Share

Bab 3. Pria Misterius

"Nona, apa yang terjadi? Anda baik-baik saja?"

Aira tak merespon, memperhatikan wajah tampan bak malaikat yang tengah menatap matanya. Ada kesan misterius yang tak bisa disangkalnya.

"Astaga. Kaki Anda terluka."

Aira mengikuti arah pandang pria asing yang baru ditemuinya.Telapak kakinya berdarah, akibat berlari tanpa alas kaki. Entah berapa kilometer yang telah ditempuhnya. Satu yang pasti, dia ingin lari sejauh mungkin dari vila terkutuk milik suaminya.

"Nona, izinkan saya menolong Anda." Pria dengan manik mata hijau menyentuh kening Aira, berusaha memeriksa suhu tubuhnya.

"Haus," lirih Aira. Tenggorokannya terasa perih, ingin segera dialiri air. Ia terlalu fokus berlari, tidak menyadari bahwa tubuhnya semakinin kehilngan cairan dan harus diisi.

"Tunggu sebentar." Tangan pria itu sigap membukakan botol air mineral yang diambilnya dari dalam mobil. Tak lupa, dia juga melepas jas yang melekat di tubuh dan memakaikannya pada Aira.

"Sudah merasa lebih baik?"

Aira mengangguk. Dia merasa tubuhnya menghangat dalam hitungan detik setelah memakai pakaian itu. Bahkan aliran darahnya terasa semakin lancar, bersamaan dengan detak jantungnya yang meningkat dengan cepat.

Hanya dalam hitungan detik, tubuh Aira melayang di udara. Pria misterius itu menggendongnya ala bridal style. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh suaminya yang cacat.

"Saya akan segera menolong Anda. Percayalah." Kata-kata pria itu terdengar begitu memikat bagi Aira.

Pandangan Aira semakin kabur. Kesadarannya hanya tersisa beberapa persen saja. Tubuhnya telalu lelah, tak bisa bertahan untuk membuka mata. Kesadarannya berada di ambang batas terbawah, membuatnya tak lagi mengerti kemana tubuhnya berlabuh.

Namun, ada perasaan ganjil yang begitu aneh mulai terasa. Tubuhnya semakin dingin. Aroma feromon di tubuh pria itu membuat libido Aira melonjak cepat.

"Dingin," gumamnya sambil menarik apa saja untuk mendekat. Dia tidak sadar jika kedua tangannya melingkar di leher pria misterius yang menolongnya.

"Nona, jangan seperti ini."

Aira tak bisa mengendalikan diri. Dia semakin merapatkan tubuhnya ke tubuh sang Penolong.

"Tolong aku. Bawa aku pergi sejauh mungkin dari sini. Aku tidak ingin bertemu pria cacat itu lagi."

Tubuh pria berpakaian putih itu berubah kaku. Dia menatap wajah pucat Aira dengan pandangan yang sulit untuk diartikan. Detik berikutnya, tubuh ramping itu ia hempas di kursi belakang dengan kasar.

"Pria cacat? Apa Anda pengantin Tuan Muda?" Netra hijaunya menelisik penampilan Aira sekali lagi. Gaun pengantin putih yang telah berubah warna, juga riasan wajah yang tampak memudar.

Aira tak menjawab. Dia berusaha mempertahankan kesadaran yang semakin menurun. Otaknya tak merespon pertanyaan tadi. Sensasi panas dan dingin di tubuhnya semakin terasa. Dia tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak menarik pria yang masih menunduk di hadapannya. Bahkan tangannya mulai meraba leher pria yang hanya bisa menelan salivanya dengan paksa.

"Tu-tuan." Panggil Aira terbata-bata. Dia merasa kesulitan bernapas karena dadanya terasa sesak. "Tolong aku."

Tatap mata pria yang awalnya teduh dan menenangkan, kini membola dan tampak menyeramkan. Dia menatap Aira dengan mata berkilat, sesuatu melesak tanpa ia sadari.

