Home / Romansa / Menikahi Dua Pria / Bab 3. Pria Misterius

Share

Bab 3. Pria Misterius

last update Last Updated: 2021-09-22 18:04:43

"Nona, apa yang terjadi? Anda baik-baik saja?"

Aira tak merespon, memperhatikan wajah tampan bak malaikat yang tengah menatap matanya. Ada kesan misterius yang tak bisa disangkalnya.

"Astaga. Kaki Anda terluka."

Aira mengikuti arah pandang pria asing yang baru ditemuinya.Telapak kakinya berdarah, akibat berlari tanpa alas kaki. Entah berapa kilometer yang telah ditempuhnya. Satu yang pasti, dia ingin lari sejauh mungkin dari vila terkutuk milik suaminya.

"Nona, izinkan saya menolong Anda." Pria dengan manik mata hijau menyentuh kening Aira, berusaha memeriksa suhu tubuhnya.

"Haus," lirih Aira. Tenggorokannya terasa perih, ingin segera dialiri air. Ia terlalu fokus berlari, tidak menyadari bahwa tubuhnya semakinin kehilngan cairan dan harus diisi.

"Tunggu sebentar." Tangan pria itu sigap membukakan botol air mineral yang diambilnya dari dalam mobil. Tak lupa, dia juga melepas jas yang melekat di tubuh dan memakaikannya pada Aira.

"Sudah merasa lebih baik?"

Aira mengangguk. Dia merasa tubuhnya menghangat dalam hitungan detik setelah memakai pakaian itu. Bahkan aliran darahnya terasa semakin lancar, bersamaan dengan detak jantungnya yang meningkat dengan cepat.

Hanya dalam hitungan detik, tubuh Aira melayang di udara. Pria misterius itu menggendongnya ala bridal style. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh suaminya yang cacat.

"Saya akan segera menolong Anda. Percayalah." Kata-kata pria itu terdengar begitu memikat bagi Aira.

Pandangan Aira semakin kabur. Kesadarannya hanya tersisa beberapa persen saja. Tubuhnya telalu lelah, tak bisa bertahan untuk membuka mata. Kesadarannya berada di ambang batas terbawah, membuatnya tak lagi mengerti kemana tubuhnya berlabuh.

Namun, ada perasaan ganjil yang begitu aneh mulai terasa. Tubuhnya semakin dingin. Aroma feromon di tubuh pria itu membuat libido Aira melonjak cepat.

"Dingin," gumamnya sambil menarik apa saja untuk mendekat. Dia tidak sadar jika kedua tangannya melingkar di leher pria misterius yang menolongnya.

"Nona, jangan seperti ini."

Aira tak bisa mengendalikan diri. Dia semakin merapatkan tubuhnya ke tubuh sang Penolong.

"Tolong aku. Bawa aku pergi sejauh mungkin dari sini. Aku tidak ingin bertemu pria cacat itu lagi."

Tubuh pria berpakaian putih itu berubah kaku. Dia menatap wajah pucat Aira dengan pandangan yang sulit untuk diartikan. Detik berikutnya, tubuh ramping itu ia hempas di kursi belakang dengan kasar.

"Pria cacat? Apa Anda pengantin Tuan Muda?" Netra hijaunya menelisik penampilan Aira sekali lagi. Gaun pengantin putih yang telah berubah warna, juga riasan wajah yang tampak memudar.

Aira tak menjawab. Dia berusaha mempertahankan kesadaran yang semakin menurun. Otaknya tak merespon pertanyaan tadi. Sensasi panas dan dingin di tubuhnya semakin terasa. Dia tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak menarik pria yang masih menunduk di hadapannya. Bahkan tangannya mulai meraba leher pria yang hanya bisa menelan salivanya dengan paksa.

"Tu-tuan." Panggil Aira terbata-bata. Dia merasa kesulitan bernapas karena dadanya terasa sesak. "Tolong aku."

