yang tak seharusnya terjadi.

"Nona, tunggu!" cegah pria itu, menahan tangan Aira di belakang pintu.

"Bukankah Anda tidak menyukai Tuan Muda? Dia cacat, lumpuh, juga buruk rupa. Apa yang membuat Anda bertahan dengannya? Dia bahkan tidak bisa ... "

"Jaga mulutmu!" geram Aira dengan kemarahan memuncak. "Apa yang terjadi diantara kita hanya kecelakaan. Anggap saja tida pernah terjadi apapun. Jika kita bertemu di lain hari, bersikaplah selayaknya orang asing!" Wajah Aira merah padam saat mengatakannya. Dia sungguh kesal karena harus menghadapi pria keras kepala di hadapannya.

"Dan ingat satu hal. Entah seburuk apapun keadaannya, dia tetap suamiku. Kamu ... " Aira menunjuk tepat di depan wajah lawan bicaranya. "Jangan pernah sekali pun menghinanya!"

Dengan langkah terseok menahan perih di kaki, Aira keluar dari kamar salah satu hotel bintang lima tempatnya bermalam. Sambil memikirkan apa yang terjadi, dia melenggang pergi. Punggungnya menghilang, meninggalkan pria yang tak dikenalnya.

"Aira Nagasawa," gumam pria mata hijau sambil mengangkat sebelah alisnya. "Sepertinya kamu berbeda dengan para wanita di luar sana."

Aira tidak tahu pria yang baru saja mendapat omelannya sedang tersenyum lebar tanpa suara. Kepribadiannya berubah seketika, tak lagi terlihat lemah dan tak berdaya seperti sebelumnya. Tangannya melempar rubik ke udara dan menangkapnya. Kesepuluh jemarinya bergerak cepat, menyusun kotak dengan warna acak tanpa melihatnya.

"Heh! Sepertinya menyenangkan berurusan denganmu, Ai-chan," ucap pria yang kini meletakkan rubik di atas meja dengan gerakan yang sedikit kasar. Warnanya sudah tersusun rapi di masing-masing sisi.

Detik berikutnya, ia melepas softlens hijau di kelopak matanya. Tampak manik hitam gelap yang penuh dominasi di sana.

"Aku harus lebih berani," gumamnya sambil tersenyum penuh arti. "Sayang, mari kita bermain-main."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status