"Sial!" geramnya tertahan, berusaha mengendalikan diri. Detik berikutnya, dia kembali ke balik kemudi dan melajukan kendaraan ini dengan kecepatan tinggi.

Di kursi belakang, Aira memeluk tubuhnya sendiri, mendamba kehangatan yang sangat ia rindukan namun tak ada yang memberikannya. Tanpa ia sadari, ia kehilangan kesadarannya dan tak lagi tahu kemana kendaraan mewah ini akan membawanya.

Sesekali pria mata hijau melirik wanita yang tubuhnya tertutup jas. Dia merasa bodoh menuruti saran temannya untuk memasukkan obat perangsang ke botol mineral miliknya. Nyatanya, dia sendiri yang kini kesulitan untuk mengendalikan diri. Bagaimana ini?

* * *

Aira mengerjap dua kali, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya. Aroma mint yang kuat menyapa hidung, membuatnya mau tak mau harus terjaga.

"Sudah merasa lebih baik, Nona?" tanya pria yang tersenyum hangat.

"Siapa kamu?" cetus Aira dengan pandangan curiga. Dia terperanjat, segera mengambil posisi duduk.

Netranya menatap berkeliling, menyadari kamar ini terlihat asing untuknya. Dia belum mendapatkan memori tentang apa yang terjadi sebenarnya. Kenapa dia bisa ada di tempat asing dengan pria tak dikenal?

"Saya salah satu staf IT yang dipanggil karena listrik di vila Tuan Muda padam. Tapi, saya justru bertemu seorang wanita cantik yang terlunta-lunta di jalan dengan kondisi menyedihkan." Pria mata hijau itu tersenyum, menatap Aira dengan pandangan gemas.

Aira mencerna satu per satu kata yang keluar dari mulut pria di hadapannya. Dia mencoba mendapatkan kembali memori di dalam otaknya. Entah kenapa rasanya begitu sulit.

Sambil memejamkan mata, Aira mulai mengambil napas teratur dari hidungnya. Tapi, kepalanya terasa berat tak bisa ia gunakan untuk berpikir. 

Saat membuka mata, jas warna putih tampak tergeletak di depan pintu. Dan hal itu membuat Aira de javu. Dia samar-samar ingat bahwa pakaian putih itu menempel di tubuhnya, menjadi selimut penghangat sebelum ia kehilangan kesadarannya.

Seketika netra Aira membola. Dia berhasil mengingat semua kejadian kemarin dari awal hingga akhir. Dia terpaksa menikah dengan pria yang duduk di atas kursi roda demi menyelamatkan perusahaan ayah angkatnya. Tak cukup sampai di sana, dia juga harus melihat wajah cacat suaminya yang begitu menyeramkan.

Ingatan terakhir yang membuatnya tercengang adalah memori dimana sebuah mobil mendekat di tengah kesadarannya yang hampir tak bersisa. Dan sekarang dia ada di ruangan bersama pria yang hanya memakai handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya.

Detik berikutnya Aira memeriksa pakaian yang melekat di tubuhnya. Bayang-bayang adegan dewas terputar otomatis di kepala. Dan bisa dipastikan bahwa pria yang telah melakukan itu dengannya adalah staf IT ini.

"AARGGH!" jeritnya frustrasi, mendapati begitu banyak tanda cinta yang tercetak di tubuhnya.

Gaun putih miliknya teronggok di lantai, belum lagi pakaian lain yang seharusnya yang tidak pantas untuk dilihat justru bertebaran di berbagai sudut. Dia sudah melakukan hubungan terlarang dengan pria misterius yang menolongnya.

"Nona, tenanglah," pintanya dengan suara lembut.

"Singkirkan tangan kotormu dari tubuhku!" tegas Aira, menepis tangan yang berusaha menenangkannya. Tatap matanya berubah tajam, penuh kecurigaan.

"Apa yang kamu lakukan padaku?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status