Tatap mata pria yang awalnya teduh dan menenangkan, kini membola dan tampak menyeramkan. Dia menatap Aira dengan mata berkilat, sesuatu melesak tanpa ia sadari.

"Sial!" geramnya tertahan, berusaha mengendalikan diri. Detik berikutnya, dia kembali ke balik kemudi dan melajukan kendaraan ini dengan kecepatan tinggi.

Di kursi belakang, Aira memeluk tubuhnya sendiri, mendamba kehangatan yang sangat ia rindukan namun tak ada yang memberikannya. Tanpa ia sadari, ia kehilangan kesadarannya dan tak lagi tahu kemana kendaraan mewah ini akan membawanya.

Sesekali pria mata hijau melirik wanita yang tubuhnya tertutup jas. Dia merasa bodoh menuruti saran temannya untuk memasukkan obat perangsang ke botol mineral miliknya. Nyatanya, dia sendiri yang kini kesulitan untuk mengendalikan diri. Bagaimana ini?

* * *

Aira mengerjap dua kali, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya. Aroma mint yang kuat menyapa hidung, membuatnya mau tak mau harus terjaga.

"Sudah merasa lebih baik, Nona?" tanya pria yang tersenyum hangat.

"Siapa kamu?" cetus Aira dengan pandangan curiga. Dia terperanjat, segera mengambil posisi duduk.

Netranya menatap berkeliling, menyadari kamar ini terlihat asing untuknya. Dia belum mendapatkan memori tentang apa yang terjadi sebenarnya. Kenapa dia bisa ada di tempat asing dengan pria tak dikenal?

"Saya salah satu staf IT yang dipanggil karena listrik di vila Tuan Muda padam. Tapi, saya justru bertemu seorang wanita cantik yang terlunta-lunta di jalan dengan kondisi menyedihkan." Pria mata hijau itu tersenyum, menatap Aira dengan pandangan gemas.

Aira mencerna satu per satu kata yang keluar dari mulut pria di hadapannya. Dia mencoba mendapatkan kembali memori di dalam otaknya. Entah kenapa rasanya begitu sulit.

Sambil memejamkan mata, Aira mulai mengambil napas teratur dari hidungnya. Tapi, kepalanya terasa berat tak bisa ia gunakan untuk berpikir. 

Saat membuka mata, jas warna putih tampak tergeletak di depan pintu. Dan hal itu membuat Aira de javu. Dia samar-samar ingat bahwa pakaian putih itu menempel di tubuhnya, menjadi selimut penghangat sebelum ia kehilangan kesadarannya.

Seketika netra Aira membola. Dia berhasil mengingat semua kejadian kemarin dari awal hingga akhir. Dia terpaksa menikah dengan pria yang duduk di atas kursi roda demi menyelamatkan perusahaan ayah angkatnya. Tak cukup sampai di sana, dia juga harus melihat wajah cacat suaminya yang begitu menyeramkan.

Ingatan terakhir yang membuatnya tercengang adalah memori dimana sebuah mobil mendekat di tengah kesadarannya yang hampir tak bersisa. Dan sekarang dia ada di ruangan bersama pria yang hanya memakai handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya.

Detik berikutnya Aira memeriksa pakaian yang melekat di tubuhnya. Bayang-bayang adegan dewas terputar otomatis di kepala. Dan bisa dipastikan bahwa pria yang telah melakukan itu dengannya adalah staf IT ini.

"AARGGH!" jeritnya frustrasi, mendapati begitu banyak tanda cinta yang tercetak di tubuhnya.

Gaun putih miliknya teronggok di lantai, belum lagi pakaian lain yang seharusnya yang tidak pantas untuk dilihat justru bertebaran di berbagai sudut. Dia sudah melakukan hubungan terlarang dengan pria misterius yang menolongnya.

"Nona, tenanglah," pintanya dengan suara lembut.

"Singkirkan tangan kotormu dari tubuhku!" tegas Aira, menepis tangan yang berusaha menenangkannya. Tatap matanya berubah tajam, penuh kecurigaan.

"Apa yang kamu lakukan padaku?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Dua Pria   Bab 107. Pesan Terakhir

    "Teruntuk suamiku, Yamazaki Kenzo ....Saat kamu membaca pesan ini, artinya aku tak ada lagi di dunia ini. Setelah perjuangan panjang yang kita lalui, kita sampai di titik ini. Posisi di mana raga kita tak bisa bertemu lagi meski hati masih saling mencintai. Saat jemari tak lagi bertaut, juga senyum yang tak mungkin kita lihat satu sama lain.Melalui surat ini, izinkan aku berpamitan padamu. Pamit karena aku tidak akan bisa lagi menyentuh wajahmu, juga mencium bibirmu yang membuat candu. Aku pasti akan merindukanmu dari surga dan berharap di kehidupan selanjutnya kita bisa kembali menjadi pasangan. Saat itu terjadi, aku yang akan mengejarmu, bukan sebaliknya."Ken menahan gemuruh di dada sambil menghapus kumpulan air tanpa warna yang terkumpul di kelopak matanya. Dua hari setelah pemakaman Aira, Kaori datang menyampaikan surat yang entah kapan dititipkan padanya."Kenzo, maaf menyembunyikan fakta lain darimu. Sebenarnya, di awal kehamilan aku mendapat peringatan dari Kaori tentang kemu

  • Menikahi Dua Pria   Bab 106. Bukan Sebuah Akhir

    Lampu operasi masih menyala meski tiga jam telah berlalu. Ken, Sayaka, Kakek Subaru, juga Kosuke ada di sana. Mereka terus memanjatkan doa yang sama, berharap Aira baik-baik saja. Kesabaran mereka semakin menipis saat mendengar tangis bayi yang saling bersahutan. "Ken, anak-anakmu," bisik Sayaka, memeluk lengan anaknya sambil menghapus air mata yang tak dapat dibendung lagi. Ken hanya bisa mengangguk, bersyukur karena buah hatinya bisa dilahirkan dalam keadaan baik. Namun, dia belum bisa tenang karena kondisi Aira belum diketahui detailnya. Dari arah lain, tampak Yamada Yu bergegas masuk rumah sakit. Dia segera menyingkirkan pekerjaannya setelah mendengar kabar buruk menimpa Aira. Bagaimanapun juga, Aira sudah seperti saudara untuknya. Dia harus ada di sana untuk memastikan keadaannya. Bukan hanya keterangan dari orang lain saja. "Bagaimana keadaannya, Ken?" Kenzo menoleh, menggeleng karena tidak bisa berkata apa pun. Selain suara tangis bayi yang melengking, tidak ada kabar lain

  • Menikahi Dua Pria   Bab 105. Perjuangan Seorang Ibu

    "Sayang, lihat. Mana yang kamu suka? Ini atau ini?" Sayaka mengarahkan ponsel di tangannya ke arah ranjang bayi bergambar bulan bintang sebelum memindahkannya ke sisi lain di mana terlihat motif boneka beruang yang tak kalah bagusnya."Semua bagus, Bu. Terserah ibu saja," jawab Aira sembari mengelus perutnya yang semakin besar. Ken berdiri tak jauh darinya, membereskan ranjang tempat Aira berbaring sebelumnya.Sejak memasuki trimester ketiga, wanita itu banyak menghabiskan waktu di kamar dan membaca banyak buku. Kemarin, dia mengalami flek saat berlatih bela diri, jadi memutuskan untuk menghentikan seluruh aktivitas fisik yang mungkin berbahaya."Ibu ambil yang motif teddy bear saja, ya. Kamu tidak keberatan?"Aira menggeleng sambil tersenyum. Mendapat perhatian yang begitu intens dari keluarga suaminya adalah anugerah terindah darinya. Dia merasa dicintai, juga dianggap ada. Sebaliknya, Hirota dan Asami justru seolah semakin jauh dengan anak angkatnya itu. Hanya sekali saja datang ka

  • Menikahi Dua Pria   Bab 104. Firasat Buruk

    "Ai-chan, apa kau siap mengorbankan nyawamu saat melahirkan anak kita?"Detak jantung Aira seolah terhenti detik itu juga, bersamaan dengan tangan yang lepas dari genggaman Ken. Bayangan saat dikejar orang-orang berbaju hitam masih teringat jelas, kenapa sekarang Ken menanyakan hal aneh seperti itu? Apakah akan ada bahaya lain yang mengancam keselamatannya seperti waktu itu?"Apa maksudmu?"Ken menyergah napas, mengubah posisi tubuhnya jadi terlentang menghadap langit-langit kamar yang berjarak 2.5 meter dari tempatnya berbaring. Ada beban berat di hatinya, bimbang antara harus mengungkap firasat buruk yang dirasakan Kakek Subaru atau tidak."Ken?!" Tangan Aira menarik lengan Ken, meminta perhatian darinya."Aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya padamu, Love.""Itu yang membuatmu terus bungkam akhir-akhir ini?"Ken mengangguk setelah menoleh ke arah Aira, menatap wajah cantik yang mulai terlihat semakin chubby pipinya. Cekungan di pangkal tulang selangkanya tidak terlalu kentar

  • Menikahi Dua Pria   Bab 103. Pertanda Buruk atau Ketakutan Semata?

    "Sayang, bukankah hari ini jadwalmu memeriksakan kandungan?" Sayaka yang baru muncul di depan pintu segera menghampiri Aira yang sibuk menata bunga di dalam vas. Gerakannya terhenti, mengingat tanggal dan hari.Ken yang duduk tak jauh dari sana, melirik monitor laptopnya di pojok kanan bawah. Tanggal 23, dua pekan setelah kunjungan dokter spesialis kandungan saat kondisi Aira drop."Kenzo, kenapa diam saja? Antar istrimu ke dokter!"Ken tak lantas beranjak, mengamati ekspresi wajah Aira yang terlihat keberatan bepergian dengannya. Mereka masih saling diam dan Ken memang senagaja menjaga jarak. Meskipun mual muntah Aira tak lagi sehebat pada awalnya, tapi dia takut wanita itu masih tidak nyaman berdekatan dengannya. Satu kondisi medis yang memang diiyakan oleh Kaori saat Ken meminta penjelasan."Ibu bisa mengantarnya? Aku masih ada sedikit pekerjaan yang harus—"Plak!Gulungan kertas di tangan Sayaka segera mendarat di salah satu sisi kepala Ken, membuat si empunya menarik diri seketik

  • Menikahi Dua Pria   Bab 102. Kekhawatiran Berlebihan

    "Jangan dekat-dekat. Aku benci aroma tubuhmu!" Aira mundur saat Ken bersiap menyuapinya sup ayam jahe. Dia sengaja memanggil koki khusus yang bertugas menyiapkan makanan sarat gizi untuk Aira. Sejak mengalami morning sickness, wanita itu sama sekali tidak bisa makan nasi. Mual hanya karena mencium aromanya. Dan sekarang, dia juga menolak aroma tubuh suaminya."Ai-chan, kau tidak suka sampo yang kupakai?"Aira membekap mulutnya sekaligus menutup indra penciumannya. Dia menggeleng, mundur menjauhi Ken sampai tubuhnya menabrak dinding kayu yang membatasi kamar dengan taman belakang."Pergi!"Sayaka yang kebetulan ingin melihat kondisi Aira, segera masuk melalui pintu geser di sisi kanan sang menantu. Detik itu juga Aira berlari ke belakang mertuanya, menyembunyikan tubuh mungilnya dari tatapan Ken yang masih keheranan.Ada saja tingkah Aira beberapa hari ke belakang yang rasanya tidak masuk akal. Pertama, dia mual dan muntah tanpa mencium aroma apa pun. Ken masih percaya itu bagian dari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status